🌻Hira - Chapter [31]

158 25 26
                                    

Hai-hai semuanya, i'm back😋

Maaf ya lama hiatusnya 😔🙏

Btw, HAPPY READING^_^
_______________________

Btw, HAPPY READING^_^_______________________

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Brak!

"BUKA!" teriak Wulan, menggedor pintu toilet dari dalam.

"Aku gak tau nama kamu, tapi aku tau wajah sama kelas berapa kamu! Bukain pintunya, sebelum aku laporin ke Ibu Nyai!"

Wulan, masih berusaha menakut-nakuti santriwati itu dengan sebuah ancaman. Namun, ancaman itu sama sekali tidak membuat santriwati itu takut. Ia justru lebih takut pada Sandra dan antek-anteknya. Tidak hanya santriwati itu, melainkan juga santriwati lainnya. Ada banyak sekali santriwati yang takut pada Sandra, karena kekejamannya dan suka menindas orang yang lemah.

"Maaf, tapi... Ini perintah!"

"Perintah siapa cok?!" Wulan, tak habis pikir dengan santriwati aneh itu. Baru kali ini, seumur hidupnya, ia dijebak dan dikurung ditoilet.

"Nanti, kamu juga tau sendiri. Aku pergi dulu ya!"

Santriwati itu, berlari sejauh mungkin meninggalkan area toilet dan membiarkan Wulan tetap berada di dalam sana sendirian.

Disisi lain, Hira dengan napas tersenggal-senggal berlari menghampiri suaminya yang sedang serius berbicara dengan beberapa ustadz di depan mushola.

Melihat kedatangan istrinya, Fahlan pun menghentikan bicaranya dan pamit undur diri pada semua orang. Ia bergegas mendekati Hira yang sedang mengatur napasnya sambil memegangi perutnya.

"Sayang, kamu kenapa?" tanya Fahlan, khawatir. Ia sangat khawatir dengan kondisi istrinya saat ini. Apalagi Hira, yang sedang hamil muda.

"Kamu kenapa lari-lari sih sayang? Nanti kamu kenapa-napa. Kamu gak apa-apa kan?"

Hira, menggeleng. "Aku gak apa-apa, tapi Wulan dalam bahaya."

"Hem?" Fahlan, tak mengerti maksud perkataan istrinya barusan.

"Sekarang, Mas tolong selamatin Wulan di Toilet belakang. Wulan dikurung di sana. Dia bakalan dijahatin sama Sandra dan teman-temannya. Aku mohon Mas, tolong bantu Wulan," jelas Hira, sambil memohon kepada suaminya.

"Oke, nanti mas kesana. Sekarang Mas antar kamu pulang ke rumah, oke?"

Walaupun, terkejut mendengar penjelasan istrinya tentang penindasan dan kekerasan yang akan dilakukan peserta didiknya, namun kekhawatiran Fahlan sangat besar terhadap istri kecilnya itu. Ia tidak ingin, Hira dan calon anaknya kenapa-napa.

"Gak apa-apa, Mas. Aku bisa pulang sendiri. Sekarang, Mas tolongin Wulan aja. Sekalian hukum Sandra dan teman-temannya."

Bohong. Hira tidak pernah berpikir untuk pulang dan istrahat. Melainkan, ia punya maksud lain. Ia ingin menolong teman satunya lagi yang saat ini entah sedang mengalami kesusahan apa? Yang jelas saat ini, Hira akan berusaha membantu Difa, bagaimanapun caranya. Difa satu-satunya teman yang Hira punya, sebelum ia bertemu Wulan. Tidak mungkin ia akan meninggalkan Difa sendirian dalam ketakutan, seperti saat ini.

"Tapi sayang-"

"Udah. Aku gak apa-apa. Aku bisa sendiri." Hira, memotong perkataan Fahlan.

"Oke, oke. Mas pergi selamatin teman kamu, tapi kamu pulangnya hati-hati ya sayang. Kalau gak sanggup jalannya, tunggu Mas. Oke?"

Hira, hanya mengangkat ibu jarinya. Fahlan, anggap itu artinya iya. Ia pun bergegas pergi menuju toilet belakang. Begitu pula dengan Hira, yang kembali berlari menuju gerbang depan pesantren. Ia melihat sudah ada mobil taxi online yang sebelumnya ia pesan.

"Atas nama Hira, ya?" tanya sopir taxi online itu. Dan mendapatkan anggukan dari Hira, pertanda iya.

Hira, segera masuk kedalam mobil dan memberitahukan alamat yang dikirimkan oleh Difa. Ia memang tidak tau, di mana lokasi Difa saat ini, karena ia tidak sepenuhnya tau tentang kota. Ia juga tidak terlalu mengerti menggunakan google maps. Untungnya, sopir taxi itu sangat paham dan dengan mudahnya membawa Hira, pada lokasi Difa.

"Bapak yakin disini tempatnya?" tanya Hira, penuh keraguan.

Ia menatap tempat diskotek yang terlihat sangat ramai pengunjung yang keluar masuk gedung. Semua pakaian sexy serta aroma minuman keras yang mengguar kemana-mana, membuat Hira menutup hidungnya.

"Kalau menurut alamat yang Neng tunjukin ke saya tadi, iya benar, ini tempatnya."

Sejuta keraguan menghampirinya. Detak jantung yang mulanya sudah tak terkendali, Hira merasa detaknya semakin tak karuan.

"Gimana Neng, jadi gak masuknya?" tanya sopir.

"Pak, bisa tolongin saya gak?" tanya Hira, yang tiba-tiba mendapatkan sebuah ide.

"Tolong apa dulu nih? Soalnya kan, sekarang udah jam sembilan malem Neng. Ini juga sebenarnya udah lewat jam kerja saya," jelas sopir.

"Gini Pak, saya akan bayar dua kali lipat, atau mungkin tiga kali lipat dari ongkos saya."

"Terus?" imbuh si sopir.

"Saya minta tolong, Bapak temenin saya masuk kedalam buat cari teman saya. Ya Pak ya, please?"

"Waduh Neng, nanti dikira orang, saya mau macam-macam sama anak sekolahan kayak Neng. Gak Neng, Bapak rasa gak bisa," jawab sopir.

Ia benar-benar takut, jika harus menuruti keinginan Hira. Apalagi, tempat itu bukanlah tempat biasa, malainkan tempat yang sangat luar biasa buasnya.

"Saya mohon Pak, please..." Hira, memohon sambil menyatukan kedua telapak tangannya. "Saya yakin gak akan ada apa-apa kok, percaya deh. Pokoknya, kita fokus cari temen saya, terus pergi deh."

Sopir itu, menghela napas berat. "Ya sudah, saya bantu. Tapi, kalau sesuatu terjadi di dalam sana, saya gak tanggung jawab ya Neng? Kalaupun saya dijebak oleh orang-orang di dalam sana, saya harap, Neng bisa bantu saya."

"Iya, Pak. Saya pasti bantu."

Hira dan pria paruh baya itu baru saja melewati pintu masuk gedung diskotek. Hira, semakin menutupi hidungnya tebal-tebal menggunakan hijabnya. Aroma disekeliling mereka berdua, sangat tidak mengenakkan. Bau minuman keras ada dimana-mana. Hira dan pria itu pun semakin sulit berjalan ketika semakin memasuki gedung. Semua orang berdesak-desakan di dalam. Semuanya sibuk dengan urusan masing-masing. Ada yang sedang berjoget, sambil memegangi botolwiski ditangan mereka. Ada juga beberapa perempuan dan laki-laki yang sedang asik minum bersama berduaan di tempat duduk yang tersedia. Ada juga yang sedang pesta pora ramai-ramai minum bersama. Dan masih banyak lagi, aktivitas orang-orang lainnya.

"Kita, mau cari teman Neng di mana?" tanya sopir. "Sepertinya, bakalan susah nyarinya Neng."

"Apa, kita tanya orang-orang disini ya, Pak?" Alih-alih menjawab, Hira justru kembali melemparkan pertnyaan.

"Saya rasa susah Neng, kalau nanya sama orang-orang disini. Pasti diantara mereka gak ada yang tau." Pria paruh baya itu, juga sama seperti Hira. Ia telihat berpikir keras mencari cara untuk bisa menemukan teman Hira.

"Uhuy... Bapak hebat banget ya, dapet cewek manis yang masih lugu kayak gini."

Tiba-tiba, seorang pria membawa baki minuman, mencolek dagu Hira. Hira, yang terkejut, sontak kesal dan ingin memukul pria itu, namun ditahan oleh sopir. Pria paruh baya itu, memberikan isyarat untuk tidak melakukannya dan Hira pun menurutinya.

________________________
Bersambung...

Tentang Hira & JodohnyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang