Kebahagiaan menyelimuti hati Aji malam ini, seolah ada sesuatu yang berdesir mengalir dalam nadinya, sebuah sensasi yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Dengan penuh gairah, Aji merangkul tubuh Ragil, jemarinya menyusuri lembut punggung yang hangat itu. Keringat yang menetes membasahi kulit mereka, sementara aroma maskulin memenuhi udara di ruangan, menciptakan suasana yang sangat intim dan mendalam.
Aji dengan lembut menepuk pantat Ragil, suaranya penuh harap, "Apakah kau tidak akan segera mencabut monster itu?"
Ragil hanya tersenyum nakal, "Tunggu sebentar, aku masih ingin menikmati jepitannya," ujarnya sambil bersandar manja di atas tubuh Aji.
"Apakah kamu tidak khawatir itu akan terjebak selamanya di dalam jika tidak segera kamu keluarkan?" Aji kembali menepuk pantat Ragil, namun kali ini ia bahkan meremas otot pantatnya yang kenyal dan bulat. "Rasanya hangat di dalam sini, aku takut dia akan kedinginan dan layu saat aku keluarkan," canda Ragil dengan nada menggoda.
"Apakah kamu mengira itu inkubator?" balas Aji dengan nada sinis.
Dengan perasaan yang berat, Ragil perlahan-lahan mengangkat tubuhnya dan menarik batang kemaluannya dari celah sempit itu. Cairan kental mengalir keluar, menetes bersamaan dengan gerakan menarik batang kelaminnya. Ragil menghela napas, seolah merasakan penyesalan mendalam karena cairan itu terbuang sia-sia.
"Lihatlah, sekarang kau telah menyia-nyiakannya," desahnya dengan nada penuh penyesalan.
"Aku bisa membantumu menampungnya setiap hari," sahut Aji sambil mendorong tubuh Ragil hingga terbaring telentang di sampingnya. Dengan cepat, Aji melemparkan tubuhnya ke dalam pelukan Ragil yang kekar, membiarkan kepalanya bersandar dengan nyaman di dada Ragil, sementara satu kakinya terangkat dan melingkar lembut di paha Ragil. Ragil, tanpa berpikir panjang, segera memeluk Aji dengan erat, seolah-olah takut sosok itu akan hilang.
"Apa kau menikmatinya?" tanya Aji dengan rasa ingin tahu yang mendalam.
"Itu sungguh luar biasa... bagaimana denganmu, apakah masih terasa sakit?"
Aji menjawab dengan nada tenang, "masih sedikit ngilu di sana, tapi aku heran bagaimana benda sebesar itu bisa masuk dengan begitu mudah."
Ragil tertawa geli, "Apakah itu pujian untukku? Tapi pada akhirnya, kau juga menikmatinya, bukan?"
Aji terdiam sejenak, "Hmm... entahlah, sebenarnya lebih banyak rasa sakit daripada kenikmatan."
Ragil mengerutkan dahinya, "Berhentilah berbohong, apa kau lupa tadi kau merintih-rintih memintaku untuk memasukkan batangku lebih dalam?"
Aji berpura-pura tidak ingat, "Aku lupa....."
Ragil tersenyum nakal, "Jadi kau sudah lupa? Mungkin aku bisa mengingatkanmu kembali sekarang."
Ragil segera bangkit, meluncur dengan cepat untuk menindih Aji sekali lagi. Bibirnya langsung menyerang kedua puting dada Aji, sementara tangan Ragil bergerak gesit, menggosok-gosok area selangkangannya dengan penuh semangat.
Aji terkejut dan tidak siap menghadapi serangan mendadak itu. "Berhenti... apa kau belum puas setelah dua kali keluar?" teriaknya dengan nada penuh harapan.
Ragil, dengan tenang, menjawab, "Kau bisa menguji ketahanan tubuhku," sambil terus melancarkan serangan mulutnya ke arah puting dada Aji. "Akkkhhh... hentikan!" Aji memohon dengan putus asa, sambil menarik-narik rambut Ragil dengan penuh emosi.
Ragil tidak menunjukkan tanda-tanda berhenti, kini serangan lidahnya beralih, menjelajahi telinga dan leher Aji dengan penuh gairah. Tubuh Aji bergetar, merespons setiap sentuhan sensual yang diberikan Ragil, sementara tangannya yang semula menarik-narik rambut Ragil perlahan-lahan bertransformasi menjadi remasan yang penuh hasrat. Matanya terpejam, dan dari bibirnya kembali terdengar suara-suara erangan yang menggoda
Ragil terus mendesak, "Ucapkan bahwa kau menyukainya... katakan bahwa kau menikmatinya," sambil menyerang titik-titik sensitif Aji dengan penuh semangat.
"Akkhhh... aakkkku... aku sangat menyukainya... akhhhhh," desah Aji tak bisa menahan diri, suaranya meluncur tanpa kendali.
Dengan senyum puas, Ragil menghentikan serangannya, sementara Aji terengah-engah berusaha menata napasnya. Ragil kemudian menampar pantat Aji dengan lembut dan berbisik, "Lihat, itu sudah bangun mengeras lagi," dengan nada bangga yang tak bisa disembunyikannya.
Aji terkejut, tangannya dengan ragu meraba ke arah selangkangan Ragil, dan betapa terkejutnya dia saat menemukan batang bazoka itu sudah tegak menantang dengan penuh semangat. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Ragil langsung menerjang Aji, membuka kedua kakinya lebar-lebar dan mengangkat bagian tungkai Aji ke atas pundaknya.
"Berhenti... tunggu sebentar.......," pinta Aji dengan nada memohon, "biarkan aku yang berada di atas sekarang," lanjutnya dengan penuh harap.
"Apakah kau ingin mengambil kendali sekarang?" tanya Ragil, "mmm....baiklah, kau akan berada di atas," jawabnya dengan nada setuju.
.................
KAMU SEDANG MEMBACA
Anak Semata Wayang BL Series (21+)
RomanceWarning! Cerita BL (21+) Bersambung! Peringatan cerita ini mengandung unsur percintaan sesama jenis (Gay), mengandung plot drama 21++, dan seksualitas secara eksplisit, bagi yang tidak berkenan dari awal dan di bawah umur 18, JANGAN DIBUKA! Ragil p...