05. Pilihan Hati

7 2 0
                                    

Hujan turun cukup deras hari ini membuat Zidan berangkat ke sekolah menggunakan mobil hitam milik Abinya. 

Udara semakin terasa dingin ketika Zidan keluar dari mobil. Dengan balutan jaket navy dan payung hitam ia berjalan menuju ruang guru. Meletakan beberapa barang nya di meja dan beranjak membuat teh.

Dapur terletak di belakang ruang guru membuat dirinya tak perlu untuk menyebrang atau berjalan lebih jauh.

Pak Aldi terlihat sedang menuangkan air ke gelas berisikan kopi dan gula. “Sampeyan mau buat kopi pak Zidan?”

Zidan menggeleng  “Tidak,saya ingin buat teh”

Pak Aldi mengangguk “Masih ada sisa airnya, sampeyan mau saya buatkan sekalian?” Tawarnya. Zidan kembali menggeleng “Tidak usah pak,terimakasih” dan langkahnya memasuki dapur, pak Aldi keluar karena memang kopinya sudah siap.

Kini Zidan meracik tehnya sendiri dan menuangkan air yang tadi di masak oleh pak Aldi. Selepasnya Zidan keluar dari dapur dengan secangkir teh hangat di tangan kanan nya

Meletakan cangkir berisi teh tersebut di mejanya. Zidan melihat jam yang melingkar di tangannya menunjukan pukul 06.42 masih ada 18 menit sebelum masuk. Zidan memutuskan untuk membuka laptop dan mengecek proyek siswanya

Bel masuk berbunyi beberapa menit kemudian,Zidan beranjak dari kegiatanya dan menuju kelas untuk mengajar.

Dalam kelas yang masih sepi,masih banyak siswa yang belum datang. Ia memaklumi karena memang hujan masih turun dengan deras.

Beberapa saat kemudian satu persatu anak kelas berdatangan dengan seragam yang setengah basah. Setelah dirasa sudah banyak yang datang. Zidan memulai kegiatan pembelajaran.

Guru muda itu terlihat serius menyampaikan materi,beberapa pertanyaan dari muridnya ikut menyertai kegiatan tersebut.

Hari mulai siang,rintik hujan yang berjatuhan pun sudah mulai menghilang. Adzan dzuhur berkumandang,Zidan yang sedang di kantor menjeda kegiatanya beranjak menuju masjid

Suara tangisan terdengar keras saat Zidan melangkah. Beberapa siswi berkumpul menenangkan seorang gadis yang terlihat marah di bangku samping gazebo

“Pak Zidan! Pak Zidan” panggil sosok gadis yang di kenalnya. menggiringnya menuju kerumunan siswi di samping gazebo

“Udah sih tenang aja,tetep sah kok buat sholat”

“Boong banget lo,kotor gini juga nggak bakal sah lah. Gara-gara Kalila nih!”

Kalila datang dengan Zidan di belakangnya“Yaudah sih mel nyalahin mulu,nih gue bawa ahli fikih buat jelasin ke lo!”

Amelia berdecak kesal saat Kalila datang dengan pak Zidan. “Pak Zidan,tolong jelaskan ke Amel,temen saya ini. Bagaimana jika mukena nya jatuh ke tanah yang kering. Tetep sahkan buat sholat?” tutur Kalila

“Tergantung”

Kalila dan kawan-kawan menatap Zidan serius. Bersiap menyimak ucapan Zidan “Tergantung gimana pak?” tanya Belva

“Jika tidak terdapat najis di lantai atau mukena nya. Maka boleh di gunakan. Tapi jika terdapat najis yang menempel maka,mukena itu wajib di sucikan terlebih dahulu sebelum di gunakan”

Mereka semua mengangguk lalu beralih menatap mukena Amel. Nisya menenteng mukena warna ungu milik Amel yang terdapat lumpur memperlihatkanya ke Zidan “Kalo kaya gini pak?”

“Kalau itu,sudah tentu tidak sah digunakan”

“TUHKANN!”

~💗~

Malam hari di ruang keluarga,Zidan menatap lurus ke arah televisi yang menyala. Namun pikirannya melayang entah kemana 

Seseorang menepuk pundak Zidan membuatnya tersadar dari lamunannya dan menoleh,Sang Ayah duduk di sampingnya

“Kenapa le kok melamun”  Zidan menggeleng sebagai jawaban “Ndak papa abi”

“Bagaimana jawabanmu le?” Tanya Hamdan. Zidan yang paham dengan arah pembicaraan sang ayah hanya menghembuskan napas panjang

“Umma sudah menyampaikannya ke abi,kamu tidak mau di jodohkan dengan ning ruwa toh?” Zidan menggeleng tak setuju “Bukan seperti itu,tapi...”Ia menjeda kalimatnya sejenak

“Zidan punya pilihan Zidan sendiri” ucapnya lirih

“Lalu jawaban istikharah mu bagaimana?”

“Sepertinya memang bukan ning Ruwa jawaban nya” Abi Hamdan mengangguk “Umma juga sudah ceritakan itu,tanyakan alamatnya. Ahad depan kita ke sana melamar pilihanmu itu”

Tentu saja dirinya terkejut secepat itukah? 

“Kulo mboten yakin jika nanti dia setuju,dia masih sekolah. Bahkan masih kelas sebelas” ujarnya 

“Kamu bisa bicarakan dengannya,kalo memang tidak setuju. Maka perjodohanmu dengan ning Ruwa dilanjutkan”

Zidan tentu tak ingin menerima,tetapi ini adalah keinginan Abinya. Dirinya hanya bisa mengangguk pasrah. Dan kembali menonton acara televisi

To be continue...

Aspect de L'amourTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang