Bab 18

1.8K 69 6
                                    

Happy reading everyone!

Sepanjang malam, Rania terjaga dari tidurnya, pikirannya tak henti berputar mengingat percakapannya dengan Davin tadi, membuatnya sulit untuk memejamkan mata.

Ia sungguh tidak keberatan jika diminta untuk tes DNA, tetapi bayangan akan hasil yang tak terduga membuatnya cemas. Meski ia berusaha meyakinkan diri bahwa kemungkinan itu sangat kecil, ketakutan akan kejutan besar tetap menghantui pikirannya.

"Nggak. Nggak mungkin, Rania. Mereka nggak pernah ada di kehidupan kamu sebelumnya. Jadi mustahil jika kamu ini Hana," gumamnya, meyakinkan diri sendiri.

"Nenek nggak mungkin bohong. Dia pasti udah cerita dari dulu kalau misalnya ada yang nggak beres dengan kehidupanku," gumamnya lagi.

Rania menghela napas panjang. Jam sudah menunjukkan pukul dua malam, tapi matanya masih tidak bisa terpejam. Pikiran yang berlarian membuatnya gelisah, dan ia merasa semakin terjaga.

Hingga akhirnya, ia memutuskan untuk bangun dari tempat tidurnya dan berjalan menuju dapur untuk mengambil air minum di kulkas.

"Ran, belum tidur?"

Rania tersentak saat mendengar suara sang Nenek. Ia menoleh dan melihat Neneknya yang baru saja keluar dari kamar sambil menggulung rambutnya.

"Nggak bisa tidur," jawab Rania.

"Yaudah, bantuin Nenek masak aja kalau gitu."

Rania mengangguk. Daripada terus memikirkan hal-hal yang membuatnya gelisah, lebih baik ia membantu neneknya memasak saja. Lagipula ia juga tidak akan bisa tidur sampai besok pagi.

Rania mengeluarkan beberapa bahan masakan dari dalam kulkas, lalu membawanya ke ruang tamu untuk diolah bersama sang Nenek.

"Tumben nggak bisa tidur?" tanya Kinarsih.

"Lagi banyak pikiran," jawab Rania sambil memotong sayurannya.

"Kenapa lagi?" tanya Kinarsih.

"Ya gara-gara Presdir gila itu," jawabnya.

"Jangan gitu ngomongnya. Nggak baik," tegur Kinarsih.

Rania menghela napas. Kemudian ia meletakkan pisaunya dan menatap sang Nenek dengan wajah kesal. "Sebenarnya ada apa dengan masa laluku sih, Nek?" tanyanya, membuat sang Nenek langsung menatapnya heran.

"Maksudnya apa? Nenek nggak ngerti," balas Kinarsih.

"Kenapa Presdir bilang kalau aku ini istrinya yang udah lama hilang? Kan nggak masuk akal sekali. Aku aja nggak pernah kenal dia sebelumnya."

Wajah Kinarsih tampak terkejut. "Istri Presdir?" tanyanya dengan wajah tak percaya.

Rania mengangguk dengan wajah cemberut. "Namanya juga manusia. Wajar kalau punya kemiripan wajah sama orang lain. Sembarangan aja ngeklaim orang lain istrinya," gerutunya.

Mulut Kinarsih masih menganga karena syok. Ia berusaha mencerna apa yang baru saja didengarnya.

"Sembarangan aja itu orang. Kamu aja belum pernah menikah kok," ucapnya kemudian.

"Eh, kamu udah tau belum? Anaknya Bi Una besok mau lamaran." Kinarsih mencoba untuk mengalihkan pembicaraan. Namun Rania yang sudah terlanjur bad mood pun enggan untuk menanggapinya.

Akhirnya, Kinarsih juga terdiam dan melanjutkan pekerjaannya dengan suasana hening yang menyelimuti malam.

*****

My Crazy PresdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang