28. Perihal Mata

2 1 0
                                    

“Udah lah mas cape!”

“Sebentar lagi”

“Mas hikss,besok lagi kan bisa” 

“Sekarang saja,tanggung sebentar lagi selesai”

Kalila menangis,dirinya sudah lelah. Sedari tadi Zidan tidak henti-hentinya mengomentari bacaan Kalila. Entah kurang panjang lah,kurang tebal,kurang jelas dan lain-lain. Intinya semua yang dibaca oleh Kalila semua salah di pendengaran Zidan.

“Ayo lanjut”

Dengan tangisnya Kalila masih melanjutkan bacaan Quran nya. “Hikss wa allama aadamal asma–”

“Asmaaa,kurang panjang”

“Asmaaa kullahaa summa arodhohum alal malaaa ikati fa qoola ambi uunii bi asmaaa i haaa ulaaa i ing kungtum shoodiqiin” 

“Lanjut” 

“Qooluu subhaanaka hikss..la ilmaaa lanaaa hiks..”

“Laa Ilma lanaaa”

“Laa Ilma lanaa illaa maa allamtanaa innaka angtal aliimul hakiim”

“Shodaqallahul adzim” Zidan akhirnya mengakhiri bacaan Quran Kalila.Sebenarnya Zidan tak tega melihat istrinya yang menangis karena salah tajwid sedari tadi.Tapi mendengar bacaan Kalila yang patah-patah membuatnya harus menekan Kalila untuk terus belajar. Menutup Alquran di depan nya kemudian menaruhnya diatas nakas

“Habis tenaga saya ngajarin kamu” 

Kalila yang belum sembuh dari sesegukan nya tambah menangis kencang “Hikss...lagian mas Zidan yang bilang salah-salah mulu”

“Memang kamu salah,sudah jangan nangis terus habis nanti air mata kamu”

“Nggak mungkin lah hiks... Aku nggak suka mas Zidan huhuu!”

Zidan maju mendekati Kalila yang menutup wajahnya. Tangan nya terulur mengelus kepala istrinya yang masih terbalut mukena “Sudah nangisnya,saya minta maaf”

Kalila tak bergeming,masih saja menutup wajahnya “Saya minta maaf Kalila. Saya juga harus tegas,karena sekarang kamu tanggung jawab saya. Apa yang harus saya katakan nanti jika saya gagal mendidik istri saya di hadapan Allah?” Kalila mendengarnya semakin menangis kencang menyembunyikan wajahnya pada dada bidang Zidan

“Mass...” isaknya

“Aku nyusahin ya?” Kalila mendongak menatap netra legam milik suaminya dengan berkaca-kaca

“Siapa yang bilang seperti itu? Berhenti menangis. Sudah jadi ibu masih saja cengeng”

“Siapa yang jadi ibu?! Aku masih sekolah” ia menatap Zidan penuh selidik

“Ibunya Zila?”

Menyengir lebar,memamerkan deretan gigi rapinya.Kalila melepaskan mukena yang dipakainya lalu melangkah keluar,meninggalkan Zidan dengan raut bingungnya. Tak lama ia juga ikut menyusul istri kecilnya itu. Zidan berpikir secepat itukah mood perempuan berubah?

Ternyata Kalila sedang berjongkok memandangi kucing abu-abu yang ia beri nama Zila. Kedua tangan nya menumpu wajah,persis seperti anak kecil. Membiarkan Kalila memperhatikan anak mereka yang sedang makan itu,berjalan menuju dapur

“Ini” Zidan memberikan aneka snack pada Kalila. Sesuai janjinya kepada istri kecilnya itu.

“Ini bukan jajan,ini ciki mas”

“Apa bedanya?”

“Beda lah,jajan itu kayak siomay trus cilok,batagor sama lain-lain banyak deh. Kalo ciki itu makanan ringan itu sih mas hehe” gadis itu tertawa kecil. Sebenarnya Kalila juga tidak mengetahui perbedaanya

“Ya sudah ayo keluar”

Kalila bersorak senang sembari mengangkat kepalan tangan nya ke udara “Yey! Jalan-jalan lagi...”

Dalam keheningan,ditemani oleh ribuan bintang di langit malam. Mereka berdua duduk di bangku taman dengan masing-masing pikiran yang bercabang. Bahu kokoh yang menjadi sandaran nya,seperti biasa jika Kalila sedang di sisi Zidan entah mengapa otomatis kepalanya loyo tak bisa untuk tegak lurus

“Mas...”

“Hm” hanya deheman Zidan sebagai balasan. Kalila menyeruput es dalam genggaman nya,tangan satunya lagi ia gunakan untuk memainkan ponsel,menggulirkan beranda di aplikasi online shop

“Beli baju couple yuk?” Zidan melirik sejenak kepada layar ponsel Kalila

“Jangan” Kalila langsung mendongak dengan kedua alis bertaut.

“Kenapa?” 

“Alay” Gadis itu menganggukan kepala mendengar jawaban Zidan. Dalam hatinya juga berkata demikian,tetapi jika dilihat lucu.

“Aku beli baju boleh?” 

“Boleh”

“Sepuluh tapi”

“Bebas,asal dipakai” Senyum terbit dari bibir mungilnya. Segera ia memesan beberapa pakaian yang sudah ada di keranjang belanja,Kalila tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan yang ada.

“Sembilan ratus delapan puluh dua,liat” mengarahkan layar ponselnya kepada Zidan yang langsung diangguki pria itu.

Kalila menyengir lebar dan bernyanyi ria “Duh enaknya punya suami kaya...punya uang sejuta-juta”

“Salah itu liriknya” komentar Zidan yang di setujui oleh istrinya.

“Biarin,yang penting relate” 

Setelahnya mereka berdua berbincang ringan,entah bercerita tentang sekolah,keluarga atau pekerjaan Zidan. Sesekali mata Kalila melirik tajam kepada perempuan yang terang-terangan menatap kagum kepada suaminya. 

Memang sih Zidan itu tampan,tapi tidak lihatkah mereka istrinya ada di sebelahnya? atau mata mereka telah buram sehingga hanya Zidan saja yang terlihat. “Mbak matanya di jaga ya,dari tadi saya liatin mbaknya natep suami saya loh” ucapnya berpegangan erat kepada lengan Zidan.

Mbak-mbak berbaju biru minim itu menggaruk tengkuknya seraya tertawa kecil karena malu. “Ah maaf dek,saya kira kamu adeknya” kemudian wanita itu berlalu dengan menundukan kepalanya.

Sedangkan Kalila sudah bad mood mendengar pernyataan wanita tadi. Zidan hanya terkekeh melihat kecemburuan Kalila,sebelah tangannya mengusap pucuk kepala istrinya. “Sudah jangan marah”

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 07 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Aspect de L'amourTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang