18. pertemuan kilat

823 47 11
                                    

Jadwal update di WP hari : Minggu, Rabu, dan Jum'at

Kalo mau tau kelanjutannya terlebih dahulu, bisa baca di 'Nih Buat Jajan' dan KaryaKarsa. Di sana update tiap hari dan sudah update hingga bab 39.

***

Tatapan mereka sempat saling bertemu pandang, tapi Shawn memilih untuk mengabaikan wanita yang pernah menjadi dosennya. Dan dia memilih untuk memasuki sebuah gedung yang jika ditilik lagi, itu adalah club hits yang menjadi tempat para dewasa muda berkumpul untuk bersenang-senang.

Sedangkan Leonora hanya menghela nafas, kepalanya tertunduk sesaat dan tak ingin membuang banyak waktu di sana. Tak ada yang perlu dilakukan sebab dirinya dan Shawn bahkan tak terlibat pembicaraan yang bisa saja memancing keributan di antara mereka.

Langkah yang lunglai sebab tungkai kakinya sudah terlalu lemah untuk menopang bobot tubuhnya sendiri. Leonora berulang kali menarik nafas panjang lalu menghembuskannya. Kentara jelas jika yang tersisa darinya hanya sebuah keputusasaan.

Ia melirik arloji yang melingkar di lengan kanannya, Leonora sempat memejamkan matanya sejenak dan berusaha untuk tenang. Tiga puluh menit dari sekarang, dia baru akan tiba di tempat tujuannya, apartemen yang berada di pusat kota.

Keuangan yang kacau dan suasana hati yang tak menentu lantas membuat Leonora tak bisa mengangkat pundaknya dengan tegap. Semakin lelah, semakin putus asa, akhirnya ia sampai di depan pintu unit apartemen yang menjadi tempatnya berlabuh.

Sepasang sepatu dilepas, saking malasnya ia, Leonora tak menaruhnya pada rak sepatu yang dipenuhi dengan berbagai jenis model. Sayangnya, sepatu-sepatu itu takkan digunakan jika dia tak berhasil menemukan pekerjaan baru. Beberapa pasang sepatu hanya akan berakhir sebagai sampah tak bermakna.

"Oh ...." Leonora mendongak dan tangannya berkacak pinggang.

Dengan jari lentik yang indah dan bekas kuku palsu yang masih menempel erat, Leonora berusaha menekan kesedihannya yang berupa bulir air di ekor matanya. Lelah dan sedih menjadi satu, sebenarnya tak ada cara lain selain menangis.

"Sudah cukup, kau tidak boleh meratapi takdir ini," cegah Leonora yang mulai keras terhadap dirinya sendiri.

Tak sanggup berdiri, Leonora yang terhuyung, akhirnya menyerah untuk berusaha tegar. Tubuhnya terjun bebas pada ranjang yang nyaman dan selalu memberikan kenyamanan. Matanya terpejam, lagi-lagi, Leonora tak ingin menumpahkan tangisnya.

Namun, lima belas menit Leonora berada dalam posisi seperti itu. Ia berusaha mengosongkan pikirannya, tapi apa daya, Leonora tak mampu. Dia harus meneruskan hidupnya dan hal utama yang harus dilakukan adalah mencari pekerjaan baru.

"Aku tidak akan bisa memikirkan hal itu jika berada dalam keadaan seburuk ini," cicit Leonora.

Ia bangkit walau punggungnya masih ingin berleha-leha di atas sprei lembut yang wangi, dan empuknya kasur yang menjadi bagian terfavorit dari unit apartemen ini.

"Aku harus mandi, bukan? Jika tidak, aku hanya akan berada dalam situasi yang kacau balau."

Hening, Leonora meraih handuk putih yang jika dikenakan hanya sebatas pahanya saja. Ia menyalakan shower, bulir-bulir kecil mulai membasahi tubuhnya. Kulit kepala yang semula berminyak, tersapu oleh air hangat yang menerpa. Rambut lepeknya juga mulai terlihat kembali segar.

KONSPIRASI CINTA DAN DENDAM (Mengandung Benih Mahasiswa Berandalan) 21++Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang