Chapter 42 - Nekat Transaksi

386 4 1
                                        

Pabrik kopi milik Pak Handoko pukul dua sore.

Bagas mengikuti langkah Pak Handoko yang sedang berjalan di sekitar para pekerja di bagian produksi.

Pak Handoko juga menjelaskan banyak pada Bagas. Termasuk cara memproduksi kopi yang berkualitas bagus sehingga laris di pasaran.

"Kopi Sejagad ini sudah beredar di beberapa kota. Bahkan ada juga di luar pulau. Kalo kamu yang mengurus perusahaan kopi kita ini, Bapak yakin bisa sampai ke luar negeri!"

Pak Handoko tertawa kecil sambil menepuk bahu Bagas usai bicara seperti itu pada anaknya.

Dia sudah semakin tua. Sudah saatnya Bagas sebagai penerus yang harus mengurus perusahaan, pabrik-pabrik dan perkebunan mereka.

Bagas tersenyum. "Masih banyak yang harus aku persiapkan. Untuk saat ini, aku belum bisa dikatakan layak untuk memikul tanggung jawab besar yang Bapak berikan."

Pak Handoko manggut-manggut. "Kamu kelamaan mikir. Tapi Bapak hargai keputusan dan prinsip kamu itu."

Bagas mengangguk. Pak Handoko kembali mengajaknya berjalan-jalan lagi ke sekitar pabrik. Mereka berbincang banyak.

Sementara itu di kafe, Fandi memesan minuman dan makanan ringan untuk menemani obrolannya dengan Laras. Tidak banyak yang mereka bicarakan. Tak lama, Fandi dan Laras pun meninggalkan kafe itu.

Dari dalam mobil seorang lelaki mengambil gambar Fandi dan Laras menggunakan sebuah kamera. Bibirnya menyeringai tipis setelah mendapat foto yang bagus.

"Jadi, untuk seorang perempuan Fandi pergi ke Solo?"

"Seperti yang Pak Wirya lihat, sepertinya Mas Fandi ada hubungan spesial dengan perempuan itu."

Pak Wirya menancapkan kedua tangannya ke masing-masing tepi meja. Matanya dipejamkan lalu kepalanya menggeleng.

"Saya nggak peduli. Tapi jangan sampai keluarga Elsa tahu tentang ini," ucapnya kemudian.

Lelaki yang sedang duduk di depan meja Pak Wirya segera mengangguk. "Rahasia aman terkendali. Pak Wirya tenang saja."

Pak Wirya manggut-manggut. Kemudian dia segera mengibaskan tangannya, meminta lelaki itu segera meninggalkan ruang kerjanya.

Sang fotografer bergegas pergi setelah diberi upah oleh sekretaris Pak Wirya.

Mata Pak Wirya memandangi beberapa lembar foto yang berserakan di tengah mejanya. Diambilnya satu lembar foto itu. Dia menatapnya dalam-dalam.

"Kamu cari tahu siapa perempuan dalam foto ini. Saya mau tahu secepatnya!"

Usai menghubungi seseorang lewat sambungan ponselnya, Pak Wirya segera melempar selembar foto di tangannya. Dia termenung kemudian.

Fandi benar-benar gila! Bisa-bisanya anak itu mau mencoreng arang ke mukanya.

Semestinya Fandi sedang fokus mengurus hari pernikahannya dengan Elsa. Tapi dia malah sibuk dengan perempuan lain. Pak Wirya sangat kesal pada anaknya itu.

Sejak istrinya meninggal, dia harus menduda dan mengurus Fandi seorang diri. Pak Wirya sangat bangga setelah sang putra lulus dan dapat gelar insinyur muda.

Pun setelah kabar pernikahan yang datang dari keluarga Pak Danu. Dia pikir sudah saatnya Fandi untuk menikah. Dan Elsa perempuan yang tepat untuk putranya itu.

Namun apa yang sedang anak itu lakukan?

Keluarga Elsa tidak mungkin mau menerima pernikahan ini jika sampai tahu apa yang sedang Fandi lakukan di Solo.

Dasar anak bodoh!

***

Fandi mengemudikan mobilnya menuju sebuah hotel. Ekor matanya melirik ke arah Laras. Bibirnya menyeringai tipis.

OPEN BO Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang