5

509 28 1
                                    

Selepas magrib, keempat cewek KKN bersiap-siap untuk pergi ke mess cowok, ada hal yang harus mereka rundingkan, tentang progam kerja mereka keesokan hari. Inilah susahnya tinggal di desa terpencil non signal. Kalau ada WA kan enak, tinggal diobrolkan di grup.

"Kenapa kita yang harus nyamperin mereka, sih? Di mana-mana cowok yang nyamperin cewek, kayak sperma nyamperin sel telur." Kesya mengomel. Padahal jarak mess cewek dan cowok tidak seberapa jauh. Tapi mager juga sih, apalagi jalannya gelap.

"Iya juga, ya. Kenapa tadi siang gue iya-iya aja. Duh, bego." Tiara menepuk jidatnya sendiri. "Terus gimana cara manggil mereka kesini? Apa pakai telepati aja?"

"Coba pakai kentongan itu." Kesya menunjuk kentongan yang menganggur di dinding.

"Jangan, Kesya. Nanti orang-orang berdatangan, dikira ada maling." Irma melarang.

Untung saja Asep kebetulan lewat, pemuda itu mengayuh sepedanya hendak menonton acara layar tancap di desa sebelah.

"Kang Aseeep!" Keempat gadis KKN berteriak memanggil.

Asep merasa bangga sekaligus tersanjung mendengar namanya diteriakkan oleh keempat gadis itu.

"Ada apa teteh-teteh? Kangen sama Aa, ya?"

"Kang Asep mau kemana?" tanya Tiara yang segera menghampiri Asep dengan antusias.

"Mau lihat layar tancap di desa sebelah. Seru, Teh. Kalian mau ikut? Tapi nggak bisa semuanya, nggak muat atuh sepeda Akang. Gimana kalau Akang pilih aja, yang nggak kepilih jangan sedih, ya ...." kata Asep kepedean.

"Akang lewat mess anak cowok 'kan?" Tiara mengabaikan tawaran mulia Asep. "Minta tolong suruh mereka kesini ya, Kang?"

"Oh, iya, Teh. Nanti Akang panggilkan. Itu aja?" Asep menyanggupi.

"Iya, Kang. Itu aja. Makasih, ya. Selamat nonton layar tancap." Tiara mengucapkan terimakasih kepada Asep sembari menyelipkan uang sepuluh ribuan ke saku Asep.

"Apa ini, Teh? Ulah kitu." Asep menolak pemberian Tiara. "Nanti pak kades marah. Sudah tugas saya."

"Nggak papa, Kang. Buat beli Boba." Kesya menimpali.

"Mana ada jualan Boba, Kesya?" Irma menggeleng pelan.

***

Tak seberapa lama, rombongan cowok yang terdiri dari Ganta, Teguh, Reyhan dan Ucok datang menghampiri kediaman para cewek.

"Belagu kali kalian, bah! Jalan sedikit ke tempat kami pun tak mau." Ucok langsung mengomel di depan pintu.

"Makan, Cok. Daripada marah." Kesya segera menghidangkan cemilan yang tadi dibawakan pak kades, masih banyak tersisa. Cemilan yang terdiri dari kue basah itu lebih baik disodakohkan ke kaum duafa daripada basi. Maklum di mess ini tidak ada kulkas.

"Ngomong kotor kau!" Ucok menuduh Kesya.

"Apaan dah! Kan nama lo emang Ucok, kocak!" Kesya membela diri.

"Makanan dari mana? Kok banyak amat? Jangan-jangan kalian nyolong sesaji di bawah pohon itu, ya?" tanya Ganta julid.

"Bukan, Ganta. Ini pak kades yang bawa." Irma si paling kalem menjelaskan. Cewek berjilbab lebar itu memang yang paling waras diantara mereka. "Tadi pak kades sendiri yang kesini."

"Kok kami nggak dikasih? Cuma dikirim tikar doang." tanya Ganta lagi.

"Tergantung amal ibadah masing-masing. Nggak usah sirik." Kesya menimpali.

"Baik juga pak kades, ya. Sampai banyak gini makanannya." Teguh tanpa Suwandi menimpali.

"Gimana nggak baik, orang ada yang diincer." Tiara melirik Kesya. Begitu juga Ganta. Bahkan cowok itu menghentikan suapannya, diletakkan kembali kue burayot ke piring. Kontan Kesya mencak-mencak.

"Apa kalian lihat-lihat?"

***

KKN (Kuliah kerja Nikah)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang