-
-
-
-"Ci Shani, hati-hati!" Flora berteriak panik, menarik lengan Shani. Tetapi semuanya terjadi terlalu cepat. Salah satu penyerang mengayunkan tongkat besi ke arah kepala Shani. Refleks Shani membuatnya berhasil menangkis pukulan pertama dengan lengannya, namun rasa sakit menyebar di tulangnya, membuatnya terhuyung. Tanpa sempat berpikir, pukulan kedua datang, jauh lebih cepat.
"Duk!"
Tongkat itu menghantam pelipis Shani dengan keras. Dunia di sekitarnya mulai berputar, rasa sakit yang menusuk kepalanya membuatnya kehilangan keseimbangan. Suara Flora yang memanggil namanya terdengar jauh, teredam oleh dengungan di telinganya.
Shani berusaha tetap tegak, tetapi pandangannya semakin kabur. Cahaya lampu jalan di kejauhan tampak seperti kilatan yang memudar. Detak jantungnya berdentum keras di telinganya, seolah berusaha menahan kesadarannya yang mulai hilang.
"Flora... Dedel... " Shani mencoba memanggil, tapi suaranya hanya keluar sebagai bisikan lemah.
Semua terasa berhenti. Udara terasa berat, dan tubuhnya tak lagi menuruti perintah otaknya. Shani terjatuh, lututnya menyentuh tanah lebih dulu, disusul oleh tubuhnya yang ambruk dengan suara yang teredam. Nafasnya terengah-engah, mencoba meraih kembali kesadaran yang semakin hilang, tapi rasa berat di seluruh tubuhnya membuat segalanya terasa mustahil.
Rasa dingin mulai merayap perlahan di kulitnya. Dia sempat melihat Flora sekilas, berdiri beberapa meter darinya, namun pandangannya kabur. Tidak ada kepanikan di wajahnya, tidak ada usaha untuk melawan.
Firasat aneh mulai menyusup ke dalam pikiran Shani yang semakin kabur. Mengapa Flora tampak begitu tenang?
Namun, sebelum Shani dapat memahami apa yang terjadi, gelap sepenuhnya menyelimuti dirinya.
Flora, yang sebelumnya tampak cemas, memandang Shani yang tergeletak di tanah. Tatapannya berubah... bukan menjadi dingin atau kejam, hanya kosong. Hingga sebuah pukulan menghantam Flora di bagian belakang kepalanya, tetapi anehnya, pukulan itu tampak seperti diperlambat, atau mungkin hanya kurang keras dari seharusnya. Flora terjatuh ke tanah, tapi matanya masih terbuka samar, seolah masih setengah sadar. Dia melirik ke arah Shani yang tak bergerak, sebelum akhirnya membiarkan matanya terpejam.
Penyerang lainnya bergerak cepat, mengangkat tubuh Shani yang tak sadarkan diri, lalu Flora. Mereka membawa keduanya ke dalam kegelapan yang lebih dalam, meninggalkan tempat itu tanpa jejak. Sunyi. Tak ada tanda-tanda perlawanan.
*********************
Adel dan yang lain berhasil meloloskan diri dari jebakan di gudang, tetapi pikiran Adel kini dipenuhi kecemasan yang lebih besar. Dia berulang kali mencoba menghubungi Shani, tetapi panggilan itu tak tersambung.
"Ci.. angkat dong, dedel takut cici kenapa-kenapa. Kenapa firasatku ga baik gini ya," batin Adel.
Adel mengepalkan tangan, menendang tiang yang sudah hampir roboh. "Sial! Kita kena tipu."
KAMU SEDANG MEMBACA
I'M ADELIA
Fanfiction"Ciciii, mau kiss duluu," "Ini Ci, pake helmnya dulu. Sini, dedel pakein," "Ci, cici kerumah sakit sekarang ya ci" "Adel, Ci.. " Awalnya emang gajelas, tapi coba deh baca sampe selesai. Gabisa deskripsiin langsung baca aja. Disclaimer ini cuman ceri...