-
-
-
-Satu jam kemudian, Adel berdiri di depan sebuah bangunan tua dan kosong di pinggiran kota, tempat yang diberikan penculik melalui pesan singkat. Bayang-bayang malam menelan seluruh tempat itu, hanya diterangi oleh lampu redup di sudut-sudut jalan.
Sebuah getaran kecil di ponselnya menarik perhatian Adel. Pesan dari Rasya: "Lokasi terlacak, lo hati-hati, kita siap gerak kalau lo ngasih tanda."
Adel menatap ponsel sejenak, mengunci pandangannya pada bangunan di depannya. Tanpa ragu, dia memasukkan ponsel ke dalam jaket dan melangkah masuk, setiap langkahnya terasa berat oleh beban yang dia bawa.
Saat dia melangkah lebih dalam ke bangunan yang kosong, suara langkahnya menggema di sepanjang lorong gelap. Jantungnya berdebar lebih keras. Kegelapan menelan setiap sudut ruangan, dan hanya suara deru napasnya yang terdengar jelas.
Tiba-tiba, sebuah suara dingin memecah keheningan.
"Selamat datang, Adel."
Di depannya, beberapa orang bertopeng berdiri, dengan tubuh Shani dan Flora tergeletak di tengah ruangan, diikat dan terlihat tak sadarkan diri. Adel menahan napas, menatap kakaknya yang terkulai lemah di lantai. " Ci Shani... Flora..." bisiknya.
"Siapa lo sebenernya dan lo mau apa?" Adel menatap mereka tajam.
Salah satu wanita bertopeng itu tertawa kecil. "Kita mau lo."
Adel menatap wanita bertopeng itu dengan tatapan penuh kebencian. "Gue nggak peduli siapa lo atau apa yang lo mau. Lo nggak akan bisa nyentuh kakak gue atau temen gue!" Dengan gerakan cepat, dia melayangkan tendangan ke arah salah satu penyerang, mengenai perut wanita bertopeng itu dan membuatnya mundur beberapa langkah. Adel lalu melompat ke arah wanita bertopeng, mencoba merebut pisau yang ia genggam.
Namun, wanita itu cekatan. Dia mundur dengan lincah, lalu memanggil lebih banyak orang untuk menyerang Adel. "Kamu memang keras kepala. Tapi aku sudah bilang, kamu nggak ada pilihan. Serahkan dirimu atau kakakmu akan mati!"
Sementara itu, Shani yang masih setengah sadar membuka matanya, pandangannya buram tapi cukup jelas untuk melihat Adel sedang bertarung dengan beberapa orang bertopeng. "Dedel…" bisiknya lemah, mencoba memanggil adiknya.
Adel, meski melawan dengan gigih, mulai kehabisan tenaga. "Ci Shani, tahan! Dedel di sini!" teriaknya, tapi dia terlalu sibuk menghindari pukulan dan serangan dari berbagai arah.
Wanita bertopeng itu tampak tidak sabar. Dalam satu gerakan cepat, dia berjalan ke arah Shani yang masih terikat. Dengan kejam, dia mengarahkan pisaunya ke lengan Shani dan menggoresnya.
"Akhh.. Sshh.. " erang Shani saat pisau itu menggores lengannya.
"Ci Shani!" jerit Adel, amarahnya melonjak ketika darah kakaknya menetes ke lantai. Dia mencoba melawan lebih keras, tapi tubuhnya sudah mulai terasa lelah, gerakannya semakin lambat.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'M ADELIA
Fanfiction"Ciciii, mau kiss duluu," "Ini Ci, pake helmnya dulu. Sini, dedel pakein," "Ci, cici kerumah sakit sekarang ya ci" "Adel, Ci.. " Awalnya emang gajelas, tapi coba deh baca sampe selesai. Gabisa deskripsiin langsung baca aja. Disclaimer ini cuman ceri...