Bab 6

64 15 0
                                    

Hima tiba di ruang meeting tepat waktu, hatinya sedikit berdebar mengingat ini adalah hari pertamanya sebagai mentor. Ia membawa berkas presentasi yang telah ia siapkan sejak semalam, memastikan semuanya berjalan lancar. Ketika pintu ruang meeting terbuka, Hima disambut dengan tatapan penuh rasa ingin tahu dari para peserta. Mereka semua duduk rapi, menunggu instruksi darinya.

Hima menarik napas dalam-dalam sebelum melangkah masuk. Dengan senyum percaya diri, ia berdiri di depan ruangan, memperkenalkan diri, "Selamat pagi semuanya. Nama saya Hima, dan mulai hari ini, saya akan menjadi mentor kalian. Sebelumnya, saya adalah reporter lapangan di kantor pusat NewsTV Jakarta, dan hari ini saya akan berbagi pengalaman saya selama di lapangan."

Para peserta menatapnya dengan penuh perhatian, beberapa di antaranya mencatat hal-hal penting yang disampaikan oleh Hima. Ia melihat antusiasme di mata mereka, yang membuatnya semakin yakin untuk melanjutkan. "Mentoring kita hari ini akan membahas tema 'Pengalaman di Lapangan: Tantangan dan Strategi Menjadi Reporter Efektif'. Saya akan berbagi beberapa tantangan yang sering saya hadapi dan bagaimana saya mengatasinya."

Hima mulai menjelaskan tentang tantangan di lapangan, dari mengejar narasumber hingga menghadapi situasi yang tidak terduga. Ia memberikan contoh nyata dari pengalamannya, menguraikan strategi yang berhasil untuknya. Peserta terlihat semakin tertarik, mencatat setiap kata yang diucapkannya.

Tak lama kemudian, beberapa tangan mulai terangkat, tanda bahwa mereka ingin bertanya. Hima menjawab setiap pertanyaan dengan antusias, memberikan saran berdasarkan pengalamannya. Sesi tanya jawab ini berlangsung dengan lancar, dan Hima merasa bahwa ia telah berhasil menyampaikan materi dengan baik.

Perlahan, rasa gugup yang sebelumnya menghinggapinya mulai memudar. Hima mulai merasa nyaman dengan perannya sebagai mentor. Ia bisa merasakan kepercayaan diri tumbuh dalam dirinya, dan untuk pertama kalinya sejak kepindahannya, Hima merasa bahwa ia berada di tempat yang tepat.

Saat sesi mentoring berakhir, para peserta memberikan tepuk tangan, dan beberapa bahkan menghampirinya untuk mengucapkan terima kasih secara langsung. Hima tersenyum puas. Meskipun awalnya ia ragu dengan kemampuannya, hari ini membuktikan bahwa ia tidak seburuk yang ia kira. Hima merasa lega, menyadari bahwa ia mampu menjalankan peran barunya dengan baik.

Hima berjalan menuju kantin dengan langkah ringan, merasa lega setelah sesi mentoring yang sukses. Setelah memesan makanan, ia memindai area kantin untuk mencari meja kosong.

"Kak Hima!" Sebelum sempat memilih tempat, suara seseorang membuatnya menoleh cepat.

Di sudut kantin, sekelompok anak magang melambai ke arahnya. Mereka duduk di meja paling ujung, tampak riang dan penuh semangat. Melihat mereka mengundangnya untuk bergabung, Hima tersenyum dan tanpa pikir panjang, ia pun berjalan ke arah mereka.

Salah satu dari mereka, seorang perempuan bernama Mira yang ia ingat dari sesi mentoring tadi, tersenyum hangat. "Terima kasih sudah mau bergabung, Kak Hima. Senang bisa makan siang bersama."

Hima menggeleng pelan, lalu menjawab dengan ramah, "Justru aku yang berterima kasih. Kalian sudah berbaik hati memberikan tempat ini buat aku."

Meja yang terdiri dari lima orang itu mulai terisi dengan obrolan ringan. Mereka membahas tentang sesi mentoring yang baru saja selesai. Hima merasa lega mendengar antusiasme mereka, senang bahwa materinya diterima dengan baik. Sesekali, ia tertawa mendengar candaan mereka, merasakan suasana yang akrab dan nyaman.

Ketika Hima hendak meraih tisu yang agak jauh dari jangkauannya, tiba-tiba seorang pria di seberang meja menyerahkan tisu itu padanya. Hima terkejut saat menyadari pria itu adalah orang yang sama yang membantunya memunguti dokumen di trotoar pagi tadi.

RemedyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang