“Mas kancani tumbas buku yuk!” Ucap Arsyila,adik perempuan Zidan menghampiri Zidan yang tengah duduk menonton televisiTanpa menoleh Zidan mengotak-atik remote memindah chanel televisi “Kancani tumbas nopo sekalian bayaraken”
Arsyila menyengir menampilkan deretan gigi rapinya “Hehe sekalian bayaraken ya mas. Ayo mas kancani,novel iki limited edition”
“Ndak bisa,mas lagi mau santai”
“Ihh ayo mas kancani,nanti aku nggak kebagian novel iku”rengeknya sembari mengguncang lengan Zidan. Sedangkan Zidan hanya diam menonton acara televisi yang menampilkan berita
Suara langkah kaki terdengar,Umma Fatma datang dengan membawa pisang goreng buatannya “Ada apa toh nduk,ngrusuih mas mu iku” meletakan piring berisi pisang goreng diatas meja. Lalu duduk di sofa paling ujung
“Ummaa,mas Zidan ndak mau nemenin aku beli buku” adunya pada sang ibu
“Bohong umma,nanti ujung-ujungnya Zidan yang bayarin bukunya” tukasnya membuat Syila semakin murung.Umma menggelengkan kepala melihat pertengkaran kedua anaknya
“Mas mu capek habis pulang kerja nduk,panggil mas mu yang lain buat nemenin kamu”
“Dengerin” ucap Zidan
“Ndak mau! Mas Farhan pelit ndak mau bayarin buku novel Syila umma”
“Enak aja! Mas ndak pelit ya,cuma nggak ada duit!” Farhan,adik pertama Zidan menyahut saat menuruni tangga
Arsyila mendengus sebal “Sama aja!”
Farhan duduk di samping umma dan menyomot pisang goreng “Beda dong kalo nggak ada duit gimana mau bayarin,duit aja nggak ada”
“Ayo mas temenin nanti kehabisan,Syila mau novel iku mas” Arsyila yang memang pantang menyerah kembali membujuk sang kakak
“Kamu aja mas kancani adek mu iku. Dari tadi gangguin mas mu” ucap umma yang di tujukan kepada Farhan.Farhan yang sedang memakan pisang goreng dan bersandar pada pundak umma menggeleng tak setuju “Ndak mau cape,Syila kalo belanja lama”
“Halah cape ngapain kamu han,dari tadi aja cuma tidur. Sudah sana temenin”tutur Fatma sembari menyingkirkan kepala putra keduanya dari pundaknya
Dengan enggan Farhan bangkit dari duduknya “Ayo,jadi ndak?”
Segera Arsyila beranjak dan meminta uang kepada umma,namun yang diterimanya adalah selembar uang sepuluh ribu “Ummaa...segini ndak cukup,harganya enam puluh lima ribu”
“Astagfirullah buku opo iku,larang tenan nduk” umma Fatma refleks beristigfar mendengar nominal harga yang disebut putrinya
“Buku novel ummaa,memang harganya segitu”
Umma Fatma menggelengkan kepalanya “Sebentar umma ambil uang dulu” kemudian pergi mengambilkan uang.Beberapa saat kembali dan menyerahkan uang yang diminta putrinya
“Terimakasih umma,sayang umma” ucapnya mencium sang ibu dan melenggang pergi begitu saja
Fatma menggelengkan kepala maklum melihat tingkah putri bungsunya. Setelah memastikan kedua anaknya telah pergi Fatma duduk di samping putra sulungnya
“Kamu gimana mas sudah ada jawaban?” Zidan menoleh kearah sang ibu menaikan alisnya bingung
“Nopo umma?”
“Iku perjodohanmu sama ning Ruwa,gimana kamu sudah ada jawabannya?”
Zidan menghela napas gusar “Belum umma,Zidan ragu. Rasanya Zidan belum punya cukup ilmu buat berumah tangga”
“Jangan ragu mas,umma yakin kalo nanti mas menikah dengan ning Ruwa semuanya akan baik-baik saja. Umma dan abi mu iki udah tua mas,kita pengin lihat anak-anaknya menikah apalagi sekarang umma sudah sakit-sakitan,Umma nggak mau per-”
“Umma,jangan bilang seperti itu umma pasti sembuh dan lihat Zidan,Farhan, Arsyila menikah dan insyaAllah sampai kami punya cucu” Fatma tersenyum dan mengelus lengan putra nya.
“InsyaAllah ya mas” Ponsel Zidan berdeting menampilkan sebuah notifikasi instagram membuat kedua sudut bibir nya tersungging
“Sebentar umma”Fatma mengangguk membiarkan sang putra dengan urusannya. Melihat wajah sumringah Zidan membuat dirinya menyimpulkan alasan putranya itu bimbang
Selesai dengan ponselnya,Zidan kembali meletakan ponsel tersebut ketempat semula dan kembali menonton televisi
“Mas kamu ragu karena sudah punya pilihan kamu sendiri ya?”
“Kenapa umma berpikir begitu?” Kedua alis Zidan menyatu tanda bingung
“Umma tadi liat kamu senyum,pasti ada sesuatu toh? Nek kamu sudah ada pilihan sendiri ndak papa mas,nanti umma bantu bilang ke abi” Zidan mengangguk samar.Umma Fatma tersenyum melihatnya
“Kapan datang melamar dia mas?” Zidan menggeleng ragu “Mboten ngertos umma,dia masih sekolah. Belum cukup umur”
“Santriwati sini mas?” Zidan kembali menggeleng “Sanes,dia murid Zidan di sekolah” Umma Fatma semakin tersenyum mendengar kejujuran putranya. Pasalnya Zidan termasuk orang pendiam dan tertutup,dan sekarang sukarela menyatakan kebenarannya
“Wahh,umma baru tahu kalo selera kamu kembang baru mekar le” ucapnya terkekeh membuat Zidan ikut terkekeh ringan
“Nanti umma bicarakan sama abi”
Zidan menggenggam tangan umma Fatma “Terimakasih umma”
“Iya,jangan lupa sholat istikharah ya mas,umma ke kamar dulu” Setelah mengucapkan demikian Umma Fatma beranjak dan pergi ke kamarnya
Zidan diam di tempatnya dengan senyum tertahan,bukankah penuturan ummanya tadi menunjukan bahwa umma mendukung pilihannya? Hal itu membuat bibir Zidan semakin melengkung keatas
Tapi bagaimana jika Abi tetap kekeuh menjodohkannya dengan ning Ruwa? Entahlah ia tidak mau terlalu memikirkan hal tersebut,yang penting saat ini restu umma sudah ada di genggamannya
To be continue...
KAMU SEDANG MEMBACA
Aspect de L'amour
Teen Fiction"Walau kita nggak seumuran pak,tapi saya mau kok seumur hidup sama bapak" "Rumah-rumah apa yang paling indah?" Zidan memperhatikan gerak gerik siswi didepan nya,tanpa mau menjawab. Namun satu alisnya terangkat tanda bertanya Siswi dengan seragam osi...