Bab 10

2.3K 67 4
                                    

Saat ini, Davin, Axel dan juga Rania sudah berada di dalam Mal. Sebelum menemani Axel bermain ice skating, Davin mengajak mereka untuk mampir ke toko baju terlebih dahulu.

"Carikan gaun yang cantik dan pas untuk wanita ini," ujar Davin kepada Pramuniaga sambil menunjuk Rania yang berdiri di sampingnya.

"Baik, Pak," balas sang Pramuniaga dengan ramah.

Rania hanya terdiam sambil memalingkan wajah. Rasa malu akibat sikap manis Davin tadi masih menghinggapinya, membuatnya terus menghindari tatapan pria itu setiap kali mata mereka bertemu.

"Mari ikut saya, Kak," ajak sang Pramuniaga.

Rania menoleh sesaat, lalu mengikuti pramuniaga dengan langkah ragu. Sementara itu, Davin dan Axel tetap berdiri di tempatnya, memperhatikan dengan senyum kecil di wajahnya. Pramuniaga membawa Rania menuju rak gaun-gaun mewah yang tertata rapi di sisi toko.

"Ini beberapa koleksi terbaru kami, Kak. Bahannya nyaman, dan modelnya juga elegan. Kakak bisa berubah menjadi cantik jika memakai gaun ini," kata pramuniaga sambil mengeluarkan beberapa pilihan gaun.

Rania menelan ludah melihat harga yang tertera di label itu. Seumur-umur ia hidup, baru kali ini ia melihat baju yang seharga dengan motor.

"Kak, maaf, tapi ini terlalu mahal. Saya tidak pantas memakai gaun seperti ini. Saya rasa, gaun ini hanya dibuat untuk keluarga kerajaan saja," ucapnya polos, membuat sang Pramuniaga langsung tertawa kecil.

"Bukan hanya untuk keluarga kerajaan, Kak. Semua orang yang memiliki uang pasti bisa membeli baju ini," jelas sang Pramuniaga.

"Saya tidak punya uang, Kak. Saya tidak mampu membeli gaun ini." Rania menolak semua baju yang ditawarkan oleh Pramuniaga tersebut. Sementara itu, Davin yang mendengarnya pun lantas menghampirinya dan menyela pembicaraan mereka.

"Sepertinya ini bagus. Saya pilih yang ini saja," kata Davin sambil memilih salah satu gaun yang dibawa oleh Pramuniaga itu.

"Jangan, Pak. Saya pakai baju ini saja," sahut Rania. Namun Davin tak menghiraukannya.

"Cepat ganti bajunya. Saya tidak punya banyak waktu," ujar Davin dengan tegas.

Rania menghela napas, lalu memasuki kamar pas untuk mengganti bajunya. Beberapa menit kemudian, ia keluar dengan gaun baru yang tampak cocok di tubuhnya.

Davin menatapnya dalam-dalam. Padahal baru mengganti bajunya saja, belum di makeover wajah dan rambutnya, tetapi Rania sudah terlihat sangat cantik.

"Cantik," gumam Davin sambil mengangguk-anggukkan kepalanya dengan wajah datar.

"Mau di makeover sekalian?" tawar sang Pramuniaga.

"Iya. Buat dia menjadi sangat cantik," sahut Davin.

Rania menghela napas, pasrah dengan segala perintah Davin.

Beberapa menit kemudian setelah proses makeover, Rania berubah menjadi cantik. Kemudian Davin diminta oleh Pramuniaga untuk masuk ke dalam ruangan rias untuk menilai penampilan Rania.

"Saya tinggal sebentar ya, Pak," ujar sang Pramuniaga.

Setelah pramuniaga itu pergi, Davin langsung menutup pintu dan berdiri di belakang Rania yang masih duduk di depan cermin rias.

"Ternyata kamu jauh lebih mirip dengan istri saya ketika berdandan seperti ini," ujar Davin sambil memperhatikan wajah Rania melalui pantulan cermin.

Rania menelan ludah, bingung harus merespons bagaimana. Wajahnya terlihat sangat gugup, terutama saat Davin berpindah ke depannya dan menatapnya intens dengan jarak yang begitu dekat.

My Crazy PresdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang