33

244 14 0
                                    

"Kak Dafa perlu bantuan?" Kesya mengunjungi Dafa di sore hari, sendiri tanpa Tiara.

Dokter muda itu pun menyambut kedatangan Kesya dengan senang hati. "Bantuan apa, Sya? Aku aja seharian nganggur. Pasienku cuma Tiara aja. Tampaknya warga di sini nggak ada yang percaya sama dokter, ya?"

"Jangan mikir gitu, Kak. Kan malah bagus kalau puskesmas sepi. Itu artinya warga pada sehat walafiat." Kesya menghibur Dafa. "Tadi Kakak bilang, Tiara main kesini?"

"Iya, katanya sakit kepala. Tapi aku yakin dia bohong."

Kesya memutar mata mendengar kelakuan sahabatnya. Tiara memang susah dikasih tau. Kena batunya baru tau. Nekat banget deketin Dafa.

"Sya, kamu ke sini kok nggak bawa apa-apa? Bawa cemilan kek, apa kek ...."

Kesya tersenyum, kemudian menyerahkan tinwall di balik punggungnya. "Tadi aku masak nasi goreng. Terus aku keinget Kakak."

"Bagus. Kalau punya makanan harus ingat sama aku." Dafa menerima bingkisan dari Kesya dengan senang hati.

"Ini apa, Sya?" Dafa membuka thinwall itu.

"Itu ceritanya nasi goreng, Kak. Tapi sayangnya, pas aku masak nasi kebanyakan air. Jadi kayak bubur hehe ... tapi masih layak makan kok. Tadi aku makan juga, nggak kenapa-kenapa tuh."

Dafa ngeri melihat penampakan makanan di depannya. "Lebih mirip MPASI, sih."

Walau ngeri, Dafa tetap makan juga masakan Kesya. "Ini karena kamu cantik, Sya. Makanya aku mau makan."

"Jason gimana kerjanya, Sya? Aku dengar kerja di kilang." Dafa menanyakan kabar kakak Kesya.

"Iya, Kak. Kemarin tugas ke Amsterdam."

"Hebat dia. Udah bisa nyari duit sendiri. Aku masih gini-gini aja."

"Kakak juga hebat kok, jadi dokter kan nggak mudah. Dulu cita-citaku jadi dokter juga. Tapi sayang aku nggak terlalu pinter."

"Makasih, ya, Sya. Kamu udah semangatin aku. Manis banget, sih. Pingin aku cubit." Dafa ingin mencubit pipi Kesya, namun diurungkan. "Bisa-bisa aku dibunuh sama Jason kalau sampai berani megang kamu."

Dalam geng mereka dulu, ada peraturan yang paling penting selain merebut pacar teman, yaitu dilarang memacari adek teman.

"Kakak kapan nikahnya?" tanya Kesya lagi. Kesya memang seakrab itu dengan Dafa. Sudah dianggap Kakak sendiri walaupun gaya bicara Dafa terkesan nakal. Dafa pun menganggap Kesya sebagai adiknya, kebetulan Dafa anak tunggal.

"Nikah juga mau dikasih makan apa anak istri aku? Kamu pikir gaji dokter banyak? Kuliah aja mahal, nggak balik modal kalau gini. Apalagi yang cuma dokter umum kayak aku ...."

"Semangat, Kak. Pasti ada yang mau sama Kakak. Biasanya mertua pada suka sama menantu dokter."

"Gimana kalau kamu aja yang nikah sama aku? Nanti aku kasih makan antasida."

Kesya tau Dafa cuma bercanda, ia juga tidak baper sama sekali.

"Oh, ya, Sya ... gimana rencana pernikahan kamu?" Dafa tiba bertanya.

"Gagal, Kak. Kak Tristan udah nikah sama orang lain." Kesya menjawab pelan.

"I'm sorry to hear that. Aku tau dari Tiara. Nggak nyangka Tristan seperti itu. Senakal-nakalnya aku, aku akan berpikir dua kali sebelum hamilin cewek ...."

"Karena Kakak tau triknya. Kakak 'kan dokter." potong Kesya.

"Hey, nggak gitu, ya ... Kamu diajari siapa ngomong kayak gitu? Aku bilangin ke Jason, kalau adiknya udah tau yang aneh-aneh."

***

Saat perjalanan pulang, Kesya bertemu dengan pak kades di jalan, saat itu pak kades mengenakan pakaian serba putih. Sepertinya baru pulang dari jamaah di musholla.

"Astaghfirullah! Pocong!" Kesya yang kaget tidak sengaja berteriak. "Bapak kenapa ngagetin saya?"

"Dek Kesya darimana?" Pak kades mengabaikan pertanyaan Kesya.

"Saya dari puskesmas, Pak." Kesya menjawab jujur.

Pak kades mengerutkan keningnya, "Dek Kesya sakit?"

"Saya cuma mau ngasih makanan ke dokter Dafa, Pak. Saya baru aja masak, kebanyakan." Kesya menjelaskan.

Ada rasa iri di hati pak kades. Dafa belum satu Minggu di sini, sudah bisa merasakan masakan Kesya.

"Dek Kesya, saya kan sudah pernah bilang, tidak baik malam-malam bertemu pria. Bisa menjadi fitnah bagi Dek Kesya sendiri. Dek Kesya sendiri sudah pernah berjanji dengan saya, supaya menjaga sikap dan menghormati adat istiadat sekitar. Dek Kesya lupa?"

"Tapi kak Dafa itu teman kakak saya, Pak. Kami nggak ada hubungan apa-apa kok." Kesya menunduk malu.

"Saya perhatikan tadi siang kalian sudah mengobrol akrab. Apa masih kurang, malam masih mau dilanjut? Tidak hanya dengan dokter Dafa, dengan Reyhan Dek Kesya juga senang bercanda. Belum lagi Ganta ...."

"Apa, sih, Pak? Orang kami cuma berteman."

"Kenapa Dek Kesya gampang akrab dengan semua pria. Kenapa?"

"Bapak tuh yang kenapa!" Kesya tersinggung dengan pertanyaan pak kades, hingga tak sadar ia berteriak.

"Dek Kesya, maksud saya baik. Saya diberi amanah oleh orang tua Dek Kesya secara langsung ... saya tidak mau ada yang menganggap Dek Kesya perempuan tidak benar ...."

"Apa?" Kesya menangis mendengar pedasnya ucapan pak kades. "Jadi, menurut Bapak saya terlihat seperti perempuan murahan. Begitu?"

Melihat Kesya menangis, pak kades bingung harus berbuat apa.

"Baiklah, Pak. Kalau sudah tidak ada yang perlu dibicarakan, wanita murahan ini akan pergi." Kesya berlari meninggalkan pak kades dengan berlinang air mata.

Pak kades berusaha memanggil Kesya. "Dek Kesya! Bukan begitu maksud saya ...."

***

KKN (Kuliah kerja Nikah)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang