17. Kembali?

816 98 31
                                    

Shenka melepas pegangannya dari  baju Kafka. Shenka memang tidak memeluk seperti biasa, hanya memegang kaos bagian pinggang cowok itu. Dia juga bicara hanya seperlunya. Kafka anggap karena mereka baru baikan, jadi Shenka butuh adaptasi untuk kembali seperti biasa.

Namun, setelah makan malam hal itu semakin terasa. Shenka seperti mematok jarak tertentu dengan Kafka.

"Mau makan buah nggak?" tawar Kafka saat Shenka terlihat hendak pergi ke kamarnya.

Cewek yang tengah melihat pada ponselnya itu menoleh. Dia pun mengangguk dengan ekspresi polosnya. Tanpa niat iblis terselubung seperti biasanya. Namun, itu justru yang membuat aneh.

"Ya udah, kamu tunggu depan TV."

Shenka mengangguk lagi lalu berjalan ke tempat yang Kafka maksud dengan patuh.

Shenka tersenyum, yang artinya dia memang sudah tidak marah padanya. Tapi tetap saja Kafka merasa ini terlalu beda.

Kafka menghela napas untuk membuang kebingungannya itu. Dia pun membuka kulkas, mengambil beberapa buah lalu memotong-motongnya.

Semangkuk besar potongan buah dengan 2 garpu pun Kafka bawa ke ruang tengah. Kafka duduk di samping Shenka dengan mangkuk itu sebagai pemisah di antara mereka.

"Makan dulu."

Meskipun TV di depan menyala, tapi Shenka terlihat fokus pada ponselnya. Kafka tak bermaksud mengintip, tapi itu seperti menu perpesanan.

"Iya."

Shenka menoleh sebentar untuk sekedar tidak salah memegang garpu. Matanya kembali fokus pada ponsel sementara tangannya bergerak menusuk buah asal.

Shenka memakannya, menusuk asal dan begitu seterusnya. Dia bahkan mungkin tak menyadari Kafka yang sedari tadi tak melepas sedikit pun perhatian dari dia.

Terdengar bunyi notifikasi. Shenka yang sepertinya tak ingin membuat lawannya menunggu, memilih menggigit garpunya lalu mengetik cepat dengan kedua ibu jarinya. Ada sedikit senyum dari matanya.

Kafka pun mengulurkan tangan untuk mengambil garpu yang Shenka gigit itu. Cewek itu pun menoleh pada Kafka.

"Oh, maaf."

Aneh kan Shenka sopan seperti itu?

"Mau aku suapin?" tawar Kafka.

"Hah?"

"Kamu kayaknya sibuk. Ini udah malem jadi ... oh atau kamu nggak perlu makan aja?"

Shenka berkedip-kedip beberapa saat. Sebelum akhirnya menyimpan ponsel di atas meja. "Oh, maaf. Harusnya aku nggak sibuk sendiri ya."

Shenka tersenyum kecil. Dia mengambil garpunya lalu makan dengan lahap.

"Kak Kafka suka anggur kan ya." Shenka menusuk buah itu lalu menyodorkannya ke arah Kafka. "Aaa ...."

Kafka pun menerima suapan itu. Lalu seharusnya setelah itu dia melihat senyum tengil Shenka. Namun, sekarang cewek itu tak membuat ekspresi lebih, dia malah kembali fokus memakan buah lagi.

Kafka merasakan kekosongan.

Ting!

Ponsel Shenka berbunyi, Kafka secara refleks menoleh. Dia tak maksud mengintip, tapi secara otomatis dia langsung bisa menangkap nama Satya di sana.

Kafka menarik kerah kaosnya. Padahal longgar, tapi Kafka merasa tercekik.

"Besok Satya jemput lagi?"

"Kak Kafka nggak mau bonceng aku?"

"Nggak, bukan gitu," sela Kafka cepat. "Maksudnya siapa tau kamu mau berangkat sama dia lagi."

"Sama Kak Kafka aja. Kasian Satya rumahnya kan lumayan jauh dari sini."

Hello SisterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang