CHAPTER~10

212 10 4
                                    

10. SINGKAT, PADAT, TAARUF.

.
.
.

mobil sport hitam milik Alden berhenti tepat di depan pekarangan rumah Alana. Rumah berlantai dua dengan tampilan mewah itu, sangatlah asri, karena banyaknya tumbuhan tumbuhan hijau dan berbagai macam jenis bunga.

Alana membuka sabut pengamannya, sebelum turun, ia menoleh pada Alden.

"Kak Alden, terimakasih banyak ya atas tumpangannya. Em, kakak gak mau mampir dulu?" Tawar Alana. Ia sudah tahu jawaban dari Alden, pastilah cowok itu akan menolak tawarannya mentah mentah.

"Kalau kak Alden tidak mau, tidak papa—"

"Gue mau." Alden langsung turun dari mobilnya.

Alana berkedip
"Tumben dia mau." Gumamnya.

Lalu gadis itu turun dari mobil, ia berjalan menuju pintu utama, diikuti Alden yang berjalan di belakangnya.

"Assalamualaikum, bundaaaa, Alana pulang," seru Alana.

Alden berkedut, menahan senyuman kecil yang ingin terbit, ia menunduk.

"Sial, lucu banget!"

Ceklek

"Waalaikumsallam— eh, ada nak Alden?" Bunda Kaniya tersenyum manis melihat Alden. Wanita yang sering ber abaya itu, terlihat seperti bidadari tak ber sayap.


(Bidadari tak bersayap gak tuh)

"Ayo masuk." Bunda Kaniya mempersilahkan Alden dan Alana masuk.

"Assalamualaikum." Salam Alden saat masuk ke dalam rumah. Sedikit kaku, karena ia jarang sekali menggunakan salam tersebut.

Alden pun duduk di sofa, ia duduk sambil mengamati rumah mewah milik Alana.

"Alana temani Alden dulu ya, bunda mau buat minum nya." Ujar bunda Kaniya saat Alana hendak meninggalkan ruang tamu.

"Bunda, biar Alana aja yang buatin minumnya." Kata Alana, sebenarnya ia tak mau duduk berduaan bersama Alden. Ya walaupun gak berduaan sih, tapi kan ia duduk di satu ruangan yang sama dan Alden, apalagi hanya ada dirinya, Alden, dan bundanya saja di rumah itu. Karena ayah Aiden sedang ada urusan diluar.

"Udah kamu duduk aja, biar bunda aja yang ke dapur."

Mau tak mau Alana mengiyakan ucapan bundanya. Dan sepertinya bundanya itu tidak mau di bantah sama sekali.

Alana terpaksa duduk di sofa hadapan Alden, yang duduk di sofa seberang.

"Lulus pesantren, lo gak kuliah?" Tanya Alden tiba-tiba.

Alana mendongak, ia tahu bahwa Alden tengah mengajaknya berbicara. Karena hanya ada dirinya dan Alden disini.

Alana nampak berpikir, lalu ia berdehem
"Ekhm. Sepertinya tidak." Jawab Alana singkat.

Alden mengeryit bingung
"Kenapa?" Tanya nya.

Tidak mungkin kan seorang Alana tidak mampu kuliah? Kalau secara ekonomi sangatlah tidak mungkin. Ayahnya Alana adalah salah satu orang berpengaruh loh, dan terkenal. Dan bundanya Alana juga adalah salah satu orang terkenal, di kenal sebagai seorang desainer. Jadi, biaya kuliah bagi keluarga (gus) Aiden sangatlah kecil, mereka bahkan bisa menguliahkan Alana sampai S3.

SANTRIWATI PILIHAN UMITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang