Aku tahu, dunia ini tak ada kata adil, tapi aku juga yakin jika diluaran sana pasti ada yang bisa mensyukuri kehadiranku.
.
.
.
Jika kalian ingin membuangku, aku terima, tapi jika sekarang kalian ingin kembali lagi, maaf aku sudah lelah dengan segal...
. . . “Bagaimana? Kau sudah menemukan Ryu, Isao?” Tanya Mahesa saat dirinya kini sedang duduk di kantin fakultas ditemani Isao Kei, dan Nala.
“Belum, bahkan orang suruhan tousanku saja tidak menemukan Ryu.” Ujar Isao sambil menghela nafasnya.
“Lalu sebenernya adikku kemana? Kenapa dia hanya meninggalkan secarik kertas tanpa dia memberi tahu tujuannya.” Ujar Nala lesu, sambil mengaduk minuman kesukaan sang adik.
“Jangan menyerah, Ryu pasti masih disekitar kita. Cuma kita harus lebih bersabar Nal.” Ujar Isao sambil menepuk pundak sahabatnya itu.
“Hes, lu udah nanya ke Felan?” Tanya Isao sambil menatap Mahes, dan Mahes hanya membalas dengan gelengan kepala.
Isao lagi lagi menghela nafasnya, “Kenapa ga lu tanya Felan? Siapa tau Felan tau Ryu dimana.” Ujar Isao sambil menyesap kopi Americanonya.
“Ryu ga ngizinin buat ngasih tau Felan kalau dia pergi, itu berarti kalau gue nanya ke Felan dimana Ryu, ya Felan juga ga akan tahu Sao.” Jawab Mahes sambil menghela nafas lelahnya.
Isao pun menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sama sekali, “kita buntu kalau kayak gini Hes, Nal. Apa ga sebaiknya kita lapor ke polisi kalau kita kehilangan Ryu?” Tanya Isao sambil menatap kedua sahabatnya.
“Awalnya gue juga mau laporan ke polisi, tapi bokap gue ngelarang Sa. Dan ya, gue tahu kenapa dia ngelarang, karena dia pasti takut jadi perkara buat dia.” Ujar Nala sendu.
“Haduuuuuh, gue ga habis pikir sama keluarga lu Nal. Mereka memanjakan Diersa, tapi membuang Ryu. Dan kenapa juga Diersa sifatnya kayak setan.” Ujar Isao sambil mengurut keningnya yang ikut memusing memikirkan semuanya.
“Kalau begini ya satu satunya jalan adalah merelakan Ryu pergi. Dan gue yakin kalau kita masih memiliki takdir untuk bertemu lagi sama Ryu, gimana pun caranya Ryu pasti bakal kembali ke kita Nal.”
“Dan saran gue, lebih baik lu berdua kasih tau keluakuan Diersa sama bokap, dan nyokap lu Nala. Kalau kita biarin Diersa gitu aja, dia ga akan pernah belajar akan suatu kesalahan, dan dia akan selalau semena mena.” Ujar Isao panjang lebar.
“Ya walau Ryu minta buat ga ngasih tahu kenyataannya ke nyokap lu, tapi kalau kedepannya dia semakin semena mena gimana Nal? Lu mau adek lu si Diersa semakin kacau? Semakin gila dengan tingkah tingkahnya?” Lanjut Isao sambil menatap tajam Nala, dan diberikan gelengan oleh Nala.
“Yaudah kalau ga mau ya jalannya itu, lu kasih tau bokap nyokap atas kelakuan Diersa, Nala.” Ujar Isao sambil menghabiskan makanannya.
“Ya udah, mending sekarang ayo balik ke kelas. Habis ini matkulnya mister killer.” Ujar Mahes sambil berdiri dan membereskan sisa makannya.
Dan setelah semua membereskan bekas makan masing masing, Isao, Nala, dan Mahes pun bergegas menuju kelas mereka.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sedangkan disisi lain, kini terlihat lima orang sedang berkumpul di warung mbak Sum. “Jadi gimana? Hari ini Ryu masih belum masuk sekolah juga Fel?” Tanya seseorang diantara kelimanya sambil menatap lekat ke arah Felan.
“Belum Daf, bahkan gue nanya ke Diersa aja tuh anak lempeng aja kagak jawab pertanyaan gue.” Ujar Felan sambil memainkan pulpennya.
“Kemana dia? Udah tiga hari juga dia ga ada kabar.” Ujar Dafi sambil menghela nafasnya.
Ya memang mereka berlima adalah sahabat Ryu, namun hanya Felan yang kini satu sekolah dengan Ryu. Sedangkan Dafi, Kalan, Raksa, dan Gara mereka mengambil sekolah menengah pertama negeri.
“Bahkan gue nanya ke bang Nala aja ga pernah dijawab kemana Ryu, kenapa Ryu ga pernah keliatan.” Ujar Kalan sambil meminum teh bubblenya.
“Gue curiga sih ada sesuatu yang membuat Ryu seakan menghilang. Dan gue bisa tebak, pasti lagi lagi ini karena ulah gilanya Diersa.” Ujar Raksa sambil bersandar dimotornya.
“Kayaknya bukan tebak tebakan lagi, tapi emang beneran ulah si iblis Diersa itu sih. Kalau ga gitu, ya mana mungkin Ryu menghilang, dan hal ini itu ga biasanya bukan?” Ujar Sagara sambil menggedikkan kedua bahunya.
“Bener apa kata Sagara, hal ini ga mungkin kalau si iblis Diersa itu ga ikut campur. Kita harus tanya ke bang Mahes, Fel. Hanya dia satu satunya yang belum kita tanya bukan?” Tanya Dafi sambil menatap Felan, dan diangguki oleh Felan.
“Ya udah kalau gitu, kita tunggu apa lagi? Kita langsung ke rumah Felan, kita tunggu abang lu balik dari kampus, setelah abang lu balik langsung kita tanya mengenai Ryu. Karena selain bang Nala, cuma bang Mahes yang deket sama Ryu, selain deket sama kita juga.” Ujar Dafi sambil menyalakan motornya.
Dan setelah itu mereka pun segera menuju rumah Felan, dengan 3 motor. Dan tentunya Felan dibonceng oleh Dafi, karena dirinya belum mendapatkan izin membawa kendaraan sendiri oleh abang tersayangnya.
Dan beruntungnya mereka sampai ketika Mahes dan Nala pun datang. Mahes yang melihat sang adik datang dengan sahabat sahabatnya pun terdiam kaku, dirinya seakan tahu apa yang membuat sahabat sahabat adiknya dan juga Ryu mendatangi dirinya.
“Masuk duluan Fel, abang masukin mobil dulu ke garasi. Ajak juga temen temenmu masuk.” Ujar Mahes sambil berusaha melunakkan mimik mukanya.
Setelah semuanya siap di ruang tamu, dan setelah Mahes berganti pakaian, kini semuanya berdiam di ruang tamu termasuk Nala.
“Apa yang membuat kalian semuanya kesini? Apa ada tugas sekolah? Tapi....
.... Kami kesini ingin mencari tahu tentang Ryu. Sudah tiga hari kita ga liat Ryu, dan Felan bilang Ryu ga masuk sekolah.” Potong Dafi to the point.
Sesaat semuanya terdiam sampai akhirnya Nala menghembuskan nafasnya berusaha menenangkan dirinya sendiri. “Seperti yang kalian tahu, Ryu menghilang. Dia pergi dari rumah, dan sekarang ntah ada dimana, aku pun masih mencari Ryu sampai saat ini.” Ujar Nala sambil menyunggingkan senyum mirisnya.
“Kenapa kalian ga ngasih tahu Felan dari kemarin? Apa karena Felan ga penting sampai nii-san ga kasih tau Felan?” Tanya Felan sambil menatap nyalang Mahes.
“Bukan kayak gitu, nii-san hanya berusaha menjalankan keinginan Ryu, yang Ryu sampaikan didalam suratnya.” Ujar Mahes sambil memberikan surat yang kala itu dia ambil dari kamar Ryu.
Dan sontak Raksa, Kalan, Dafi, Sagara, dan Felan pun membaca surat tersebut. Dan setelahnya menatap bingung ke arah Nala, dan juga Mahes. “Apa ini ada hubungannya dengan iblis cilik itu?” Ujar Raksa sambil menatap nyalang ke arah Nala.
“Sepertinya begitu. Jika kita berusaha memahami suratnya, dan melihat apa yang selalu terjadi kepada Ryu.” Jawab Nala dengan jujur.
Akhirnya Raksa, Kalan, Sagara, Dafi, dan Felan pun menghela nafasnya lelah. “Lebih baik secepatnya kalian jujur dengan keadaan yang telah terjadi, dan setelah itu kita cari Ryu. Semoga dia masih belum jauh perginya.” Ujar Dafi sambil meninggalkan semuanya.
Raksa, Kalan, Sagara tahu sebesar apa amarah yang sedang dipeluk oleh Dafi kali ini. Karena mereka tahu sesayang apa Dafi ke Ryu. Jadi mereka bertiga membiarkan Dafi menenangkan dirinya terlebih dahulu.