40

300 17 0
                                    

Sampai di mess, Kesya langsung masuk kamar dan mengunci pintunya. Kesya bersandar di balik pintu sambil memegang dadanya yang berdebar. Kesya syok mendengar pernyataan cinta pak kades.

Tiara yang juga ada di dalam kamar, heran melihat tingkah Kesya.

"Lo kenapa?"

"Tiara! Pak kades nembak gue di kebon!"

Tiara tampak tidak kaget dengan cerita Kesya. "Oh, gitu. Tapi kok di kebon, sih? Nggak ada tempat lain apa?"

"Kok lo nggak surprise?"

"Kan bukan pertama kali, dulu udah pernah 'kan? Lo nya aja yang telmi."

Kesya masih bengong di balik pintu. Tiara menyeretnya untuk duduk.

"Terus lo jawab apa?" Tiara penasaran juga dengan jawaban Kesya.

"Gue langsung lari terbirit-birit." Kesya memukul dahinya dengan kesal. "Abis gue malu ada kang Asep."

"Nggak sopan." Hanya itu komentar Tiara.

"Terus gue harus gimana?" Kesya mondar-mandir di kamar sempit itu. Sempit karena barang-barang Kesya yang banyak.

"Nah perasaan lo sendiri gimana?"

Kesya malah kebingungan menjawab pertanyaan Tiara.

Selama ini ia memandang pak kades ya hanya seperti pak kades. Maksudnya, Kesya tidak pernah memandang pak kades sebagai seorang pria yang pantas ia taksir. Kesya selalu menghormati pak kades. Selain perasaan segan dan hormat, Kesya tidak berani mempunyai perasaan lain. Lain halnya dengan sekarang, ketika pak kades sudah menyatakan perasaannya, Kesya mulai menggali kejujuran dalam hatinya. Kesya memang nyaman berada di sisi pak kades. Pria itu sangat dewasa dan pengertian. Selalu ada saat dibutuhkan. Dan ... saat melihat pak kades bersama mantan istrinya, Kesya sempat merasa tersisihkan. Apakah semua itu cukup kuat untuk dikatakan kalau ia sebenarnya juga menyukai pak kades.

"Tapi masa gue harus jadian sama pak kades, sih?"

"Lah, kenapa? Pak kades juga laki-laki. Masih muda, ganteng juga. Minusnya cuma duda."

"Cerita lain biasanya cinlok sama temen, ini kok sama pak kades, apa nggak terlalu mind blowing?"

Tiara jadi mumet mendengar curhatan Kesya. "Ya udah, terserah lo. Kalau nggak mau sama dia ya tolak aja. Nggak usah ribet."

"Tapi lo harus cepat ngomong sama dia, jangan digantung. Biar pak kadesnya bisa cepet move on dan nyari cewek lain."

***

Selepas magrib, pak kades berkunjung ke rumah Kesya, lagi-lagi bersama kang Asep. Kesya kesal, kenapa pak kades selalu bawa kang Asep kemana-mana.

"Pak, kang Asep nggak bisa ditinggal aja?" tanya Kesya, saat menemui pak kades di teras.

"Lebih baik kita bicara ditemani kang Asep. Daripada bicara berdua. Takut menimbulkan fitnah di kampung ini." Pak kades menjelaskan.

Kesya masuk ke kamarnya dan mengambil headset. Dia pasangkan ke kuping kang Asep.

"Teh, saya mau diapakan?" Asep ketakutan. Namun beberapa saat kemudian Asep malah joget-joget.

"Kenapa kemarin Dek Kesya lari begitu saja?" Pak kades memulai pembicaraan.

"Soalnya, saya ... saya ... lupa belum angkat jemuran."

Pak kades tersenyum mendengar alasan Kesya yang tampak dibuat-buat.

"Dek Kesya, di sini saya tidak mau berbasa-basi lagi. Saya hanya akan bertanya sekali ini saja. Dek Kesya menerima perasaan saya, atau tidak?"

Kesya diam. Ia sadar, ia harus segera memberikan kepastian. Ia tidak boleh menggantung perasaan pak kades.

"Saya menerima, Pak."

Mendengar jawaban Kesya, senyum pak kades mengembang. Pria itu memalingkan wajahnya untuk menyembunyikan senyumnya.

"Jadi, sekarang kita jadian ya, Pak?" Kesya mengulurkan jari kelingkingnya.

"Sekarang Bapak jadi pacar saya."

Pak kades tidak menyambut keliling Kesya. Pria itu cuma mengangguk.

"Secepatnya saya akan melamar Dek Kesya."

***

KKN (Kuliah kerja Nikah)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang