14

306 20 1
                                    

Beberapa hari sejak kejadian di kebun singkong, Kesya sakit keras. Badannya panas dan muntah-muntah. Kesya juga menolak makan.

"Sya, lo pulang aja, ya. Kita kabarin orang tua lo supaya jemput." Tiara membujuk Kesya.

"Jangan, Tiara. Gue nggak mau mereka sedih liat keadaan gue. Gue nggak papa, cuma demam sedikit, besok juga sembuh."

"Besok apanya, Sya. Dari seminggu yang lalu lo selalu bilang, besok sembuh-besok sembuh, gitu aja terus. Gimana bisa sembuh, lo aja nggak mau makan. Lo nggak kasian sama pak kades dan ibunya yang tiap hari mondar-mandir kesini? Makanya sekarang lo makan, atau gue panggil orang tua lo!" Tiara mengancam.

"Ya udah sini buburnya. Gue mau makan." Kesya bangun dengan lemas. Namun sebelum menjangkau mangkoknya Kesya tiba-tiba pingsan. Tiara pun panik setengah mati.

"Tolong pak kades, pak erte, pak lurah, Kesya pingsan! Tolong!" Tiara dengan panik berteriak-teriak. 

Pak kades yang kebetulan ada di luar segera masuk ke kamar Kesya. Walaupun setiap hari menjenguk Kesya, pak kades hanya menunggu di luar, tidak pernah sampai masuk-masuk ke kamar Kesya. Di desa lain dengan di kota, di sini masyarakat masih menjunjung tinggi adat dan moralitas.

"Pak, tolong dibawa ke rumah sakit saja. Keadaannya sudah semakin parah."

Tiara menangis tersedu-sedu. Hanya dia seorang diri di rumah. Irma dan Ivana sedang ada proyek di luar. Tiara kebagian tugas menjaga Kesya di rumah.

Dengan sigap pak kades segera menggendong Kesya ke mobil Jeepnya. Sebenarnya sudah dari beberapa hari yang lalu ia menyarankan Kesya diperiksa ke rumah sakit, di desa ini belum ada puskesmas pembantu. Adanya cuma paraji. Masyarakat setempat kalau sakit hanya dibawa ke dukun tradisional.

Jarak rumah sakit dan desa ini lumayan jauh, sekitar dua jam. Di jalan Kesya yang berbaring dan kepalanya dipangku Tiara terus meracau.

"Mau pulang, besok ada proyek irigasi ... irigasi ... air sudah dekat .... Bengawan Solo ...."

Tiara yang mendengar Kesya meracau sambil sesekali menyanyi jadi makin panik.

"Pak, sepertinya dia kesurupan."

Pak kades yang juga merangkap ustadz di desanya pun segera merapalkan doa-doa sambil menyetir.

Sesampainya di rumah sakit, Kesya masih meracau. Pak kades setia menunggu di sampingnya.

"Loh, ada pak kades segala?" Kesya membuka matanya kemudian memejam lagi.

"Iya, Kesya. Ini saya. Mana yang sakit?" Pak kades bertanya penuh perhatian.

"Sini yang sakit, Pak. Sakit banget, macam gigit harimau." Kali ini Kesya meracau menirukan dialog Upin Ipin. Kesya menunjuk dadanya.

"Cowok saya jahat, Pak. Saya nggak mau nikah sama dia ... jahat banget jadi orang ...." Kesya masih saja meracau. "Bapak mah baik, nggak jahat kayak dia ... kita nikah aja yuk, Pak. Mau 'kan nikah sama saya ... mau, ya ... harus mau pokoknya, masa nggak mau sih, Pak ...."

Tiara malu sendiri mendengar Kesya meracau. Sedang pak kades cuma diam saja.

"Nikah yuk, Pak ... besok ya ... kalau nggak ujan ...." Kesya malah memegang lengan pak kades. Pak kades cuma diam, tidak berusaha melepaskan tangan Kesya.

"Iya, Kesya. Besok kita nikah, ya. Kamu istirahat dulu, supaya cepat sembuh." Pak kades berusaha menenangkan Kesya.

Setelah dokter memasangkan infus dan menyuntikkan obat penenang, Kesya pun tertidur.

***

Kesya ... sakit-sakit masih aja modus 😁

KKN (Kuliah kerja Nikah)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang