20. Take It or Leave It

608 57 9
                                        

20
Take It or Leave It

Playlist
Putus atau Terus - Judika

───

BAGAIMANA sebuah hubungan dapat dikatakan sempurna?

Apakah itu artinya sepasang kekasih ini harus serasi jika disandingkan? Atau mereka harus saling mengerti satu sama lain untuk bisa mencapai kesempurnaan itu? Atau mungkin memiliki komunikasi yang lancar seperti apa yang dikatakan orang-orang?

Apa definisi sebenarnya dari kesempurnaan?

Ira bertanya-tanya. Katanya memang tidak ada hal yang sempurna di dunia ini, dan Ira baru saja mengerti arti kalimat itu hari ini, di saat kehidupannya tidak berjalan selancar biasanya.

Di saat hubungannya terasa asing sampai-sampai dia hampir dibuat gila karenanya. Dalam hubungan pertamanya seumur hidup, baru kali ini dia merasakan kekosongan yang berarti.

"Dia udah kerja loh, Ra. Yakin? Nanti dibikin feeling lonely," sebuah kalimat yang pernah dia dengar dari seseorang satu tahun yang lalu sehari sebelum dia resmi menerima Mas Aryo sebagai pacarnya kembali berputar-putar menghantuinya tiap malam.

Rasanya seperti malu kalau diingat-ingat bagaimana dia dengan begitu yakin mengatakan bahwa hal itu tidak akan pernah terjadi di dalam hubungannya kelak yang malah kini terasa sangat nyata.

Tidak mudah untuk menerima fakta bahwa dia sebenarnya sekarang sedang merasa begitu sendirian di dalam hubungan yang seharusnya berjalan dua arah. Butuh waktu yang lama sampai akhirnya Ira meyakinkan diri sendiri bahwa ini adalah sebuah permasalahan pertama dalam hubungannya dengan Mas Aryo selama setahun belakangan.

Sebuah masalah yang sepertinya akan berdampak besar dalam keberlangsungan hubungannya dengan si dokter umum yang kini sudah menghilang eksistensinya kurang lebih satu bulan dari hidup Ira.

Entah apa yang membuat Mas Aryo sesibuk itu, tapi semua alasan yang diberikan semakin lama semakin terdengar tidak masuk akal bagi Ira.

Maka saat akhirnya Mas Aryo menyetujui ajakan Ira untuk bertemu, di saat itulah Ira kembali harus meyakinkan dirinya untuk sesuatu yang bahkan tidak pernah terlintas di otaknya sebelum ini.

"Gimana, Ra? Bulan bahasanya lancar kan?" tanya Mas Aryo membuka percakapan diantara mereka berdua yang sedang duduk berhadapan di warung soto langganan.

Ira tersenyum simpul tanpa mengalihkan pandangan dari semangkuk soto di hadapannya, "Lancar, itu event udah lewat dua minggu, by the way."

Dari ekor matanya, Ira bisa melihat pergerakan Mas Aryo yang terhenti. Ira juga masih merasa semangkuk soto ini lebih menarik untuk diperhatikan ketimbang apa pun yang lain.

"Maaf, Ra," suara yang meskipun lirih namun terdengar yakin itu terdengar.

Lagi-lagi Ira hanya bisa tersenyum tipis, namun kali ini secara perlahan dia mulai menatap kedua mata Mas Aryo yang juga tertuju kepadanya.

"Enggak papa," dan setelahnya mereka tenggelam dalam keheningan yang canggung.

Sama sekali tidak pernah Ira bayangkan bahwa akan pernah muncul kecanggungan  seperti ini diantara dia dan Mas Aryo.

Setelah selama kurang lebih satu tahun menjalin hubungan, ini adalah satu-satunya diam canggung yang mereka miliki.

Sejujurnya Ira tidak terlalu ambil pusing akan hal ini, berbeda dengan Mas Aryo yang kini merasa terlalu kaku bahkan hanya untuk mengangkat sumpit di jarinya.

Dia merasa sebagai pihak 'bersalah' di sini karena dengan penuh kesadaran datang menemui Ira selepas semua pengabaiannya terhadap sang pacar.

"Ra, ak—,"

"Aku ke kamar mandi," ucap Ira memotong perkataan Mas Aryo dan tanpa sepatah kata lanjutan dia pergi meninggalkan Mas Aryo yang hanya terdiam memandang kepergiannya.

Panggilan Mas Aryo tadi menggantung begitu saja di udara, lidahnya bahkan sekarang terasa kelu. Baru pada saat itu dia menyadari kalau kesalahan yang dia buat sudah terlalu besar bagi Ira.

Sampai Ira kembali ke tempat duduknya, yang dilakukan Mas Aryo hanya diam termenung memikirkan kata-kata apa yang kiranya tepat untuk dikatakan selanjutnya, namun ternyata h itu tidak berguna karena Ira-lah yang pada akhirnya membuka suara terlebih dahulu.

"Aku boleh minta break dulu enggak?"

Ira tiba-tiba datang dengan sebuah permintaan yang benar-benar jauh dari apa yang bisa Mas Aryo bayangkan sebelumnya.

"Ra?"

Kali ini, lagi-lagi Ira belum berani bicara sambil melihat lawan bicaranya, pandangannya tuurn ke jari-jarinya yang bertaut cemas di bawah meja, "Aku butuh waktu, aku yakin kamu juga sama kaya aku, butuh waktu. Kamu bahkan sampai enggak sempat nyisihin lima menit sehari buat ngabarin aku."

Mas Aryo mencoba untuk menetralkan napasnya yang sempat tercekat barusan, dia berusaha untuk menjadi super rasional sekarang.

"Ra, aku sadar sama situasi kita sekarang, tapi permintaan kamu untuk break itu cuma bakal bikin hubungan kita jadi rancu."

Ira terkekeh tipis, "Terus kamu maunya gimana? Mau diperjelas aja?"

Mas Aryo benar-benar menahan diri untuk tidak bereaksi terlalu kaget dengan semua sikap Ira yang tidak biasa hari ini.

Tidak pernah ada kalimat-kalimat sarkas, tidak pernah juga ada senyuman yang sangat asing itu.

"Aku minta maaf, Ra, tapi bisa enggak aku minta kamu untuk—,"

"Sabar? Lagi?" kata Ira memotong kalimat Mas Aryo.

Mas Aryo menghela napas panjang, "Ra, aku bener-bener enggak bisa minta hal lain kecuali itu sekarang. Aku sadar sama situasi kita saat ini, tapi aku juga enggak bisa berbuat apa-apa. Tuntutan pekerjaan aku lagi sangat berat, Ra."

"Sampe kapan? Kalau kamu bisa kasih aku kepastian sampai kapan aku harus sabar, I will. Tapi kalau enggak, ayo kita sama-sama realistis kalau kehidupan kita berdua udah terlalu sibuk. I also have no time to think about it anymore."

Mas Aryo benar-benar sudah kehilangan sisi dominannya, dia tidak berkutik karena sadar bahwa dia sudah terlalu lama menghilang dari kehidupan perempuan itu, "Maaf, Ra."

Ira tersenyum tipis sambil menggeleng, "Aku sama sekali enggak butuh maaf, aku cuma harus tahu dimana posisi aku di hidup kamu, bisa?"

Bukan Ira. Sungguh, ini bukan Ira yang dia kenal. Maka Mas Aryo menatap Ira dengan penuh heran.

"Ra, kayaknya hal ini enggak perlu dijelasin lagi, kamu tahu jawabannya. Aku cuma lagi hectic dan ini enggak bakal bertahan selamanya, aku harap kamu ngerti."

Pada akhirnya Mas Aryo merasa itulah kalimat terakhir yang bisa dia sampaikan yang sudah merangkum keseluruhan dari apa yang ingin dia sampaikan.

Pandangan mereka bertemu, sepasang mata kelelahan itu bertemu dengan sepasang lainnya yang terlihat dangkal.

Satu kedipan dan Mas Aryo tahu betul Ira sudah membuat keputusannya.

"Maaf kalau aku belum bisa ngertiin kamu, tapi aku serius soal penawaran aku. Take it or leave it."

Setidaknya dia sudah mencoba.

───

Holaa, kembali lagi bersama Nue kesayangan kalian hehe. Percayalah wahai manusia, feeling lonely padahal punya pacar tuh enggak enak banget!!! Tapi apakah menurut kalian Ira udah ngelakuin hal terbaik yang dia bisa?

Maaf ngaret sehari gusy. See yaaa!

- nue🌻✨

©2024
havanueorient

Gudeg 97Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang