🌻Hira - Chapter [18]

562 48 9
                                    

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Hai-hai semuanya, ketemu lagi :)

❗Jangan Lupa Vote dan komen

❗Tandai typo

HAPPY READING ^_^
__________________________________

HAPPY READING ^_^__________________________________

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

PART XVIII || MENGIDAM

Hira, mengerjapkan matanya berulang kali, berusaha mengembalikan pandangan yang terlibat kabur. Terlihat sekelebat bayangan orang-orang di hadapannya, namun ia belum bisa memastikan siapa mereka. Kepalanya masih pusing dan matanya belum melihat dengan jelas.

"Aku di mana?" batin Hira.

"Sayang, kamu sudah sadar?" suara Fahlan, terdengar jelas di telinga Hira, yang masih setengah sadar.

Setelah penglihatannya telah kembali, barulah dengan sangat jelas, ia melihat orang-orang di depannya. Di sana ada Fahlan, Ibu Nyai dan Fahri.

"Kenapa, Hira tidur di sini?" tanya Hira, mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan. Ruangan yang sangat familiar di ingatan semua orang, apalagi kalau bukan rumah sakit. Tidak ada orang, yang tidak tau tentang rumah sakit.

"Kemarin kamu pingsan nak." Ibu Nyai menjawab pertanyaan Hira.

Mendengar perkataan Ibu Nyai barusan, membuat Hira mencoba mengingat, apa yang terjadi terakhir kali pada diriny.

"Hh iya, kemarin aku merasa pusing banget, terus akhirnya lemas dan mataku mulai gelap," batin Hira, mengingat kejadian kemarin. Ia mengingatnya sangat jelas, di mana ia merasa sangat lemas di depan kloset kamar mandi dan seketika pandangannya menjadi gelap, dalam sekejap.

"Berapa lama, Hira pingsan?" tanyanya pada semua orang.

"Enam belas jam," jawab Fahlan.

"Apa? Enam belas jam?" Hira, sangat terkejut mendengar jawaban Fahlan. Matanya langsung beralih ke arah jam dinding dan terlihatlah jam sudah menunjukkan pukul delapan pagi.

"Hehe," tiba-tiba, Hira tersenyum dan tertawa sendiri.

"Astagfirullah, sayang, kamu kenapa?" tanya Fahlan, sangat khawatir sambil menggoyang-goyangkan tubuh Hira, pelan.

Sedangkan, Ibu Nyai sedang tersenyum melihat aksi keduanya. Tidak biasanya Hira tertawa. Baru kali ini, Ibu Nyai melihatnya. Melihat senyuman dan mendengar tawa kecil Hira, semakin membuat Ibu Nyai merasa bersalah dengan sikapnya terhadap Hira, sebelumnya.

"Hira, jadi ingat pertemuan ke tiga kita Mas," ucap Hira.

"Pertemuan ketiga?" tanya Ibu Nyai, serius. Ia terkejut mendengar ungkapan Hira, barusan.

Tentang Hira & JodohnyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang