#13 Midnight Stranger

2.2K 117 9
                                    

Malam ini aku menunggunya di atas ranjang kami yang masih sangat rapi. Maroo bilang ia ingin mandi dulu. Baiklah, aku bisa menunggu, toh malam ini kupastikan ia milikku dan tak ada yang dapat menganggu kami. Aku tidak terburu-buru. Menunggu 7 tahun adalah hal yang mudah, jadi kenapa 10 menit harus kuhabiskan dengan menggerutu? Aku mengganti bajuku dengan lingerie tipis, hadiah rahasia dari Choco. Ckckck... bagaimana bisa pengalamannya melebihi diriku yang sudah nyaris 40 tahun ini. Semuanya karena Maroo, pria itu membuatku merasakan julukan perawan tua. Aku mendadak geram padanya. Kutatap pintu kamar mandi yang belum terbuka bahkan setelah nyaris 10 menit berlalu.

Haruskah aku mengintipnya dan memintanya lebih cepat? Kulangkahkan kakiku pelan, seperti seorang pencuri, aku sedikit ragu untuk mengetuknya.

Jantungku mendadak berdebar tak karuan. Ah, inikah rasanya gugup pada malam pertama? Aku kira, aku tak akan mengalaminya mengingat semangatku begitu meledak namun ternyata aku salah. Pintu terbuka, oh sial!

Aku salah tingkah sendiri. Dengan cepat aku berbalik, tapi lengan kokoh Maroo lebih dulu memelukku dari belakang. Aku kehabisan napas.

"Apa kau begitu tak sabar sampai mencoba mengintipku huh?" goda Maroo membuat wajahku bersemu semerah tomat. Ia terkekeh dan menggelitik bahuku dengan hidungnya. Kedua tangannya lantas memutar bahuku agar kami dapat saling memandang di remang suasana malam.

"Mengin... mengintip? Tidak! Aku hanya ingin ke belakang juga!" ucapku cepat.

Aku berkelit dengan gesit dan buru-buru menutup pintu kamar mandi. Dapat kudengar Maroo tertawa geli melihat kelakuanku yang aneh. Ia pasti sadar jika istrinya ini dilanda gugup.

"Kalau dalam 5 menit kau tidak keluar, aku akan tidur!" ancam Maroo membuatku merengut di depan wastafel.

Dia akan tidur dalam 5 menit jika aku tidak keluar? Bagaimana bisa? Aku bahkan sanggup menunggunya selama 7 tahun tapi dia....

Kubuka pintu kamar mandi dengan kesal, bersiap untuk memaki keegoisannya tapi bibirku terbungkam seketika bahkan sebelum aku sempat membukanya.

Kurasakan bibir Maroo menggeliat di atas milikku. Kedua tangannya memegangi belakang leher dan wajahku. Ia merunduk, melibas kepolosanku dengan beberapa gerakan tak terduga.

Aku terpojok, tersudut dan terus terdorong mundur. Maroo menggiringku dengan ciumannya ke dalam kamar mandi. Ia terus mencumbu di depan wastafel. Pantulan kami berdansa di hening cermin kamar mandi. Di bawah gemericik shower yang membasuh tubuh kami, Maroo membantuku melepaskan semuanya pergi, hingga tak ada lagi yang tersisa.

Ia memandangku dan aku memandangnya. Kami sama-sama mabuk kepayang. Kutarik lehernya dengan ganas, kusesap dan kubasuh bidang dadanya sepuasnya. Ia milikku... suamiku... jadi segala hal yang terjadi malam ini hingga menjelang pagi, adalah rangkaian takdir yang sewajarnya kami lalui.

Maroo menikmatinya, ia melenguh di atas bahuku. Kesepuluh jarinya meremas kuat pinggangku. Segalanya basah, benar-benar basah. Maroo menenggelamkan dirinya dalam kurva-kurva cinta yang kupersembahkan hanya untuknya.

"Maroo-ah..." aku mendesah di atas daun telinganya. Ia tak menjawab dan malah menggigit bahuku. Tangannya bergerak cepat, menaklukkan diriku yang menggelepar di dingin lantai kamar mandi. Maroo begitu terburu, ia sendiri tak tenang, kemudian tanpa ritme kedua tungkai kakinya mengusir rasa penasaran kami. Aku berkelendot di bawah raganya. Menyatu begitu saja.

"Eungi-ah..." Maroo mengerang panjang.

Ia menikamku, aku menikamnya. Ia meledak lebih dulu kemudian baru aku. Panas... kalor di dalam tubuhnya berpindah cepat ke dalam diriku. Kami tersengal berdua dengan tawa.

NICE GUY FanFic 'After and Before' || Chaeki FFTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang