Chapter 72. Pembalasan Pak Wirya

133 6 0
                                    

Brak!

Baron menapakkan satu kakinya pada meja yang berada di depan Pak Wirya. Telunjuknya mengangkat dagu lelaki paruh baya yang terikat di kursi. Bibirnya menyeringai tipis saat mata lelah Pak Wirya terangkat ke wajahnya.

"Blegedes! Kenapa kalian malah menculik saya?!" berang Pak Wirya dengan marah.

Baron tersenyum. "Karena lu nggak kasih gue uang muka. Malah tuh cewek yang kasih gue duit 50 juta buat kirim lu ke rumah sakit," desisnya.

Pak Wirya tercengang.

Sial!

Jadi Elsa yang mengirim para preman itu untuk menculik dan memukulinya semalam suntuk. Kini tubuhnya terasa sakit semua. Dia butuh penanganan medis sesegera mungkin.

Melihat Pak Wirya menatap, Baron bicara lagi, "Gue bisa aja lepasin lu tapi ada syaratnya."

"Syarat?" Pak Wirya menyipitkan mata.

Baron mengangguk. "Kalo lu bisa bayar gue lebih dari yang Elsa kasih, maka lu bakal gue lepasin sekarang juga," desisnya ke wajah lelaki paruh baya di hadapannya.

Pak Wirya tercengang.

Hari berikutnya di kediaman Bagas. Laras sedang berjalan bersisian dengan Purwanti. Sang ibu mertua mau pamit untuk kembali ke kota Solo. Laras ingin mengantarkan Purwanti sampai ke mobil.

"Laras, Ibu bakal kangen sama kamu dan Bagas. Jangan pikirkan Bapak, datanglah ke rumah di Solo," ujar Purwanti seraya mengusap lengan Laras.

Laras tersenyum lalu menoleh ke arah Bagas yang juga berdiri di sampingnya.

"Kami pasti akan datang lagi, Bu." Bagas yang menjawab.

Purwanti tersenyum senang mendengarnya. Diusap pipi licin Laras sebelum dia memasuki mobil.

Bagas dan Laras melambaikan tangan mereka melepas kepergian mobil yang membawa Purwanti.

"Mas juga mau pamit berangkat kerja," ujar Bagas setelah mobil yang membawa ibunya tidak terlihat lagi.

Laras mengangguk. "Hati-hati, Mas."

Setelah keberangkatan Bagas, Laras segera masuk rumah dan bersiap-siap. Dia harus ke kantor Frans sekarang.

*

"Selamat pagi! Apa benar ini kediaman Pak Danu?"

Bu Retno yang sedang menyiram tanaman hias di pelataran rumah dibuat terkejut saat ada mobil polisi yang menepi di depan pintu gerbang rumahnya.

Terlebih setelah tiga orang petugas masuk ke pelataran lalu menanyakan suaminya.

"Betul, Pak. Ada perlu apa, ya?" katanya keheranan.

Perwira polisi yang berdiri di paling depan menoleh ke arah dua rekannya. Kemudian dia kembali menatap perempuan paruh baya di depan mereka.

"Pak Danu terlibat kasus atas hilangnya Pak Wirya. Kami dapat laporan dari anaknya Pak Wirya tadi malam. Sekarang kami mau menjemput Pak Danu untuk dimintai keterangan."

"Apa?"

Bu Retno sangat terkejut setelah mendengar penuturan petugas polisi itu. Dia nyaris jantungan. Namun Jamal yang kebetulan melintas segera menghampiri mereka.

"Bu Retno!"

Perempuan paruh baya itu menoleh ke arah lelaki yang menopang punggungnya dari arah belakang. Jamal menatapnya cemas. Kemudian dia menoleh ke arah para petugas polisi yang masih berdiri di sekitar.

"Ada apa ini, Pak?"

"Kami mau menjemput Pak Danu."

Jamal tercengang.

OPEN BO Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang