Bab 14

1.9K 60 0
                                    

Happy reading...

"PAK DAVIN, CUKUP!" bentak Rania sambil mendorong tubuh Davin dengan kuat. Matanya berkilat marah dan napasnya terengah-engah. Sementara itu, Davin hanya menatapnya nanar, matanya berkaca-kaca seakan menahan perasaan yang terlalu dalam untuk diungkapkan.

Davin tidak langsung merespon, hanya terdiam di tempat, memandangi Rania dengan ekspresi rapuh yang tak mampu ia sembunyikan.

Rania memalingkan wajah, air matanya jatuh tak terbendung, menunjukkan emosi yang tak bisa lagi ditahan.

"Jangan menyiksa saya seperti ini, Pak. Saya manusia biasa. Bagaimana kalau saya terbawa perasaan karena sikap anda? Sedangkan saya ini bukan wanita yang anda cari." Rania berkata dengan nada penuh kesedihan dan frustrasi. Sedangkan Davin hanya menatapnya dengan wajah sedih.

"Come on, Han. Apa yang membuat kamu sampai seperti ini? Aku menunggumu selama enam tahun. Setia dengan janji-janji kita, setia dengan harapan yang kita bangun bersama. Aku mencintaimu, Hana. Dan aku tahu, kamu juga sangat mencintaiku. Apapun yang terjadi sekarang, mari kita lalui bersama-sama." Davin mengabaikan ucapan Rania, dan berkata dengan sesuka hatinya.

Rania menghela napas sambil mengusap wajahnya kasar. Saking frustrasinya, ia sampai tidak bisa berkata-kata lagi.

"Aku minta maaf karena gagal melindungi kamu waktu itu. Aku janji, setelah ini tidak akan ada lagi yang berani mengganggu hubungan kita. Baik itu Mama, Papa ataupun Winda." Davin menarik tangan kanan Rania dengan lembut, lalu ia letakkan di sebelah kanan dadanya.

"Ini milikmu, Hana. Aku tidak bisa menyerahkan hati ini kepada siapapun," ucapnya dengan suara bergetar, penuh emosi.

Rania menatapnya dengan air mata yang masih berlinang. Ia sungguh tak tega melihat Davin serapuh ini.

"Maka dari itu berhenti mengganggu saya, Pak. Itu hanya milik Hana, saya tidak pantas memilikinya," balas Rania.

Davin menggeleng, matanya kembali berkaca-kaca. "Berhenti berpura-pura, Hana. Semuanya sudah terbukti. Kamu itu istriku. Rania hanyalah nama samaranmu, bukan?"

Rania juga menggeleng. Ia tahan sebentar air matanya, lalu berkata dengan tegas, "Saya benar-benar tidak tahu apa yang terjadi di masa lalu saya. Yang jelas, selama ini yang saya tahu, saya ini Rania. Saya memang pernah kehilangan ingatan, tapi itu hanya berlangsung selama satu hari, setelah itu saya kembali normal seperti biasa. Jika saya memang istri anda, kenapa saya tidak bisa mengingat apapun tentang anda? Sedangkan saya saja masih bisa mengingat beberapa moment saat saya masih kecil."

"Aku juga tidak tahu apa yang dilakukan Mama dan Papa ke kamu waktu itu. Tapi aku yakin, ada hal besar yang dilakukan oleh mereka sampai membuat kamu kehilangan ingatan seperti ini."

Rania menghela napas kasar. "Saya benar-benar tidak mengerti, Pak. Saya pusing," ucapnya sambil memijat pelipisnya. "Bukankah menikah dan melahirkan adalah hal yang paling berkesan bagi seorang wanita? Kenapa saya tidak mengingat semuanya? Jelas-jelas ini sesuatu yang sangat mustahil. Kenapa anda memaksa saya untuk mengaku bahwa saya ini istri anda?" cecarnya kesal.

Davin menatap Rania dengan tatapan yang begitu dalam. Wanita itu berbicara dengan penuh keyakinan, sorot matanya menunjukkan tidak ada kebohongan di sana. Namun, entah mengapa, Davin masih merasa sulit untuk mempercayainya.

"Sekeras apapun kamu membantah, aku tetap yakin kalau kamu itu Hana dan Ibu dari anak kita."

Rania menghela napas panjang. Ia sudah ada di tahap lebih dari lelah.

"Aku akan mengumpulkan bukti sebanyak-banyaknya. Kalau memang terbukti kamu Hana, kamu tidak bisa berpura-pura lagi," ujar Davin dengan tegas.

"Iya, silahkan," balas Rania dengan nada dingin.

Mengakhiri semuanya, Davin akhirnya melajukan mobilnya kembali. Tidak hanya Rania, ia juga butuh waktu untuk menenangkan diri.

*****

Davin memarkir mobilnya di depan gedung apartemen yang menjulang tinggi. Setelah menurunkan Rania di tengah jalan, ia langsung bergegas menuju apartemen Airin.

Dan saat ini, ia sudah duduk berhadapan dengan Airin di dalam unitnya.

"Ada apa?" tanya Airin. "Maaf, pakaian saya kurang sopan. Saya sedang tidak enak badan soalnya."

Davin hanya mengangguk. Meski jarang sekali melihat Airin berpakaian serba pendek seperti ini, tapi tak tergoda sama sekali. Karena di matanya, Airin adalah singa jantan yang terbungkus dalam tubuh singa betina.

"Saya menemukan banyak kejanggalan lagi, yang membuat saya semakin yakin jika Rania adalah Hana," ujar Davin dengan pandangan lurus ke depan.

"Apa itu?" tanya Airin. "Oh iya, saya minta maaf karena belum bisa memulai penyelidikan. Rencana saya lakukan besok pagi, setelah kondisi saya membaik," ucapnya kemudian.

"Banyak kebetulan-kebetulan yang terjadi akhir-akhir ini. Tapi yang paling mencurigakan adalah tanda kelahiran di tubuh Rania. Saya melihatnya sendiri, dan itu sama persis dengan milik Hana," kata Davin.

"Entah kenapa, saya juga yakin kalau Rania dan Hana adalah orang yang sama. Hanya saja, ada sesuatu yang membuat Hana kehilangan ingatannya," balas Airin, membuat Davin langsung menatapnya.

"Kamu ingat apa yang dilakukan Mama dan Papa waktu itu?" tanya Davin dengan nada serius.

"Saya tidak tahu pasti apa yang mereka lakukan, Tuan. Posisi saya memang di rumah, tetapi saya tidak begitu tahu kejadiannya karena saya menjaga Axel di kamar saat itu. Yang jelas, saya mendengar pertengkaran antara Nyonya Mila dan ibunya Nyonya Hana. Setelah itu, saya melihat Nyonya Hana dipaksa keluar dari rumah oleh Nyonya Mila," jelas Airin.

Davin menghela napasnya kasar. Setiap kali mengingat masalah ini, dadanya terasa sangat sakit. Ini adalah penyesalan terbesar yang tak bisa ia maafkan dalam hidupnya. Andai saja waktu itu ia tidak melakukan perjalanan bisnis keluar kota, mungkin ia tidak akan kehilangan istrinya.

"Info terakhir yang kita dapat, Hana kecelakaan dan meninggal dunia, tapi itu belum tentu benar. Bisa jadi itu hanya sandiwara yang dibuat oleh Nyonya Mila dan Tuan Chandra," ujar Airin,

"Saya percaya kalau Hana kecelakaan, tapi mungkin tidak sampai meninggal, hanya hilang ingatan saja. Tapi anehnya, kenapa dia dan keluarganya benar-benar menghilang, sampai kita saja tidak bisa menemukan jejaknya. Apakah ini juga bagian dari rencana keluarga Hana?"

Airin menghela napas. "Kita butuh penyelidikan lebih lanjut, Tuan. Bagaimana kalau kita langsung menemui Nenek Rania?" usulnya.

"Itu yang tadi ingin saya lakukan, tapi Rania terlalu keras kepala, dia menolak diantar ke rumah dan memilih untuk turun di tengah jalan. Saya belum tahu rumah dia di mana," balas Davin.

"Baiklah. Nanti biar saya yang mencari rumahnya," ujar Airin.

Davin mengangguk. Wajahnya terlihat sangat lelah, seperti menyimpan banyak pikiran. Bahkan kantung matanya sudah mulai menghitam, menandakan jika ia kurang tidur malam.

"Anda jangan khawatir. Secepatnya masalah ini akan segera selesai. Jika Rania memang benar-benar Hana, saya akan membantu membawanya untuk kembali pada anda," kata Airin.

Davin mengangguk lagi. "Rahasiakan ini dari Mama dan Papa. Jangan sampai mereka tahu dan mengacaukan rencana kita," tuturnya, yang hanya diangguki oleh Airin.

***

Tinggalkan vote dan komen kalian!
Thank you 😚

My Crazy PresdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang