19

288 17 5
                                    

Akhirnya Kesya mengalah, gadis itu memasukkan lagi amplop itu ke tasnya. Sedang pak kades tersenyum menang.

"Dek Kesya ini tinggal di wilayah saya, jadi selama di sini, kamu itu tanggung jawab saya. Saya minta maaf kalau pelayanan di desa ini tidak maksimal. Dulu pernah ada puskesmas pembantu, bahkan mantan istri saya sendiri yang jadi dokter di sana. Tapi entah mengapa warga lebih senang berobat ke dukun tradisional. Bidan pun nggak laku di sini, walaupun gratis. Warga lebih suka melahirkan di paraji. Mungkin mereka takut akan obat kimia, lebih suka yang tradisional. Saya juga tidak bisa memaksa merubah kultur yang sudah berjalan turun temurun." Pak kades menjelaskan panjang lebar, Kesya mendengarkan dengan serius.

"Kalau Dek Kesya 'kan lain." Pak kades berhenti sejenak. "Dek Kesya orang kota. Pasti sudah terbiasa dengan pengobatan dokter. Kalau saya bawa ke dukun, nanti saya yang akan disalahkan kalau ada apa-apa."

"Oh, ya. Sekarang istri bapak praktek di mana?" Pertanyaan Kesya meluncur begitu saja. Terus terang pak kades agak kaget.

Kesya juga sebenarnya menyesal, dari sekian banyak topik yang bisa dibahas, kenapa malah milih topik mantan istri pak kades. Kesya mengutuk dirinya dalam hati. Kebiasaan deh, ngomong nggak dipikir.

"Mantan istri, Dek Kesya." Pak kades meluruskan. "Sekarang dia buka klinik di kota." Pak kades menjawab singkat.

"Oh, itu sebabnya kalian pisah, ya?" Lagi-lagi Kesya keceplosan. Kesya bahkan membungkam mulutnya sendiri.

"Maaf, Pak. Saya nggak bermaksud ngelunjak ... nggak tau kenapa mulut saya hari ini error ... kalau bapak nggak berkenan nggak usah dijawab." Kesya tampak sangat malu.

Pak kades hanya tersenyum melihat tingkah Kesya yang lucu. (Lucu karena naksir, kalau orang lain mah dianggap kurang ajar.)

"Iya, Dek Kesya benar." Pak kades terdiam sejenak. Membuat Kesya semakin salah tingkah.

"Istri saya itu orangnya dinamis. Dia tipikal perempuan mandiri yang punya passion dalam hidupnya. Di desa ini dia merasa keahliannya tidak dibutuhkan, dia juga merasa tidak bisa berkembang."

"Saya sendiri lulusan IPB. Tujuan saya kuliah ilmu pertanian adalah untuk membangun desa ini. Kakek dan ayah saya juga mantan kades, mereka juga mendedikasikan hidupnya untuk membangun desa terpencil ini. Saya bertekad untuk mengabdikan diri saya untuk desa ini. Saya tidak bisa meninggalkan desa ini. Saya lahir di sini, mati juga di sini. Dan kami berdua tidak menemukan titik temu untuk masalah ini. Itulah sebabnya kami berpisah baik-baik."

"Sekarang, ada yang perlu ditanyakan lagi tentang kehidupan saya?"

Pertanyaan pak kades membuat Kesya tertohok. Katanya mau bahas program KKN, malah bahas masa lalu pak kades. Kamu tuh gimana toh, Kesya?

"Maaf, Pak. Saya nggak bermaksud kepo dengan kehidupan masa lalu Bapak. Saya ini orangnya emang suka asal ngomong ...." Kesya meminta maaf lagi.

"Dek Kesya nggak perlu minta maaf. Saya justru senang kalau Dek Kesya ingin tau kehidupan saya lebih jauh. Itu artinya Dek Kesya peduli dengan saya. Benar begitu?"

"Nggak gitu, Pak ... saya tadi asal nanya aja kok ... sumpah!" Kesya berusaha menjelaskan mati-matian.

"Jadi Dek Kesya nggak peduli dengan saya?" Pak kades tersenyum, sengaja untuk menggoda Kesya.

"Nggak gitu juga, Pak. Saya jadi bingung jelasinnya gimana ...." Kesya jadi ingin menangis karena kesal dengan dirinya sendiri.

"Saya merasa Dek Kesya memang seharusnya tau tentang kehidupan saya."

"Hah? Kenapa gitu, Pak?"

"Baiklah, saya jujur saja, ya. Sebenarnya ibu saya punya harapan yang besar terhadap hubungan kita. Pasti Dek Kesya juga merasa."

Kesya hanya diam, tidak tau harus menjawab apa. Niat bahas program KKN kok malah melebar kemana-mana. Ini salah Kesya sendiri sebenarnya.

Melihat Kesya yang cuma diam, pak kades buru-buru meralat.

"Dek Kesya nggak perlu merasa terbebani dengan perasaan saya. Cukup fokus ke program KKN saja. Soal perasaan saya bukan tanggung jawab Dek Kesya. Biar saya yang mengatasinya sendiri."

***

Pasti pak kades ini zodiaknya Libra deh, soalnya orangnya terlalu berhati-hati dan penuh pertimbangan. Nggak sat set kayak tokoh pria di cerita gue yang lain. Orangnya juga sopan, lemah lembut, tajir, sawahnya banyak, kades lagi ... lah, ngapa gue naksir tokoh cerita gue sendiri??? 😭

KKN (Kuliah kerja Nikah)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang