03. Piket Bersama

9 3 0
                                    

Setelah sholat isya,Zidan masih berada di dalam masjid untuk menerjemahkan kitab. Selain dirinya seorang guru di sekolah,ia juga sebagai guru dan pengurus di pesantren milik Abinya.

“Assalamualaikum warohmatullohi wabarokatuh”

“Waalaikumussalam warohmatullohi wabarokatuh!” Jawab serentak para santriwan. Hanya ada santriwan karena pembelajaran dilakukan secara terpisah,santriwati berada di tempat lain dengan para ustadzah.

“Bisa kita mulai?”

“Bisa gus” Zidan mengangguk,tangan-nya bergerak membuka lembaran kitab lughowi. Saat ini dirinya mengajar kelas Aliyah 1 yang dimana isinya adalah santriwan remaja

“Fokus,saya harap hanya membacakan satu kali. Tidak ada pengulangan” Tatapannya memperhatikan para santri,untuk memastikan mereka telah siap menerima materi

Setelahnya dirinya membaca terjemahan kitab lughowi tersebut

“Seperti biasa,hafalkan sepuluh matan. Besok setorkan pada saya”

Beberapa saat kemudian Zidan menghentikan kegiatannya itu karena waktunya sudah cukup. Setelah mengucapkan salam Zidan melenggang pergi menuju ndalem

“Assalamualaikum” ucapnya saat membuka pintu ndalem

“Waalaikumussalam warohmatulloh” sahut orang yang berada di ndalem tersebut

Diruang keluarga,Arsyila duduk selonjoran sembari memakan keripik, tetapi matanya fokus pada tontonan televisi yang menampilkan acara kartun.

Zidan berjalan mendekat kearah adik bungsunya dan duduk berjarak sebab kaki arsyila yang membentang. “Pijitin dong mas” ucap Syila tak tahu diri

“Ndak sopan!” sahutnya.Arsyila menyengir memamerkan gigi rapinya “Becanda doang,baperan”

Abi Hamdan datang menghampiri keduanya “Turunkan kakimu nduk,nggak sopan”langsung saja Arsyila menurunkan kakinya karena takut dimarahi sang ayah

Abi duduk diantara Zidan dan Arsyila ikut menonton acara televisi.Sedangkan dari arah dapur Farhan dan Umma Fatma membawa piring berisikan siomay

“Cobain dong guys,ini masakan gue loh” ucapnya menata piring di atas meja dihadapan masing-masing

“Emang iya Umma?” Tanya Arsyila menatap siomay dan Fatma bergantian

“Memang tidak kelihatan syil?” tanya Abi Hamdan

“Apanya?” Tanya Arsyila lagi

“Bohongnya” sahut Zidan dan disambut gelak tawa dari keluarganya,tak terkecuali Farhan yang ikut tertawa karena memang siomay itu masakan Ummanya.Dirinya hanya merusuih dan membawakan piring

Mereka makan dengan khidmat sembari menonton televisi yang kini sudah berganti dengan berita. “Kenapa diluar sana banyak yang buang bayinya ya bi?Padahal melahirkan itu ndak mudah loh” tanya-umma Fatma melihat berita

“Karena mereka belum siap menjadi orang tua,mungkin juga jauh dari tuhan. Makannya di buang begitu saja ndak mikir pertanggung jawaban diakhirat” Umma Fatma mengangguk paham

“Mau enaknya doang tuh! Nggak mau susahnya” komentar Farhan

“Mulut mu iku le” Tegur umma Fatma sedangkan yang ditegur hanya menampilkan cengiran khasnya

Acara makan selesai kini Zidan yang bertugas mencuci piring. Lengan kokonya ia gulung sebatas siku dan mulai mencuci piring dan peralatan dapur lainnya

“Nitip ya mas hehe” Farhan datang dengan membawa gelas kosong dan menaruhnya wastafel

“Hm” hanya deheman sebagai balasannya. Usai mencuci piring Zidan berlalu ke kamarnya untuk beristirahat.

~💗~

Jam menunjukan pukul 06.17,Zidan sudah rapi dengan kemeja putih dan celana hitam panjangnya. Menuruni tangga menuju ruang makan

Disana Arsyila dan abdi ndalem yang menyiapkan sarapan membantu umma. Farhan sudah lebih dahulu berada di kursinya.Sembari menunggu Abi keluar dari kamar, Zidan mengecek ponsel nya

“Abi belum datang mas?” Tanya Umma fatma kepada kedua putranya

“Belum umma” jawab keduanya kompak

Abi Hamdan datang ke ruang makan dan duduk di kursi paling ujung. Semuanya makan dengan khidmat tanpa ada percakapan diantara mereka.Usai sarapan Zidan gegas pamit untuk bekerja

Langkahnya menuju garasi,motor matic putih miliknya tertata rapi diantara motor yang lain. Zidan melesatkan motornya meninggalkan area pesantren

Sampainya di sekolah ia memarkikan motor maticnya di area parkir. Seseorang berdiri disana dengan senyum yang merekah “Hallo pak Zidan!” Sapanya

“Waalaikumussalam warohmatulloh” balasanya membuat orang tersebut menyengir malu.

”Eh iya lupa,assalamualaikum pak Zidan” ucap gadis itu lagi

Zidan tersenyum dan membalas salamnya. Kalila,gadis tersebut biasa diarea parkir guru pada hari Kamis.Dengan pakaian khas ekstrakulikuler menata motor para guru

“Saya bantu”

Kalila menggeleng tak enak “Eh nggak usah pak,saya bisa kok kan saya cekut”

Zidan mengerutkan dahinya bingung “Cekut?” Beonya.

Kalila mengangguk “Cewek kuat” tangan-nya sembari membentuk sudut siku-siku. Zidan terkekeh mendengarnya,setelahnya dirinya merapikan beberapa motor yang berantakan membantu Kalila

“Makasih ya pak Zidan,saya terharu deh” Kalila berdiri di hadapan Zidan sekarang dengan mata yang berkaca-kaca

“Kenapa?”

“Soalnya udah bantuin saya,padahal biasanya piket sendirian” ucapnya. Hati Kalila memang selembut itu,perbuatan sederhana pun mampu membuatnya melting

Zidan melengkungkan senyumnya dan mengangguk “Sama-sama. Kalo begitu kamis depan kita piket lagi”

Kalila mendongak dengan mata yang masih seperti kaca “Kita?”

“Iya. Saya dan kamu,kamis depan saya usahakan berangkat lebih awal supaya bisa bantu kamu”

“Aaa...pak Zidan so sweet saya jadi makin suka sama bapak!”

Zidan mengalihkan pandanganya menatap sekitar. Jantung nya berdetak tak karuan, itu semua karena perkataan gamblang Kalila tadi

“Rendahkan suaramu Kalila,banyak orang disini”

“Ups! Sorry. Ya sudah saya ke kelas dulu pak. Terimakasih bantuannya tadi. Assalamualaikum calon imam!” Lirihnya dengan senyum lebar dan berlari meninggalkan Zidan yang terdiam dengan senyum tertahan

“Sampeyan kenapa senyum-senyum begitu pak?” Tanya seseorang dari arah depan. Zidan menolehkan pandanganya terdapat pria yang berseragam sama seperti dirinya.

“Tidak ada,mari Pak Aldi” Zidan berjalan melangkahkan kakinya menuju kantor dengan Pak Aldi

To be continue...

Aspect de L'amourTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang