23

276 16 0
                                    

"Cyntia itu bukan siapa-siapa aku, Sya. Dia itu cuma perempuan nggak penting." Tristan berusaha memberi penjelasan untuk Kesya.

"Kalau nggak penting, kenapa disimpan bertahun-tahun? Barang penting biasanya disimpan, barang tidak penting biasanya dibuang. Apa menurut Kakak dia lebih baik dari aku? Jadi Kakak sayang untuk membuangnya?"

"Nggak kayak gitu, Sya."

"Apa kurangnya aku, Kak?"

"Kamu nggak kurang apa-apa, Sya. Aku cuma ... khilaf." Akhirnya Tristan mengakui kesalahannya. Kesya sudah tidak terkejut lagi.

"Kalau menurut Kakak dia lebih baik dari aku ... aku mundur. Silakan Kakak pilih dia. Kita putus baik-baik."

"Kasih aku kesempatan untuk menjelaskan, Sya." Tristan merendahkan harga dirinya dengan memohon pada Kesya.

"Oke." Kesya mengabulkan permintaan Tristan. "Tapi apapun penjelasan Kakak nanti, tidak akan mempengaruhi keputusan aku."

Tristan senang karena Kesya memberikannya kesempatan untuk menjelaskan. Tristan masih berharap Kesya mau berubah pikiran.

"Aku melakukan ini semua demi melindungi kamu ...."

Tristan diam sejenak. Untuk merangkai kata terbaik agar bisa meyakinkan Kesya agar mau kembali padanya.

"Dari apa?" Kesya bertanya dengan nada dingin.

Tristan menghela nafas dalam sebelum menjawab pertanyaan Kesya.

"Kamu tau aku ini pria dewasa, Sya ... yang punya kebutuhan juga. Kamu ngerti 'kan maksud aku?"

Kesya mencoba untuk mencerna penjelasan Tristan. Dan ia sudah mendapatkan poinnya. Kesya mengangguk pelan.

"Jadi Kakak mewajarkan perbuatan Kakak ini? Kalau Kakak merasa tidak bersalah, kenapa harus minta maaf?" sindir Kesya.

"Aku cuma tidak mau merusak kamu, Sya." Tristan terus mencari pembelaan.

"Jadi, karena Kakak tidak mau merusak aku, terus Kakak merusak gadis lain? Begitu?" Kesya meninggikan suaranya karena menurutnya penjelasan Tristan terlalu dipaksakan.

"Cyntia itu beda dengan kamu, Sya. Dia udah rusak dari sananya. Dia tau apa yang dia lakukan, dan aku nggak pernah memaksa. Dia melakukan dengan sukarela, dan mendapatkan keuntungan yang dia mau."

"Aku tetap tidak bisa menerima, Kak."

"Yang aku cintai cuma kamu. Kamu yang pantas menjadi istri aku. Bukan perempuan rendah seperti dia. Hubungan kami cuma sebatas transaksi. Tidak melibatkan perasaan sama sekali."

"Kakak yakin?"

Tristan mengangguk dengan tegas. "Aku sudah putus dengan dia, karena kita akan segera menikah. Setelah kita menikah, aku janji akan setia, Sya."

Setia katanya?

Kesya memejamkan mata, mencoba untuk tidak menangis. Ia sudah tidak antusias dengan impiannya tentang pernikahan yang indah bersama Tristan. Yang ada dipikiran Kesya hanya bagaimana cara memberitahu keluarganya tentang hubungannya yang kandas.

"Kenapa Kakak tega berbuat seperti ini? Kakak tau sesayang apa orang tuaku kepada Kakak? Gimana kalau mereka sampai tau? Apa Kakak pernah memikirkan perasaan mereka?"

"Aku memang bersalah, Sya. Aku benar-benar minta maaf."

Harga diri Tristan telah sampai di titik yang paling rendah, karena berkali-kali mengemis permintaan maaf dari Kesya.

"Tidak bisa, Kak. Lebih baik kita jalan masing-masing. Dan Kakak tidak perlu khawatir, aku akan merahasiakan perbuatan Kakak dari keluarga kita."

Tristan sudah kehabisan kata-kata meyakinkan Kesya. Gadis itu sudah berubah seratus delapan puluh derajat. Hatinya sekeras batu.

"Sya. Aku baru sekali ini berbuat salah, tapi kamu tidak mau memberi aku kesempatan? Setiap orang berhak mendapatkan kesempatan kedua."

Tristan memang tidak pernah berbuat salah kepada Kesya selama mereka berhubungan tiga tahun ini. Pria itu juga tidak pernah kasar dan berbuat macam-macam. Tristan selalu sopan kepada Kesya. Kegiatan mereka cuma makan, nonton dan jalan-jalan, tidak pernah lebih dari itu. Tristan selalu menghormati dan menjaga Kesya dengan baik. Itulah sebabnya orang Kesya mempercayakan gadis itu padanya. Kepada orang tua Kesya, Tristan juga berlaku sopan. Seperti kepada orang tuanya sendiri. Siapapun tidak ada yang curiga dengan perbuatan Tristan di luar sana.

"Tapi kesalahan Kakak yang cuma sekali itu sangat fatal. Aku tidak bisa menerimanya." Kesya bangkit dari duduknya. "Keputusan aku sudah bulat, Kak. Lebih baik kita putus saja."

Kesya bersiap untuk masuk ke dalam rumah, tapi Tristan memeluknya dari belakang. Kesya menangis, Tristan juga.

"Jangan kayak gini, Sya. Kamu tau aku nggak bisa tanpa kamu."

***

KKN (Kuliah kerja Nikah)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang