Chapter 12. Aku Capek Mas

354 5 0
                                    

Pagi telah tiba. Laras dibuat terkejut saat mendapati kasur di sampingnya yang sudah kosong. Kemana Mas Bagas? Apa dia sudah berangkat bekerja?

Masih dengan kesadaran yang belum pulih benar, Laras segera menyingkap selimut tebal yang menutupi sebagian tubuh. Lantas ia beringsut dari ranjang.

Di mana Mas Bagas?

Langkah kecil itu terayun menuju kamar mandi. Mungkin dia bisa melihat punggung suaminya di sana, karena tidak mungkin jam segini Mas Bagas sudah berangkat bekerja. Bahkan kumandang adzan subuh saja belum terdengar.

Sepasang mata Laras memindai ke sekitar lalu fokus ke pintu kaca kamar mandi. Namun, aroma lezat nasi goreng dari arah dapur membuyarkan rasa gelisahnya.

"Mas Bagas?"

Laki-laki yang sedang berdiri menghadap meja makan di dapur dibuat menoleh saat ia memanggilnya.

Bagas menyambutnya dengan menyematkan senyum manis di wajahnya yang tampan.

"Laras, kamu sudah bangun?"

Laras belum menjawab. Matanya melihat ke arah meja makan. Dua piring nasi goreng sudah tersaji di sana. Aromanya sangat lezat seiring asap samar yang masih mengepul.

"Mas Bagas sedang apa?" tanyanya seraya mendekat ke arah laki-laki berkemeja hitam yang masih memasang senyum untuknya.

Bagas menoleh ke arah dua piring nasi goreng, lantas tersenyum pada Laras.

"Mas sengaja bangun pagi-pagi untuk membuatkan sarapan buat kamu. Semalam kamu mengigau terus. Pasti kamu kelelahan sekali. Mas nggak tega bangunkan kamu."

Laras tersenyum pahit mendengarnya.

Suaminya rela bangun pagi dan membuatkan sarapan. Bagas pikir dia kelelahan karena bekerja sebagai buruh cuci dan gosok dari rumah ke rumah. Nyatanya dia kelelahan setelah melayani klien yang hiper seks!

Laras sungguh tidak tega sudah membohongi Bagas. Namun ia tidak mau suaminya itu sampai mengetahui pekerjaan kotornya. Rapat-rapat dia harus menutup kecurigaan Bagas.

"Kok malah bengong? Ayo duduk, kita sarapan bareng."

Laras cuma mengangguk saat Bagas menarik kursi dan mempersilakan dia untuk duduk. Laki-laki itu sangat baik. Ya, Bagas memperlakukan dia teramat baik.

"Enak nggak nasi gorengnya? Mas baru belajar, loh!" goda Bagas disertai senyuman manis.

Laras tersenyum sambil mengunyah mendengar ucapan suaminya. "Enak, Mas! Kamu belajar masak di mana?"

Bagas tersenyum puas. "Belajar sendiri."

Laras manggut-manggut. Nasi goreng buatan Bagas memang enak. Dia tidak bohong.

Sungguh beruntung sekali dirinya memiliki suami seperti Bagas. Sudah ganteng, baik, romantis, bertanggung jawab, pintar masak juga. Laras sangat bersyukur.

"Sebagai istri, kamu sudah bisa membantu Mas cari uang. Dan bukankah sebagai suami, Mas juga harus bisa masak? Ya, biar sama-sama saling meringankan tugas masing-masing. Mas nggak mau kamu kelelahan."

Mendengar penuturan Bagas, Laras jadi tersentuh. Dilepaskan sendok dan garpu di tangannya, lantas diraihnya jemari sang suami di atas meja. Ia menatapnya dalam-dalam.

"Mas, kamu itu laki-laki yang sangat baik. Laki-laki yang diimpikan banyak perempuan. Aku merasa sangat bahagia dan merasa sangat beruntung karena kamu memilihku sebagai istrimu."

Bagas tersenyum mendengarnya. Digenggam jemari laras, ia menanggapi, "Tidak ada yang sempurna di dunia ini, Laras. Mas cuma ingin menjalankan kewajiban Mas sebagai suami. Walaupun Mas masih belum bisa membuat kamu bahagia, Mas akan berusaha."

OPEN BO Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang