Extra Part - Kenangan Laras

121 6 7
                                    

Musim hujan di bulan Juni tahun 2011.

Angin bertiup kencang menjelang sore. Gerimis mulai turun di tengah langit yang terus saja mendung. Satu tahun sudah berlalu pasca insiden kecelakaan yang merenggut nyawa Laras. Sudah saatnya Bagas menata hidupnya lagi. Tanpa Laras.

Pengemudi mobil yang menabrak Laras juga sudah menjalani proses hukum di Lapas Pusat, Jakarta. Pelakunya tidak lain adalah Aryo. Rupanya lelaki itu sudah dibayar oleh Pak Wirya untuk menghabisi Laras dan juga Bagas.

Lagi, rencana jahat Pak Wirya gagal lagi. Akhirnya pebisnis itu harus menghabiskan hari tuanya di balik jeruji besi. Hukuman seumur hidup itu rasanya masih belum cukup untuk membayar semua kejahatannya.

Hari ini pada tanggal 20 Juni. Jatuh di hari selasa dan bertepatan dengan hari jadi Laras yang ke 25 tahun. Bagas mengunci pintu rumahnya. Lelaki itu berjalan menuju motornya yang sudah menunggu di pelataran.

Sebelum ia melajukan motor, Bagas melirik ke arah rumahnya. Dilihatnya Laras yang sedang berdiri di depan teras sambil melempar senyum termanisnya.

"Hati-hati di jalan, Mas Bagas!" Ia melambaikan tangan.

Bagas menyeka bulir bening yang berjatuhan di pipinya. "Selamat tinggal, Laras ..."

Motor pun segera melaju meninggalkan rumah yang penuh kenangan itu. Meski berat, ia harus mengambil keputusan ini. Hidup tak boleh berhenti hanya karena kehilangan seseorang.

Dengan tetap menyimpan kenangan Laras di dalam hati, Bagas ingin melanjutkan hidupnya dan kembali ke kota asalnya, Solo. Bapaknya yang memangil ia untuk menjalankan perusahaan keluarga.

"Laras!"

"Laras, kamu tidak boleh mati!"

"Laras!"

Seorang pasien rumah sakit jiwa terus berteriak histeris sambil berlarian dan menjambak rambutnya yang sudah gondrong. Sesekali ia juga tertawa dan bicara sendiri seolah sedang mengobrol dengan seseorang.

Dari balik jeruji besi, Bagas memperhatikan pasien itu. "Sejak kapan dia seperti itu?" tanyanya pada seorang petugas rumah sakit yang sedang berdiri di sampingnya.

"Pak Fandi sudah seperti itu sejak pihak kepolisian membawanya kesini," jawab petugas.

Bagas menarik nafas dalam-dalam. Fandi mengalami gangguan mental sejak Laras meninggal. Lelaki itu juga sempat ditahan sekitar lima bulan. Namun karena kondisi kejiwaannya yang semakin parah akhirnya pihak kepolisian memindahkan dia ke rumah sakit jiwa ini.

'Laras, datanglah padaku. Aku menunggu kamu di unit apartemenku.'

Dipejamkan kedua mata oleh Bagas. Tangannya mengepal kuat-kuat. Sedang emosi bergemuruh di dada mengingat berapa banyak lelaki biadab itu menyentuh tubuh Laras.

Sejak kapan dan mulai dari mana, Bagas tidak tahu. Yang pasti hatinya sangat sakit jika membaca semua pesan yang Fandi kirimkan kepada Laras.

Sambil berdiri di tepi sebuah danau, Bagas memandangi benda pipih dalam genggaman. Itu ponsel rahasia milik Laras. Sesak tiada tara perasaan Bagas setelah membuka semua rahasia di dalam ponsel itu.

'Kalau saja kamu meninggalkan Mas dengan laki-laki lain, mungkin Mas lebih memilih mati saja daripada nangis atau minggat,'

'Laras cuma cinta sama Mas Bagas. Laras janji tidak akan meninggalkan Mas.'

'Mas percaya sama kamu, Laras ...'

Dihela nafas panjang oleh Bagas. Tidak mudah baginya untuk melupakan semua tentang Laras.

Hanya saja yang ia sesali, kenapa Laras begitu bodohnya mau saja dijebak dan dimanfaatkan oleh Frans. Juga Fandi yang sudah terobsesi terhadap Laras dan sangat jauh menguasai hidupnya.

ISTRIKU TERJEBAK OPEN BO Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang