Shenka mematut dirinya di depan cermin. Sebenarnya seragam bahkan rambut sudah tertata dengan baik, hanya saja dia masih berdiri di sana. Mencoba memupuk mental yang lumayan bercecer karena tingkah Kafka semalam. Shenka bahkan tidak terlalu bisa tidur.
"Lo bisa kesiangan, Shenka." Shenka menepuk-nepuk pipinya agar sadar. Semalam Kafka terlalu marah, makanya dia begitu. Setelah beberapa jam, mungkin sekarang Kafka sudah normal. Maksudnya dia hanya marah. Shenka merasa lebih baik jika Kafka begitu saja.
Setelah di pikir-pikir, Shenka belum mendengar suara Kafka. Biasanya cowok itu mengetuk pintu dan memanggil untuk sekolah. Apakah Shenka boleh mengatakan keabsenannya itu sebagai situasi aman?
Shenka menenteng tasnya. Tak langsung membuka lebar, Shenka hanya memberi celah agar dia bisa melihat keadaan di luar. Sepi, sama sekali tidak ada tanda kehidupan. Mengingat luka-luka semalam, mungkin Kafka butuh istirahat. Ya, sepertinya dia begitu.
"AAA!" Shenka menjerit kaget begitu dia keluar dari kamar dan mendapati Kafka yang bersandar pada tembok di samping pintunya--yang sebelumnya tidak terjangkau penglihatan Shenka.
Shenka hendak masuk kembali ke kamar, tapi Kafka cepat menutup pintu dan menahan handle-nya. Tak ada ekspresi khusus yang Kafka tunjukkan, mungkin karena terganggu oleh beberapa plester yang menempel di wajah. Cowok itu hanya menatap Shenka.
"Anak Bibi sakit, jadi hari ini dia nggak dateng," ucap Kafka.
"Kak Kafka kenapa diem-diem di depan kamar aku!"
"Bukanya biasa juga gitu?" balas Kafka enteng.
"'Kan biasanya ngetuk atau manggil," ucap Shenka dengan agak waswas. Pembawaan Kafka hari ini sangat berbeda. Tenang, dingin, dan terasa membahayakan.
"Dan bikin kamu nggak keluar-keluar?"
Shenka mengangkat dagu, mencoba terlihat tidak terpengaruh dan tetap berani. "Kenapa aku harus nggak keluar? Aku mau sekolah tuh."
Kafka sedikit memiringkan wajahnya. "Mungkin karena takut dikasih morning kiss?"
Mata Shenka melotot. Bias-bias kemerahan langsung muncul di kedua pipinya.
"Oh, atau mungkin nggak takut?"
Kafka maju selangkah yang membuat Shenka secara spontan mengulurkan tangannya untuk memberi pertahanan.
"ENGGAK! DIEM DI SITU!" pekiknya dengan mata yang melotot
"Aku nggak bakal kasar, kamu juga tau sendiri."
"KAK KAFKA!"
Wajah Shenka semakin memerah. Kafka terhanyut suasana karena itu mengingatkan dia pada momen dulu. Ekspresi Shenka sama persis seperti saat Kafka mencuri kecupannya untuk yang pertama. Raut menggemaskan yang membuat Kafka akhirnya tak bisa menahan diri dan benar-benar mencium cewek itu.
Shenka tak menolak. Mungkin terlalu kaget yang berlanjut terbawa suasana hingga tidak bisa melakukan apa-apa. Meski setelahnya 2 hari Shenka tidak bisa dihubungi, hingga Kafka cukup kebingungan dalam rasa bersalah.
Shenka bilang itu first kiss-nya. Melihat bagaimana respon Shenka sekarang, meski banyak kebohongan yang sudah dia lakukan di belakang, tapi untuk soal itu, sepertinya dia tidak berbohong.
Jadi, haruskah Kafka benar-benar memberikan dia morning kiss?
"Ayo, cari sarapan dulu." Kafka meraih pergelangan tangan Shenka lalu membawanya pergi. Sempat ada pertahanan, tapi akhirnya Kafka bisa membawanya keluar.
"Aku nggak laper, aku juga bisa berangkat sekolah sendiri."
"Ide bagus. Biar nggak ada aroma makanan yang ganggu. Apa langsung sekarang aja?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello Sister
Fiksi RemajaKetika cewek yang lagi disayang-sayangnya adalah anak dari suami nyokap lo. Mau benci, tapi masih cinta. Mau cinta, dia adek lo. *** Orang bilang kebucinan Kafka pada Shenka itu sudah pada tahap akut. Kafka tak masalah dicap lebay. Baginya Shenka a...