Chapter 36 - Kegilaan Fandi

105 4 0
                                    

Bruk!

Asti sangat terkejut saat Fandi menutup pintu mobilnya. Sepertinya baru saja terjadi perang dunia dua antara laki-laki itu dengan Mbak Elsa, pikirnya sambil memandangi mobil Fandi melaju pergi.

"Sial! Ngapain juga aku menemui Elsa? Bikin kesal saja!"

Fandi merutuki dirinya sambil mengemudikan mobil. Hatinya sangat kesal karena sikap Elsa yang menjengkelkan itu.

Sebaiknya dia kembali saja ke unit apartemen. Dia butuh sesuatu yang bisa mengembalikan moodnya lagi. Maka nomor Laras yang kemudian di hubungi.

*

Laras sedang menjemur cucian di pelataran bagian belakang rumah. Hidup jauh dari tetangga membuatnya merasa lebih nyaman.

Suara ponsel berdering menyambangi indra pendengaran Laras. Siapa yang menelepon pagi-pagi begini?

Segera diraihnya keranjang cucian, lantas ia berjalan menuju pintu belakang rumah.

Ponsel rahasianya berada di dalam tas yang tergantung di belakang pintu kamar. Langkah Laras semakin cepat mengikuti sumber suara ponselnya.

Mas Fandi?

Dia sedikit heran saat melihat ID si pemanggil yang terpampang di layar ponselnya. Mau apa laki-laki itu menelepon?

"Halo, Mas Fandi."

Suara lembut itu langsung meredakan amarah yang sedang bergemuruh di dada Fandi. Dia pun tersenyum mendengar suara Laras.

"Laras, aku butuh kamu. Tolong temui aku di apartemen jam dua sore, ya?"

Fandi bicara sambil mengemudikan mobilnya. Tangan kirinya memegang ponsel di dekat telinga. Moodnya langsung kembali baik setelah mendengar kesediaan Laras.

"Sampai jumpa di apartemen, Mas Fandi."

Fuuh ...

Laras menurunkan ponsel dalam genggaman. Dihela nafas dalam-dalam olehnya.

Kontrak selama satu bulan bukan waktu yang cepat bagi Laras. Kapan pun Fandi membutuhkan, dia harus segera datang pada laki-laki itu.

"Mas Jarwo, tolong jemput saya jam setengah dua, ya?"

["Oke, Mbak Laras!"]

Laras mengangguk. Setelah menelepon Jarwo, ia segera pergi ke kamar untuk bersiap-siap.

Sementara itu di lokasi kontruksi tempat Bagas bekerja.

"Jadi, kamu mau pulang ke Solo terus menetap di sana, Gas?"

Bagas cuma terdiam mendengar pertanyaan dari rekannya, Basuki. Jam istirahat nyaris habis. Mereka sedang duduk di warung sambil menikmati secangkir kopi dan sebatang rokok.

Bagas bingung. Ayahnya menelepon dan mengatakan jika ibunya saat ini sedang sakit keras. Sang ayah memintanya untuk pulang.

Bagas sendiri sebenarnya sangat rindu kepada orang tua dan kampung halamannya itu. Dia ingin sekali bisa kembali ke Solo.

Namun, pesan sang ayah dalam percakapan telepon tadi pagi membuat hati Bagas dipenuhi rasa gelisah.

'Datanglah, Bagas. Kasihan ibumu. Datanglah seorang diri. Jangan membawa perempuan itu ke sini. Aku tidak sudi melihatnya.'

Pak Handoko hanya meminta Bagas yang pulang ke Solo. Tidak dengan istrinya, Laras. Rupanya sang ayah masih tidak sudi mengakui pernikahan mereka.

"Hei, ayo bantu!"

Suara teriakan itu mengejutkan Bagas yang sedang termenung.

Basuki segera menepuk bahu laki-laki itu. Lantas mereka segera bangkit dan berjalan menuju para buruh yang sedang menurunkan barang.

ISTRIKU TERJEBAK OPEN BO Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang