Bab 22

2K 108 8
                                    

Keesokan harinya, Davin terbangun saat sinar matahari mulai menembus celah tirai kamarnya. Ia mengerjapkan mata, merasakan kehangatan tubuh Rania yang masih tertidur di sampingnya.

Davin tersenyum. Tangannya terulur pelan, merapikan helaian rambut Rania yang berantakan di wajahnya.

"Setelah kejadian semalam, aku semakin yakin kalau kamu itu Hana, Sayang," gumam Davin sambil memandangi wajah cantik Rania.

Rania masih tertidur lelap. Sepertinya ia kelelahan, karena tadi malam mereka bermain hingga hampir subuh. Dan kini, hingga jam sudah menunjukkan pukul delapan pagi, wanita itu belum terbangun juga.

"Terima kasih, Sayang. Aku akan buktikan kalau kamu memang istriku dan aku akan berusaha mengembalikan semua ingatanmu," ucap Davin lagi sambil mengusap kepala Rania dengan lembut.

"Engh..." Rania menggeliat pelan. Tangannya bergerak memeluk tubuh Davin dengan mata yang masih terpejam.

Davin hanya tersenyum. Membiarkan Rania memperlakukannya seperti guling. Hingga beberapa detik kemudian, Rania mengerjap pelan, matanya terbuka sedikit demi sedikit. Ia tampak kebingungan sejenak, seolah butuh waktu untuk menyadari di mana dirinya berada.

"Selamat pagi," sapa Davin dengan suara lembut, yang berhasil membuat Rania langsung terlonjak kaget saat melihatnya.

"Pak Davin?" ucapnya dengan wajah syok.

Rania segera menarik tangannya dari tubuh Davin dan merosot mundur. Matanya melebar saat ia menyadari bahwa tubuhnya sedang telanjang bulat di dalam selimut.

"Apa yang... kenapa... kita?" Rania gelagapan sendiri. Ia hampir gila saat otaknya berhasil mengingat kejadian tadi malam yang begitu menggairahkan.

Davin hanya tersenyum tipis, masih terbaring santai. "Tenang, Sayang. Jangan panik. Kita sama-sama menikmatinya tadi malam."

Rania menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut. Rasa malu semakin melanda. Davin memang sialan. Sudah tahu ia sedang menahan malu, malah mengeluarkan kata-kata yang menggoda.

Sambil terkekeh pelan, Davin membuka selimut itu kembali. Lalu dengan cepat memberi kecupan singkat di bibir Rania, hingga membuat pipi Rania langsung memerah seketika.

"Terima kasih. Kamu berhasil menghidupkan bunga yang sudah layu," ujar Davin, sebelum akhirnya bangkit dari tempat tidur dan berjalan menuju kamar mandi.

Senyum manis menghiasi wajah tampan Davin. Ia tampak lebih semangat dari biasanya, seolah hari ini dan kemarin adalah hari paling bersejarah dalam hidupnya.

Sementara itu, Rania masih terdiam di tempatnya. Ia menghela napas panjang, berusaha menenangkan dirinya dari rasa gelisah yang masih melanda.

*****

Selesai mandi dan bersiap-siap, Davin memeriksa kamar Axel. Ternyata Axel sudah tidak ada di sana. Davin pun lantas membuka ponselnya dan membaca pesan dari Airin.

Airin
Tuan, Axel sudah berangkat sama saya
Pintu kamar anda masih terkunci, jadi saya tidak berani membangunkan anda
Istirahatlah saja, hari ini tidak ada rapat kata Andra

Davin menutup pintu kamar Axel kembali. Kemudian ia berjalan menuju dapur dengan penuh semangat.

Ya, pagi ini ia akan memasak untuk dirinya dan juga Rania. Meskipun hanya sandwich telur ceplok, setidaknya pagi ini ia sudah memanjakan Rania.

Dengan ditemani alunan musik romantis yang lembut, Davin mulai mempersiapkan bahan-bahan masakan. Setiap gerakannya terasa ringan, seolah suasana hati yang baik memberinya energi ekstra. Sesekali, ia tersenyum sendiri, mengingat momen-momen semalam yang masih membekas di pikirannya.

My Crazy PresdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang