#14 Red Lines

2.1K 114 9
                                    

Aku melotot kaget melihat sosok berwajah asing namun tampan di hadapanku. Pria itu berkelopak lebar, berahang tegas dengan hidung mancung mempesona. Namun, sungguh aku tak merasa terpesona sama sekali. Usianya mungkin 2 atau 3 tahun lebih tua dariku. Kedua tangannya mengunci lenganku kuat. Tatapannya tajam dan penuh harap. Sekilas aku melihat setetes airmata menggenang di sana. Siapa dia sebenarnya dan kenapa dia berulang kali memintaku memaafkannya.

Aku tak paham, aku hanya tahu bahwa aku ketakutan. Siapapun pria ini, aku bukan mangsa yang tepat untuknya. Aku Seo Eungi, bukan wanita sembarangan yang akan berteriak atau berbisik minta dikasihani. Kuinjak kaki kanannya tanpa ampun, kudorong raganya pergi dan aku berlari setelah menendang punggungnya keras.

Pria itu bangkit dengan erangan kesakitan yang melengking kuat di sepi setapak Tong Yeong. Lucu rasanya, tadi aku berlari dari dekapan Maroo dengan riang dan sekarang aku berlari menghindari seorang pria asing dengan deru napas mencekam.

Aku penghapal yang baik sebenarnya, jika kalian mau tahu. Tapi, jalanan Tong Yeong yang gelap tak mengijinkanku menggunakan kemampuanku itu. Aku hanya mengandalkan insting. Tak perduli kemana, yang penting aku mencari cahaya dan jalan yang lebih lebar.

Aku sampai di sebuah gang sempit dengan struktur menanjak. Melelahkan! Aku terus berlari hingga menabrak sesuatu, oh tunggu... bukan sesuatu tapi seseorang.

Aku mengenal baunya, suaranya dan cengkraman hangat tangannya. Kang Maroo!

Suamiku terlihat begitu cemas, matanya tajam menghujamku. Dan kisah selanjutnya, seharusnya sudah dapat kalian terka. Ia menghujaniku dengan banyak pertanyaan dan aku memberinya jawaban yang mengkhawatirkan.

Maroo memelukku. Lebih erat dari pelukannya sebelumnya. Pelukan ini terasa familiar. Ini adalah jenis pelukan yang kurasakan di malam ia mencariku sebelum menjalani operasi. Sebuah pelukan yang kurang lebih bermakna, "Syukurlah, kau baik-baik saja. Jangan menghilang dari pandanganku lagi setelah ini,"

"Kakimu kenapa?" tanya Maroo padaku yang sedikit terseok di sampingnya. Kami dalam perjalanan pulang ke rumah.

Aku menggeleng, karena aku memang tidak tahu. Maroo berjongkok dan mengamati kakiku.

"Apa di sini sakit?"

Aku mengaduh saat ia memegang kaki kiriku. Maroo terlihat menahan amarahnya, siapapun pria yang mengejarku tadi, kurasa akan ia hajar habis-habisan jika kami sanggup menemukannya malam ini.

"Naik!" Maroo memintaku naik ke punggungnya.

Aku agak ragu, karena aku tahu hari ini suamiku sangat kelelahan dengan pekerjaannya. Aku menyaksikan sendiri ia menangani puluhan bayi yang tak berhenti menangis.

"Tidak!" Aku berjalan mendahuluinya yang berjongkok di depanku. Maroo menggeleng geram. Ia bangun dan berlari mendahuluiku yang terseok kesakitan.

"HYA SEO EUNGI!" teriaknya kesal. Jujur saja, aku merasa hatiku berdebar bahagia setiap kali ia berteriak dan memanggil namaku seperti itu. Di dunia ini, hanya Kang Maroo yang dapat membuatku lebih mencintainya bahkan saat ia sedang marah.

"Ijinkan aku menjadi suami yang baik!" Maroo mengucapkan kalimat itu. Aku tak berkutik dan menurutinya.

Ia berjalan pelan menuju RuKo yang kusewa, tempat dimana mahligai pernikahan kami berpijar setahun belakangan ini. Kusandarkan kepalaku di atas pundaknya dengan kedua tangan melingkari lehernya. Tas dokternya berayun-ayun di genggamanku.

Rasanya sangat nyaman, ketakutan yang 10 menit lalu menyergapku kini lenyap entah kemana. Pikiran buruk tentang si pria asing kurang ajar menghilang begitu saja.

Kami sampai di depan pintu rumah. Maroo menurunkanku dari gendongannya lantas membuka kunci pintu dan memapahku masuk. Ia membantuku duduk di tepi ranjang.

NICE GUY FanFic 'After and Before' || Chaeki FFTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang