16

318 17 0
                                    

Keesokan harinya, Kesya tidak sengaja bertemu pak kades di lokasi irigasi. Kesya langsung salah tingkah. Apalagi pak kades datang menghampirinya.

"Dek Kesya sudah benar-benar sehat, ya?" sapa pak kades.

"Alhamdulillah, Pak." Kesya menjawab sambil terus menunduk.

Pak kades merasa aneh dengan gelagat Kesya yang sepertinya menjaga jarak darinya. Pak kades jadi resah, apa dia punya salah? Kemarin Kesya masih baik-baik saja.

"Ada apa, Dek Kesya?"

Kesya tidak segera menjawab, malah sibuk menyepak kerikil di depannya.

"Saya ada salah?" tanya pak kades lagi.

"Oh, nggak, Pak. Bapak nggak ada salah. Justru saya yang punya salah. Maafkan perkataan saya waktu itu ya, Pak. Saya nggak sengaja." Kesya benar-benar minta maaf.

Pak kades mengingat sejenak. "Oh, yang di rumah sakit itu, ya. Nggak papa, Dek Kesya. Saya paham. Namanya juga lagi demam tinggi. Tenang saja. Saya nggak marah kok."

Pak kades tersenyum seperti biasanya, membuat hati Kesya lega. Ternyata pak kades tidak menganggap serius ucapannya yang ngawur.

Pak kades juga tau diri untuk tidak menanyakan hubungan Kesya dengan Tristan. Pak kades menghargai perasaan Kesya. Itu sama saja dengan mengorek luka yang masih basah. Kalaupun Kesya ingin bercerita, ia dengan senang hati akan mendengarkan.

Ibunya selalu mendesak pak kades agar segera menyatakan perasaannya kepada Kesya. Tapi pak kades memilih bersabar. Pengalamannya yang pernah gagal berumahtangga membuatnya lebih berhati-hati mencari calon istri. Kesya belum tentu mau menemaninya hidup di desa terpencil ini.

Setiap ada anak yang KKN di desanya, terutama gadis cantik, ibunya langsung antusias menjodohkannya dengan pak kades. Kalau yang dulu-dulu pak kades selalu cuek. Tidak mungkin juga pak kades cinlok tiap tahun.

Tapi dengan Kesya lain halnya, sejak melihat Kesya dihari pertama, pak kades punya perasaan simpati, semacam selalu ingin melindungi Kesya. Di matanya, Kesya terlihat seperti gadis periang, tapi rapuh. Itulah sebabnya pak kades amat memperhatikan kebutuhan Kesya.

"Pak, saya kesana dulu, ya."

Suara Kesya membuyarkan lamunan pak kades. Pria itu hanya bisa memandang punggung Kesya yang menjauh. Mendengar klarifikasi Kesya, terus terang hatinya sedikit sedih. Tapi mau bagaimana lagi, pak kades tidak mau membebani pikiran Kesya dengan perasaan sukanya, Kesya baru saja berkabung. Gadis itu masih perlu waktu untuk melupakan semuanya.

Tindakan pak kades yang tidak segera menyatakan perasaannya membuat ibunya gemas. Pak kades dinilai terlalu lamban.

"Kamu itu terlalu lemot, Dhil. Nggak seperti bapakmu yang sat set nikahin ibu. Kesya tinggal dua bulan di desa ini. Setelah itu dia akan balik ke kota, dan kamu akan dilupakan."

"Jodoh udah ada yang ngatur, Bu. Tenang saja." Hanya itu yang bisa dikatakan pak kades.

***

Setelah bertemu dengan pak kades, Kesya berpapasan dengan Ganta di pematang sawah. Ganta memilih untuk mengabaikan Kesya. Tapi Kesya segera memanggilnya.

"Ganta ...."

Ganta menghentikan langkahnya, kemudian berbalik.

"Kenapa, Sya?"

Kesya mendekati Ganta. "Gue minta maaf, ya. Atas semua ucapan kasar gue tempo hari."

"Lo nggak salah, Sya. Semua yang lo katakan itu benar." Ganta menolak permintaan maaf Kesya.

"Seharusnya gue berterimakasih sama lo. Bukan nya malah memaki-maki keluarga lo." Kesya berkata pelan. "Terserah lo mau terima apa nggak, yang penting gue minta maaf."

Kesya segera berbalik dan hendak berlari pergi. Tapi sial kakinya malah terpeleset, hampir saja Kesya jatuh ke kubangan lumpur di sawah, untung saja Ganta sigap menangkap pinggangnya.

Adegan itu disaksikan oleh teman-temannya. Mereka semua bertepuk tangan sambil bersorak sorai.

"Cium! Cium! Cium!"

"Cium biji mata lo!" Ganta segera melepaskan tangannya dengan kasar.

***

Ciye, baikan ....

KKN (Kuliah kerja Nikah)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang