Kawan Lama yang Kembali

2.1K 100 20
                                    

Asinnya air laut, kepakan camar pantai yang meningkah dan sedikit mabuk laut rasanya bukan hal yang terlalu berlebihan jika menengok pesona pulau Heina. Sebuah pulau di ujung selatan Seoul. Aku sendiri baru tahu ada pulau seelok ini. Jaegil dan Choco benar-benar telah berubah menjadi seorang petualang. Mereka bilang jika dalam setahun, setidaknya mereka harus 3 kali berlibur ke tempat-tempat yang indah dan eksotis.

Dan kurasa keputusanku untuk mengajak Eun Gi, agaknya sedikit beresiko. Tempat ini memang indah dan sangat baik bagi siapapun yang ingin rehat dari ilusi-ilusi pekat di otak mereka, namun satu hal, pulau kecil ini tak memiliki Rumah Sakit.

Jaegil berulang kali mencoba membuatku membatalkan keputusanku dan kini aku baru mengerti jika dia serius, sayangnya sudah terlambat, Ferry kecil kami sudah merambat di bibir dermaga. Satu-satunya hal yang harus aku harapkan sekarang adalah – Eun Gi tidak merasakan kontraksi apapun di tempat ini – yang sayangnya lagi – itu mustahil.

Sejak di dalam mobil hingga di atas Ferry, ia terus meringis kesakitan sembari menggenggam erat tanganku.

Katanya bayi kami tak henti menendang perutnya.

Aku tahu, aku bisa merasakannya sebab setiap kali ia memasang ekspresi aneh, telapak tanganku cepat-cepat meraba perutnya yang lebih besar dari bola basket.

Anehnya saat kutanya apa sebaiknya kami kembali saja, Eun Gi selalu menggeleng. Ia bahkan berbisik jika semua masih wajar dan baik-baik saja. Kadang sifatnya yang terlalu percaya diri dan susah diatur itu membuatku geram. Ia juga memintaku merahasiakannya dari Jaegil serta Choco, katanya, ia tidak suka diperhatikan berlebihan – ya, Choco dan Jaegil memang tipikal yang susah tenang dan gampang panik. Eun Gi benar soal itu.

Buktinya?

Sejenak setelah kami turun dari Ferry, raut wajah Choco berubah panik karena Eun Gi mendadak menggigit bibirnya dan mendesah menahan sakit.

Aku dan Jae Gil yang memimpin di depan sambil membawa setumpuk koper pun segera berlari ke belakang dan mencari tahu apa yang terjadi.

Eun Gi menyuruh kami diam, katanya kepanikan kami justru membuat kepalanya pusing. Dia bahkan masih sempat memaki. Ya, Eun Gi tak pernah berubah.

Cinta hanya bisa mengubah sikap bukan sifat – pelajaran nomor 1.

Setelah merasa tegang selama 5 menit lebih, kami akhirnya bisa bernapas lega sebab Eun Gi mengatakan jika perutnya sudah baik-baik saja.

Ia mengatakan itu dengan ekspresi biasa seolah 5 menit yang lalu hanyalah pementasan drama.

~oOo~

"Aku tidak yakin tempat ini muat untuk kita semua?" ucap Eun Gi begitu kami sampai di depan tenda berbentuk persegi panjang yang terpancang sejauh 200 meter dari tenda-tenda lainnya. Di depannya ada jembatan kecil dari kayu yang dimaksudkan untuk menambah nilai estetika – karena tak ada kolam apapun di sana, kecuali jika kami memutar pandangan jauh ke selatan tempat ini, tebing dangkal yang menjorok langsung ke bibir danau akan langsung menyapa bersama keramaian para musafir di sana.

Jaegil belum-belum sudah bersorak kegirangan bersama Seul Gi, katanya mereka ingin berkano atau sekedar memancing nanti.

Apa yang kupikirkan?

Kalian harusnya tak perlu bertanya, hanya Eun Gi yang ada di otakku saat ini. Wajahnya agak pucat meski ia tak mau mengakuinya.

Begitu sampai di dalam tenda, aku sadar jika apa yang dikatakan Eun Gi benar. Kami harusnya menyewa 2 bukannya 1.

Sialnya, semua tempat penuh dan kurasa malam ini aku dan Jaegil harus rela menepi ke luar tenda dan berlagak sok anak Pramuka kena hukuman.

Detak jarum di arlojiku menunjukkan pukul 4 sore. Setelah menata ini itu dan memastikan jika Eun Gi baik-baik saja, kami berlima pergi ke danau.

NICE GUY FanFic 'After and Before' || Chaeki FFTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang