Chapter 60. Transaksi Dengan Bapak Mertua

186 6 1
                                    

Pagi yang dingin.

Laras tampak sedang duduk menghadap meja rias di depannya. Subuh tadi Frans sudah mengirim pesan, jika dia harus melakukan transaksi pagi ini.

Tadinya Laras berpikir untuk berhenti dengan pekerjaan kotor itu. Namun, kini Bagas sudah tiada. Hidupnya pun tidaklah berarti lagi.

Pun bila dirinya berhenti menjadi perempuan panggilan, apa masih ada orang yang akan percaya padanya lagi?

Laras putus asa. Dia bimbang untuk menentukan jalan hidupnya setelah kepergian Bagas.

Sementara itu, lelaki yang sedang bergelung di dalam selimut mulai terjaga.
Fandi terkejut saat meraba kasur di sampingnya yang sudah kosong.

Laras?

Segera lelaki itu membuka matanya. Dilihatnya punggung seorang perempuan yang sedang duduk menghadap meja rias. Laras sudah berdandan sepagi ini?
Mau kemana dia?

Segera disingkap selimut yang menutupi sebagian tubuhnya. Dengan hanya mengenakan celana boxer saja, Fandi segera menghampiri Laras.

Sentuhan hangat di kedua bahu disertai kecupan di pipi membuatnya sedikit terkejut. Laras segera menoleh ke samping meski tidak berhasil menggapai wajah lelaki di belakangnya.

"Pagi," bisik Fandi.

Laras tersenyum tipis. Matanya menatap pada pantulan siluet seorang laki-laki pada cermin di hadapannya.

"Mas Fandi sudah bangun?"

Lelaki itu mengangguk, lantas dia membantu Laras berdiri dengan memegang kedua bahu perempuan itu. Kini mereka saling berhadapan.

"Kamu mau kemana? Kok sudah bersolek pagi-pagi begini?" tanya Fandi. Matanya tidak luput dari sosok perempuan cantik di hadapannya itu.

Laras tersenyum. "Aku ada transaksi pagi ini."

Fandi terkejut. "Transaksi? Bukankah kontrak kita belum selesai?"

Laras melihat ada kemarahan di manik hitam laki-laki itu. Namun dia menanggapi dengan senyuman. Maka dengan perlahan, ditepisnya lengan Fandi dari bahunya.

"Kontrak kita memang belum selesai. Namun, apa Mas Fandi tidak membaca lampiran kontrak yang Mas tanda tangani betul-betul? Di situ tertulis jelas dengan tinta hitam, transaksi boleh dilakukan meski kita terikat kontrak. Kecuali Mas membeli ku dengan harga yang diminta oleh Mas Frans."

Fandi tercengang.

Lelaki itu membuang pandangan dari tatapan Laras untuk beberapa saat. Tangannya mengepal kuat dan dadanya terasa sesak.

Jadi, uang ratusan juta dan kontrak selama satu bulan itu masih belum cukup untuk menyumpal mulut si Frans?
Dia sangat kesal!

Melihat kemarahan di wajah Fandi, Laras cuma tersenyum getir. Perempuan itu segera mundur dan menolehkan kepalanya.

"Maaf, Mas Fandi. Aku harus pergi."

Fandi menoleh ke arah Laras yang sedang meraih tasnya dari sofa. Perlahan langkah perempuan itu menjauh darinya.

Frans, lelaki itu benar-benar biadab! Tidak semestinya dia menyuruh Laras melakukan transaksi dengan klien lain, sementara dia sudah mengirim banyak uang padanya. Ini jelas penipuan!

"Silakan, Mbak Laras."

Perempuan itu cuma mengangguk dan segera masuk ke mobil saat Jarwo membukakan pintunya.

Dari tepi garis jendela kamar, Fandi memandangi kepergian mobil putih yang membawa Laras pergi. Tangannya mengepal kuat dalam luapan emosi.

Aura percintaan panas mereka tadi malam masih menguar seisi kamar ini. Namun kenapa Laras harus pergi dan memberikan tubuhnya pada lelaki lain?

OPEN BO Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang