Bagaimana rasanya menyukai seseorang yang tidak menyukai balik dirimu? Bagaimana rasanya ketika kamu dicintai dengan hebat oleh orang lain, tetapi kamu sudah tidak memiliki energi lagi untuk mencintai dirinya?
Ini cerita seorang gadis bernama Raina...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Hal paling menyakitkan adalah dijanjikan dengan imbalan ketidakpastian."
-Raina Renata-
☔️Happy Reading☔️
Raina masih menunggu di sudut kamarnya. Gadis itu mengotak-atik secarik kertas, ia merobeknya sampai kecil. Hal itu biasa dilakukan Raina saat dirinya merasa kesal, dengan merobek kertas ia rasa bisa melampiaskan marahnya.
Pukul 18.05 langit sudah mulai menggelap. Tidak akan lagi ia berharap Awan menemuinya hari ini.
Raina melepas ikatan rambutnya. Ia mengganti semua yang dikenakannya.
"Kenapa bilang mau ketemu coba? Ga nepatin omongan banget," rutuknya kesal.
Raina merebahkan dirinya di kasur. Menatap langit di dalam ruangan kamarnya. Sejenak Raina hanya diam dengan tatapan kosong.
Malam terasa sepi, menusuk hingga ke tulang. Udara yang tipis menyelimuti setiap hela napas, membuat jemari bergetar pelan saat disentuhkan ke kulit. Kabut tipis melayang di udara, membentuk selimut hampa di antara jalanan yang sunyi. Langit yang gelap semakin terasa jauh, seolah-olah alam ikut membisu dalam kesunyian. Mantel yang tebal sekalipun tak sepenuhnya mampu menahan rasa menusuk yang merayap perlahan.
Raina berbalik badan sembari memeluk guling, jemarinya sibuk bolak-balik membuka ponsel. Berkali-kali ia menyentuh layar, memeriksa pesan yang tak kunjung datang. Setiap detik terasa lebih lambat, seolah waktu sengaja mempermainkannya.
Layar ponselnya perlahan redup, namun harapannya masih terus menyala. Sesekali ia menarik napas panjang, berharap dering notifikasi itu akhirnya muncul. Namun, keheningan yang melingkupinya justru semakin dalam. Meski begitu, tanpa sadar, ia terus mengulangi gerakan yang sama-membuka, menutup, dan menunggu di hadapan ponselnya.
Setelah berjam-jam memeriksa ponselnya berulang kali, mata Raina terasa semakin berat. Ia masih memegang ponselnya erat, menatap layar yang kosong tanpa notifikasi, hingga perlahan kelopak matanya tak lagi mampu menahan kantuk. Dengan napas yang mulai teratur, tubuhnya tenggelam dalam kehangatan bantal dan selimut barbie, sementara ponselnya tergelincir dari tangan, jatuh dengan lembut ke sisi ranjang. Di tengah penantiannya, tanpa ia sadari, dunia di sekelilingnya semakin menjauh, membawa Raina masuk ke dalam mimpi yang tak pernah ia rencanakan sebelumnya.
Drtt ....
Raina terbangun dengan harapan, jantungnya berdegup lebih cepat saat tangannya meraih ponsel di samping bantal. Namun, ketika layar menyala, yang terlihat hanyalah notifikasi dari aplikasi belanja, bukan pesan yang selama ini ia nantikan. Kekecewaan menyelimuti hatinya, menyisakan perasaan kosong yang sulit diabaikan. Ia terdiam sejenak, menatap layar dengan tatapan hampa, merasakan bahwa harapan kecil yang ia pegang erat sebelum tidur perlahan sirna. Rasa kecewa itu semakin menumpuk, seolah menegaskan bahwa sekali lagi, harapan yang ia gantungkan pada seseorang justru membalasnya dengan hening.