22. mual

920 40 2
                                    

Hampa, hanya itu yang Leonora bisa rasakan. Sesaknya mulai mereda sekalipun dia masih harus berusaha lebih keras untuk menarik nafas panjang. Pilu yang dirasa, cukup membuat dia kehilangan nafsu makan. Walaupun lapar, melihat sepotong roti sisa yang ada di dalam toples, sama sekali tak membuat Leonora tertarik mencicip. 

Ia menatap kosong pada langit-langit kamar yang berhadapan langsung dengannya. Tidak ada yang bisa dilakukan selain hanya merenung dan membiarkan air mata mengalir menerobos netra yang sebenarnya sudah berusaha ditahan. Tak ada ruangan seperti tadi, tapi kekosongan yang dirasakan membuatnya terus menangis. 

Ia benar-benar sudah kehilangan arah sebab tak tahu harus melakukan apa. Karena sekarang, tak hanya universitas yang memblacklist namanya tapi juga usaha kecil sekalipun. Leonora bingung, seberapa hebat keluarga Shawn sehingga bisa melacak pekerjaannya sekarang? 

"Yang jelas, aku tidak akan bisa melawan mereka," lirih Leonora. 

Melawan tak mampu tapi menyerah pun tak termasuk dalam tujuan. Ia takkan mundur hanya karena seluruh orang mengenalnya sebagai dosen yang melakukan hal senonoh terhadap mahasiswanya. Jika diperbolehkan, Leonora memilih kabur tapi melihat isi dompetnya pun dia tak bisa berbuat apa-apa. 

"Apa yang harus aku lakukan? Setidaknya berilah petunjuk kepadaku," mohon Leonora. Entah kepada siapa dia meminta, mungkin juga pada yang bertengger di bingkai jendela kamarnya. 

Tak hanya bingung karena tidak lagi memiliki pekerjaan, dia juga tidak yakin jika bisa bertahan hidup dan saat ini dia memikirkannya hingga tak sanggup lagi membayangkan hidupnya dalam beberapa hari kedepan. Dia seolah berada di ujung jalan buntu, tak bisa melanjutkan perjalanan tapi untuk kembali lagi pun dia sudah terlalu jauh. 

Ia hidup seorang diri, tak ada sesiapa yang bisa diminta bantuan. Karena sekalipun dia memiliki teman, namanya pasti sudah sangat buruk di mata para rekannya. Terlebih lagi, Leonora sadar jika di masa sekarang semua orang individualis dan takkan mau membantu tanpa ada balasan. 

Seluruh dunia menghakiminya tanpa mau mendengar penjelasan yang sebenarnya. Mereka hanya melihat dari satu sudut pandang, yakni Leonora sebagai pelaku dan dia telah bersalah. Seisi dunia menganggapnya sebagai dosen yang tak tahu malu, sedangkan Shawn yang justru memiliki banyak jejak buruk, tak ada yang menyimpan curiga padanya. 

"Akulah yang menjadi korban disini, tapi mengapa aku yang dihakimi? Aku dijebak, tolong dengarkan aku ...," rintih Leonora. 

Ia tak mampu menahannya lagi sehingga tangisnya semakin tidak bisa tertahan, padahal wajahnya sudah sangat memerah dan matanya yang indah itu sudah terlalu banyak menghabiskan air mata. Bahkan, kini dia dikelilingi dengan tisu yang basah dan berserakan bekas mengelap air mata. 

Tanpa mengganti pakaiannya dan tanpa beranjak sedikit pun dari tempat tidurnya bahkan tanpa ada makanan yang masuk dalam tubuhnya sejak pagi hingga malam hari, Leonora memilih untuk menikmati kehampaan yang menimpa. Sebab tak ada lagi yang bisa dilakukan hingga kemudian dia terlelap karena lelah setelah banyak menangis.

***

Terbangun setelah tidur panjang mungkin menjadi impian siapapun. Namun, jika keadaan yang dihadapi seperti Leonora, siapa yang masih menginginkannya? Karena sekalipun dia terlelap lebih awal, bayang-bayang buruknya hari kemarin masih menghantuinya hingga ke dalam alam bawah sadarnya. 

Ia terbiasa duduk dan melamun selama tiga menit untuk mengembalikan separuh nyawanya yang terasa seperti melayang. Kali ini, dia terbangun dengan kerongkongan yang tercekat hingga dengan tak sabaran meneguk air mineral yang disimpan dalam botol. 

Ia tahu, jika hidupnya terus berjalan. Sehingga Leonora tak ingin berhenti dan terdiam saja hari ini. Dia bergegas mempersiapkan diri dan berdandan walaupun lagi, lagi, wajahnya hanya akan dilapisi masker putih. 

KONSPIRASI CINTA DAN DENDAM (Mengandung Benih Mahasiswa Berandalan) 21++Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang