9

327 18 2
                                    

Sampai di depan rumah pak kades, Kesya malah ragu untuk masuk. Kesya baru sadar kalau penampilannya ini kurang pantas. Kesya hanya memakai kemeja terusan panjang, celana kulot dan sandal jepit seperti di mushola-mushola.

"Balik aja, yuk. Kita salah outfit." Kesya mengajak Tiara pergi.

"Memangnya kita kudu pakai apa? Kebaya? Cuma nganterin rantang doang loh. Bukan ikut pemilihan Abang none." Tiara menolak pergi.

Kebetulan ibu pak kades yang sedang menyiram bunga, melihat keberadaan dua gadis yang sedang kasak kusuk di depan halaman rumahnya. Ibunya pak kades pun segera menghampiri.

"Ada tamu toh? Kenapa cuma berdiri di luar? Ayo masuk." Ibunya pak kades menyambut Tiara dan Kesya kelewat ramah.

Saat masuk ruang tamu, Kesya sangat takjub melihat penampakan ruang tamu rumah pak kades. Banyak guci-guci dan juga perabotan antik yang kelihatan mahal. Mungkin keluarga pak kades ini termasuk keluarga crazy rich di kampung ini.

"Silakan dimakan, Neng. Jangan dilihat saja." Ibunya pak kades menyuguhkan kue buatannya. Kesya mengambil sebuah kue berbentuk perahu.

"Itu namanya kue rangi, masih anget, ibu baru bikin tadi pagi." Ibunya pak kades tersenyum ramah.

Tiara dan Kesya makan dengan hati-hati. Jangan sampai mengeluarkan suara mengecap.

"Sebenarnya udah dari kemarin ibu pingin main ke tempat kalian, tapi belum sempat." Ibunya pak kades memulai percakapan. "Oh, ya. Diantara kalian mana yang namanya Kesya?"

"Saya, Bu." Kesya menjawab dengan sopan. Kesya berpikir dalam hati, bagaimana ibu ini tau namanya? Jangan-jangan dia sudah diincar.

"geulis pisan ...."  Ibunya pak kades tersenyum penuh arti. Membuat Kesya salah tingkah.

"Saya Tiara, Bu." Tiara juga memperkenalkan diri dengan sopan. Tapi tidak mendapatkan pujian dari ibunya pak kades seperti Kesya tadi.

"Ini kalian bawa apa? Repot-repot segala." Ibunya pak kades meng-unboxing rantang di depan Kesya dan Tiara.

"Keliatannya enak. Seharusnya kalian nggak usah repot-repot masak. Pasti kalian sangat sibuk." Ibunya pak kades menutup kembali rantangnya.

Tiara dan Kesya hanya menanggapi dengan senyuman. Mereka saling pandang.

"Semoga kerasan tinggal di desa ini, ya. Sebenarnya desa ini asri, cuma kekurangannya tidak ada listrik. Sebenarnya sudah diusahakan dari berpuluh-puluh tahun yang lalu. Tapi entah mengapa ... yah, mungkin karena desa ini terlalu terpencil. Apapun itu harus disyukuri, masih banyak yang lebih sengsara di luaran sana, seperti di daerah perbatasan. Pemerintah banyak tugasnya, nggak mungkin bisa memuaskan semua pihak."

Kesya dan Tiara hanya mengangguk mendengar keluhan ibunya pak kades.

"Ayo dimakan lagi kuenya, malah bengong dengerin cerita ibu."

Ibunya pak kades cerita panjang lebar tanpa diminta, cerita macam-macam. Cerita tentang rumah tangga pak kades yang sudah karam, cerita tentang anaknya pak kades yang sekarang ikut ibunya dan lain-lain.

"Dulu bapaknya Fadhil itu juga anak KKN, lalu kenal sama ibu yang kembang desa di sini." Ibunya pak kades bercerita dengan malu-malu.

"Makanya ibu seneng banget kalau ada anak KKN. Teringat sama kisah bapak dan ibu dulu. Bahkan bekas mantu ibu itu juga anak KKN, dokter muda dari kota. Tapi ya, sayang pernikahan mereka nggak lama. Emang jodohnya udah habis."

Kesya merasa ibunya pak kades sangat ramah dan terbuka, tapi terlalu over sharing.

Kesya menyenggol kaki Tiara, sebagai kode agar mereka segera pamit. Sebelum ceritanya menjalar kemana-mana. Kebiasaan orang tua kalau sudah cerita, apa saja diceritakan. Termasuk mama Kesya sendiri.

"Kok buru-buru sekali? Apa nggak sekalian makan siang di sini? Sebentar lagi Fadhil pulang. Biasanya kalau siang suka makan di rumah."

"Masih ada yang harus kami kerjakan, Bu." Kesya beralasan.

"Oh, ya sudah. Tapi ini kuenya dibawa, ya." Ibunya pak kades menyuruh pembantu di rumahnya membungkus makanan di meja.

Setelah mereka hampir pulang, Tiara malah membuka omongan lagi. Membuat Kesya kesal. Padahal udah susah payah pamit.

"Bunganya banyak ya, Bu?"

"Oh, iya. Ibu suka menanam bunga. Tapi ya cuma bunga kampung, ada bunga Dahlia, bunga tai ayam, bunga sepatu ...."

"Mama saya juga suka, ada janda bolong, kumis kucing, lidah mertua ...."

Kesya mengkode dengan matanya kepada Tiara, supaya jangan banyak omong lagi, Kesya ingin cepat pulang. Walaupun ibunya pak kades baiknya luar biasa, tapi Kesya sungkan bukan main. Kesya tidak biasa berbasa-basi dengan orang yang lebih tua. Capek sekali rasanya.

"Kalian sering-seringlah main kesini, nanti kita buat kue sama-sama."

"Iya, Bu." Tiara dan Kesya menjawab antusias. Iyain aja dulu, yang penting cepet pulang.

***

"Ibunya pak kades baik, ya, Sya?" Tiara membuka percakapan saat mereka sudah sampai di depan rumah. "Mertua idaman banget. Gue juga mau kalau jadi mantu dia. Tapi masalahnya, apa pak kadesnya mau sama gue?"

Kesya diam menanggapi ucapan Tiara. Matanya fokus memandang Ganta yang sedang menunggu di depan rumah.

Ganta segera berdiri menyambut kedua gadis itu.

"Gimana rasanya dipuji camer? Seneng? Besok-besok belajar masak sendiri. Jangan bohongi orang tua terus."

***

Awas kalau masakan lo kagak ngeunah ya, Ganta.

KKN (Kuliah kerja Nikah)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang