Bab 11

2K 70 1
                                    

Kinarsih terkejut mendengar pertanyaan Rania. Ia terdiam sejenak, mencoba memahami maksudnya, lalu bertanya dengan hati-hati, "Kehidupan seperti apa maksudnya?"

Rania mengedikkan bahunya, seolah bingung harus menjelaskan dari mana. "Aku sendiri juga bingung," jawabnya.

Kinarsih menghela napas. "Istirahat aja. Kayaknya kamu capek, makanya banyak pikiran," ucapnya.

Rania kembali melamun dengan wajah murung. Ia ingin bercerita pada sang Nenek tentang keresahannya yang akhir-akhir ini ia rasakan, tetapi ia takut neneknya tidak akan percaya.

"Kalau besok aku nggak masuk kerja, boleh nggak?" tanya Rania.

"Kenapa? Kamu nggak enak badan?" tanya Kinarsih balik.

"Males aja. Lagi nggak mood kerja."

Kinarsih menghela napas panjang. "Kamu baru dua hari loh kerja di sana, masa udah mau bolos aja? Itu sama aja kayak cari mati. Kamu bisa dipecat kalau nggak kompeten. Mau cari kerja ke mana lagi? Cuma ini satu-satunya perusahaan yang mau menerima wanita lulusan SMP," tuturnya panjang lebar.

"Aku nggak nyaman kerja di sana," ungkapnya.

"Kerja di mana-mana itu sama aja, Ran. Pasti ada aja yang bikin nggak nyaman. Tapi kalau kamu punya tekad yang kuat, kamu pasti bisa melalui badai itu," tutur Kinarsih lagi.

Rania masih terdiam melamun. Entah didengarkan atau tidak nasihat neneknya.

"Apa yang bikin kamu nggak nyaman?" tanya Kinarsih.

"Presdirnya," jawabnya tanpa ragu.

Kinarsih mengerutkan keningnya bingung. "Ada apa dengan presdirnya?" tanyanya.

"Sepertinya dia agak gila," jawabnya ceplas-ceplos. Membuat sang Nenek langsung menghembuskan napasnya kasar.

"Jangan bicara aneh-aneh. Kalau dia gila, nggak mungkin dia jadi Presdir," balas Kinarsih.

"Tapi kenyataannya emang gitu," ujarnya dengan suara pelan. Hampir tidak terdengar.

"Udah, udah. Sekarang habisin nasi gorengnya, habis itu istirahat. Tenangin pikiran kamu, biar besok pas bangun bisa fresh lagi," ujar Kinarsih.

Rania mengangguk. Ia lantas mengambil sendoknya kembali dan memakan nasi gorengnya hingga habis. Kemudian setelah itu, ia masuk ke dalam kamar dan bersiap-siap untuk tidur.

******

Jakarta
20.00

Malam ini, Davin mengisi kekosongannya dengan merenung di tepi kolam bersama kembaran kecilnya. Kedua kaki mereka direndam ke dalam air kolam yang dingin, membuat suasana semakin sunyi.

Davin menatap permukaan air yang tenang. Ia larut dalam pikirannya, sementara Axel hanya diam, sesekali mengayunkan kakinya dalam air.

"Papa," panggil Axel, membuat sang Papa langsung menoleh menatapnya.

"Kenapa? Acel ngantuk?" tanya Davin.

Axel menggeleng, wajahnya tampak sendu, seolah ada kesedihan yang tak bisa ia ungkapkan.

"Kenapa? Ada yang nakal lagi di sekolah?" Davin bertanya lagi. Namun Axel tetap menggelengkan kepalanya.

Davin menghela napas. Ia kemudian menggeser tubuhnya, menghapus jarak antara dirinya dan Axel.

"Cerita ke Papa, siapa yang buat Acel sedih?" tanyanya lagi.

Axel mengangkat wajahnya, menatap sang Papa dengan wajah sedihnya. "Kenapa Tante Rania mirip sama Mama Hana?" tanyanya.

My Crazy PresdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang