Bab 15

1.8K 51 2
                                    

EcoMoto Group
08.00

Hari ini Rania kembali masuk bekerja seperti biasa. Ia ditugaskan oleh Pak Fadil untuk membersihkan semua ruangan yang ada di lantai empat bersama teman lelakinya yang bernama Adit.

Sepakat untuk membagi tugas, Adit membersihkan bagian dalam ruangan, sementara Rania bertanggung jawab untuk membersihkan area luar.

"Kira-kira apa ya, penyebab Pak Davin sama Hana terpisah?" gumam Rania sambil mengepel lantai dengan pandangan kosong.

Harinya akhir-akhir ini terasa sangat berat sekali. Setiap langkah yang diambilnya, seolah penuh dengan beban. Setiap kali ia mencoba fokus pada pekerjaannya, pikirannya selalu kembali kepada masalahnya dengan Davin.

"Duh, semoga cepet kelar deh masalahnya. Semoga Pak Davin bisa ketemu lagi sama Hana, biar nggak terus-terusan nganggap aku istrinya," gumamnya lagi.

Di saat sedang asyik membersihkan lantai, tiba-tiba ada seseorang yang mendorongnya dengan keras dari belakang, hingga membuat Rania hampir saja terjungkal ke depan.

"Astaga," gumam Rania.

Saat ia lihat ke belakang, ternyata pelakunya adalah Sarti dan Maya. Ya, si pembully itu kembali datang mengganggu Rania.

Sarti dan Maya melipat tangannya di depan dada sambil tersenyum remeh, sedangkan Rania hanya menghela napas melihatnya.

"Maaf, Kak. Saya lagi kerja, tolong jangan ganggu saya," pinta Rania dengan lembut.

"Lo harus dikasih pelajaran dulu biar nggak seenaknya sendiri," ketus Maya.

Lalu Sarti menimpali, "Modal ijazah SMP aja banyak tingkah lo. Lo di sini tuh karyawan baru, berani-beraninya lo bolos kerja dan buat kita jadi numpuk tugasnya. Gara-gara gantiin tugas lo kemarin, badan gue jadi pegel-pegel semua. Gue yang seharusnya cuma bersihin satu lantai, kemarin jadi dua lantai, dan itu belum tugas-tugas yang lainnya! Emang sialan lo jadi manusia," cerocosnya memarahi Rania.

Rania menghela napas. Ada saja hal-hal kecil yang dipermasalahkan oleh mereka.

"Maaf, Kak. Kemarin saya nggak enak badan. Saya juga sudah izin ke Pak Fadil," ujar Rania.

"Halah, alasan aja lo!" cibir Sarti sambil mendorong kepala Rania dengan keras.

Rania mencoba menahan amarahnya. Ia tidak ingin terlibat perselisihan dengan mereka.

"Gue aduin ke HRD lo, biar dipecat sekarang juga! Orang bego kayak lo nggak pantas kerja di di sini," sahut Sarti ikut mencibir.

Rania menarik napas, lalu ia hembuskan secara perlahan. Ia manusia biasa, dihina dan diperlakukan kasar seperti ini tentu saja ia sakit hati.

"Terserah kalian. Saya nggak punya waktu buat ladenin kalian," balas Rania.

Sarti dan Maya tampak geram melihat respon Rania. Tangan Sarti pun terangkat, hendak menampar Rania, namun sebelum tangannya menyentuh pipi Rania, seseorang tiba-tiba menahan pergelangan tangannya dengan kuat.

Sarti tersentak, menoleh ke arah sosok yang kini berdiri di sampingnya. Wajahnya langsung memucat ketika mengenali siapa orang tersebut.

"Sar, bukannya itu pengawalnya Pak Davin?" bisik Maya dengan suara gemetar.

Ya, orang yang baru saja menolong Rania adalah Airin. Meski jarang sekali menampakkan diri di sini, namun sudah banyak orang yang mengenal Airin.

Airin dikenal sebagai wanita berdarah dingin. Dengan wajahnya yang garang dan sikapnya yang tegas, ia membangun reputasinya sebagai sosok pengawal yang keras dan tak kenal ampun, membuat banyak orang merasa gentar di hadapannya.

"Kejahatan seperti ini tidak boleh di kasih ampun. Pergi ke ruangan HRD sekarang! Sebelum saya mematahkan tangan ini," tegas Airin disertai dengan tatapan tajamnya. Membuat nyali Sarti dan Maya langsung ciut seketika.

Dengan wajah ketakutan, kedua wanita itu pun lantas berjalan pergi dari sana dengan langkah tergesa-gesa.

"Ikut saya," ujar Airin pada Rania.

Rania terdiam sejenak, masih ragu, namun akhirnya ia mengikuti langkah Airin.

*****

Kini, Airin dan Rania sudah duduk berhadapan di sebuah Kafe yang terletak di samping kantor. Mereka duduk di pojok ruangan, namun keheningan yang menyelimuti mereka jauh lebih terasa daripada kehangatan kopi yang ada di depan mereka.

Rania hanya terdiam, Rania hanya terdiam, sementara Airin tenggelam dalam lamunannya, jarinya sibuk mengaduk-aduk kopi di dalam cangkirnya.

"Emh... ada apa ya, Kak?" tanya Rania dengan hati-hati. Ia juga takut melihat wajah Airin.

Airin menarik napas panjang, lalu menatap Rania dengan ekspresi datar. "Sejak kapan kamu diperlakukan tidak baik oleh mereka?" tanyanya.

Rania menunduk, lalu menjawab, "Sejak awal masuk kerja, Kak."

"Lain kali jangan dibiarkan, ya. Laporkan kalau kelakuan mereka sudah melewati batas. Kamu punya hak untuk melindungi diri kamu sendiri," tegas Airin.

"Iya, Kak," balas Rania.

"Kerja di perusahaan besar memang beresiko. Beberapa orang ada yang memanfaatkan jabatan senioritas mereka untuk bersikap semena-mena terhadap juniornya," ungkap Airin. Sedangkan Rania hanya mengangguk sambil tersenyum canggung.

"Tapi jangan khawatir. Setelah mendapat teguran dari HRD, mereka pasti tidak berani semena-mena lagi," katanya lagi. Sementara Rania hanya mengangguk sambil berkata dalam hati, "Semoga saja."

Airin terus memandangi Rania. Tatapannya begitu dalam, hingga membuat Rania merasa tidak nyaman.

"Kenapa saya terus melihat Hana dalam diri kamu?"

Pertanyaan itu berhasil membuat Rania langsung menghela napasnya kasar. Lagi dan lagi, nama Hana kembali menghantui dirinya setiap hari. Tidak Davin, tidak Airin, mereka sama saja. Seolah tidak pernah memberinya ruang untuk bernapas.

Rania menegakkan punggungnya, mencoba menahan emosi yang perlahan merayap. "Sudah cukup, Kak. Saya sudah tegaskan berkali-kali kalau saya bukan Hana," ucapnya tegas.

Airin tersenyum tipis. "Tenang saja. Jangan kebawa emosi. Saya mau bicara santai sama kamu," ucapnya.

Rania menghela napas. "Kalau begitu, anggap saya sebagai Rania, bukan orang lain."

Airin masih tersenyum. Kemudian ia menganggukkan kepala dan berkata, "Baik, Rania."

Untuk menghilangkan kekesalannya, Rania meneguk kopinya beberapa kali dengan wajah cemberut. Sedangkan Airin hanya memandanginya dengan senyuman manisnya.

"Apa kamu merasa tidak nyaman setiap kali saya dan Davin menganggap kamu sebagai Hana?" tanya Airin.

"Sangat tidak nyaman, Kak. Karena itu, saya mohon, berhenti menyamakan saya dengan Hana. Kita berdua hanya kebetulan mirip saja. Saya punya kehidupan sendiri, dan kalian tidak pernah ada di kehidupan saya," jawab Rania dengan tegas.

"Baiklah, baiklah. Karena kamu tidak nyaman, jadi saya akan mengganti topiknya." Airin mengalah. Namun wajahnya tidak menunjukkan kekesalan. Sebaliknya, ia malah tersenyum dengan begitu manisnya.

Rania menghela napas lega, menanti topik pembicaraan selanjutnya. Namun yang keluar dari mulut Airin lagi-lagi pembahasan tentang Davin dan Hana.

"Kamu tidak penasaran, kenapa Davin dan Hana bisa terpisah, dan kenapa kisah cinta mereka begitu dramatis?" tanya Airin.

Rania terdiam. Pertanyaan ini yang sedari tadi berkeliaran di otaknya. Ia sangat penasaran, tetapi tidak berani menanyakannya langsung kepada Davin. Dan sekarang mumpung Airin sendiri yang menawarkan diri untuk bercerita, jadi ia merasa ini adalah kesempatan yang tepat untuk menjawab rasa penasarannya.

"Habiskan dulu kopimu. Setelah ini, saya akan menceritakan kisah cinta mereka," kata Airin.

My Crazy PresdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang