Pagi hari di tepi sungai menghadirkan suasana yang hidup walau sinar matahari belum jatuh ketanah karena tertutup oleh rimbunnya pepohonan di seberang kali, Ragil dan Aji keduanya berendam disungai sambil membersihkan diri, airnya lumayan dingin namun memberikan rasa segar ke dalam tubuh.
"Apa rencana kita hari ini?" tanya Aji dengan penuh rasa ingin tahu. Ragil mendekat dan memeluknya dari belakang, memberikan kehangatan di dalam air sungai yang sejuk. "Tentu saja, kita akan menunggu kedatangan paman dan kemudian pergi untuk mengambil madu," jawabnya dengan semangat
Aji membiarkan Ragil merangkulnya dari belakang, merasakan kehangatan yang menyelimuti mereka berdua. Setiap kali kulit mereka bersentuhan, ada getaran aneh yang mengalir di tubuh Aji, seolah-olah dunia di sekitar mereka menghilang. Ragil menempatkan kepalanya di leher Aji, sesekali mencium lembut
"Apakah kita akan pulang hari ini?" tanya Aji.
"Jika tidak ada halangan, sore ini kita sudah bisa kembali," jawab Ragil dengan senyuman.
Aji menghela napas panjang, merasakan campuran antara keengganan dan kebahagiaan.
"Ada apa? Apakah ada yang mengganggu pikiranmu?" Ragil bertanya, sambil terus memeluk dan memainkan jari-jari mereka di depan perut Aji, menciptakan keintiman yang semakin mendalam di antara mereka.
"rasanya aku ingin tinggal disini bersamamu lebih lama" ungkap Aji dengan lembut, hatinya bergetar penuh rasa.
"apa kau sangat menyukai tempat ini?" tanya Ragil
Aji segera berbalik dan menatap wajah Ragil yang menggigil setengah kedinginan
"bukan tentang tempat ini, tapi aku ingin bersamamu selalu" mata Aji memancarkan cinta yang dalam
"bukankah di desa kita juga bisa bertemu tiap hari?"
Aji terhenti sejenak, merasakan ketenangan yang menyelimuti dirinya. Dengan langkah pelan, ia melangkah keluar dari air yang jernih, menuju sebuah batu besar yang menanti. Begitu sampai, ia merebahkan tubuhnya di atas permukaan yang hangat, membiarkan pandangannya melayang ke langit biru yang tak berujung, seolah ingin menyentuh awan-awan lembut yang berarak.
Ragil berlari dengan tubuh bergetar, gigi-giginya beradu karena dingin yang menusuk. Dia kemudian merebahkan diri di samping Aji, merasakan kehangatan yang samar dari tubuh Aji. Keduanya terbaring tanpa sehelai kain pun
"seperti apa kita saat didesa, kamu dengan kesibukanmu diladang sedang aku dengan keluarga dan istriku" kata Aji
"Mengapa kamu terlalu memikirkan hal itu? Bukankah selama ini kamu selalu meluangkan waktu untuk menemuiku? Apa yang akan berubah jika kita kembali ke desa? Kamu tetap bisa menemuiku kapan saja, dan mungkin aku juga bisa mencuri waktu untuk menyelinap ke kamarmu di malam hari," balas Ragil dengan senyuman yang lebar, seolah menghapus semua keraguan yang ada.
"benarkah kau berani masuk ke kamarku dimalam hari?' kata Aji memiringkan tubuhnya menghadap Ragil
"apa yang perlu ditakutkan, bukannya aku tidak pernah mengintipmu tidur sebelumnya, kini hanya perlu sedikit usaha untuk menyelinap masuk ke dalam he..he.."
"bagaimana kalau Sumi tahu?"
"Mungkin kau bisa menyarankan agar istrimu menghabiskan seminggu sekali di rumah ibunya, agar dia bisa teralihkan dan sibuk dengan urusan lain," saran Ragil dengan senyuman penuh percaya diri, seolah-olah ide itu bisa menyelesaikan semua masalah yang ada.
"hmmm... seminggu sekali, bagaimana kalau aku mau tiap malam?" ujarnya sambil tangannya dengan lembut bermain di atas perut Ragil. Ragil mengerutkan dahi, tampak terkejut dengan pertanyaan itu.
"Apakah kau benar-benar ingin aku tidur denganmu setiap malam?" tanyanya, suaranya penuh ketidakpastian.
Aji pun cemberut, merasa sedikit tersakiti. "Apa kau menolak ajakanku?"
Ragil kemudian menantang dengan tatapan tajam, "Tapi, apakah kau kuat menghadapi semua itu setiap malam?" Dia menatap Aji dengan penuh rasa ingin tahu, seolah ingin mengetahui seberapa dalam perasaan mereka satu sama lain.
Mereka berdua terdiam dalam keheningan yang penuh makna, hingga Ragil perlahan mendekatkan wajahnya, merasakan detak jantung yang berdebar. Dengan lembut, ia mencium bibir Aji, seolah menghapus semua keraguan yang ada. "Jangan biarkan pikiranmu menghalangi kita," bisiknya lembut, "apa pun yang akan terjadi, kita akan mencari jalan keluar bersama."
Aji segera memeluk Ragil dengan erat seakan enggan untuk lepas.
"apa kau ingin kita bercinta sekali lagi?" kata Ragil menggoda
Aji langsung menunjukkan ekspresi kesal, mendorong tubuh Ragil menjauh hingga terjatuh dari atas batu. "Pergi sana, jangan mendekat! 'Punyaku' masih terasa memar, tapi itu terus yang kau pikirkan," katanya dengan nada marah. Ragil terkekeh, berdiri dengan santai, "Hei, kau yang bilang ingin aku menidurimu setiap malam."
Aji segera melompat berdiri di atas batu, lalu dengan gerakan cepat, dia meluncur ke arah Ragil. Ragil, yang tangkas, langsung menangkap tubuh Aji, memeluknya erat, dan segera menghujani bibir Aji dengan serangkaian ciuman penuh kasih
"Baiklah, sudah cukup, mari kita bersiap-siap dan kembali ke pondok, mungkin pamanmu akan segera datang."
"Apa kamu takut kalau yang di bawah itu bangkit lagi?" goda Ragil dengan nada menggoda. Tanpa diduga, Aji langsung meraih ke arah selangkangannya dan meremasnya, "Kau berani bangkit lagi meski milikku masih memar."
"Aucck... sakit..." Ragil meringis menahan rasa sakit yang menjalar.
"ayo cepat balik kepondok, jangan bercanda lagi" kata Aji
Keduanya segera berpakaian dan kembali kepondok
Sungai itu kembali hening sejenak setelah kepergian dua sosok tersebut, hanya terdengar suara air yang mengalir lembut dan kicauan burung yang saling menyapa. Pepohonan di sekitarnya bergetar pelan, seolah-olah menyimpan kisah misterius tentang peristiwa yang baru saja terjadi di tepi sungai ini pagi ini.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Anak Semata Wayang BL Series (21+)
RomansaWarning! Cerita BL (21+) Bersambung! Peringatan cerita ini mengandung unsur percintaan sesama jenis (Gay), mengandung plot drama 21++, dan seksualitas secara eksplisit, bagi yang tidak berkenan dari awal dan di bawah umur 18, JANGAN DIBUKA! Ragil p...