34

249 14 0
                                    

Sampai di mess, Kesya langsung menangis di kasur, membuat Tiara yang sekamar dengannya jadi khawatir.

"Sya, kalau nangis jangan kencang-kencang. Di kamar sebelah ada Irma lagi ngaji. Ivana juga lagi sakit gigi."

Kesya mengabaikan ucapan Tiara. Gadis itu terus saja menangis, hatinya sakit bukan main. Baru kali ini ada yang mengatainya wanita murahan.

"Lo kenapa, sih, Sya? Kalau ada masalah, cerita! Lagian lo darimana malam-malam gini?" Tiara mengelus pelan rambut Kesya.

"Gue dari puskesmas."

"Hm, ke puskesmas nggak ngajak-ngajak!" Gerakan tangan Tiara yang semula mengelus berubah jadi menjambak.

"Terus, kenapa lo pulang-pulang nangis? Memangnya diapain sama dokter Dafa?"

"Bukan kak Dafa yang jahat ... huhu ...." Kesya meralat pertanyaan Tiara.

"Ya terus siapa? Ganta?"

"Bukan dia juga."

Tiara mulai kesal kepada Kesya. "Kasih tau aja kenapa, sih, Sya. Biar gue labrak orangnya."

"Pak kades yang jahat." Kesya mengadu seperti anak kecil. "Lo berani sama pak kades?"

"Hah? Serius? Tumben pak kades jahat? Kalau disuruh labrak dia, sih ... Gue mikir-mikir dulu hehe ...." Tiara malah cengar-cengir.

Kesya menghapus air matanya dan duduk menghadap Tiara. "Ti, apa bener gue terlihat seperti wanita murahan?"

"Sumpah lo? Pak kades ngomong begitu?" Tiara tidak percaya. Kesya mengangguk cepat.

"Dia bilangnya perempuan tidak benar, kan sama aja artinya sama wanita murahan?"

"Memangnya lo ngapain sampai dikatain kayak gitu? Lo menggoda pak kades?" Tiara makin penasaran.

"Nggak, Ti! Mana ada gue begitu. Gue sendiri nggak tau, pulang dari ketemu sama kak Dafa, tiba-tiba dia nyegat gue di jalan, terus dia ngomong kayak gitu. Gimana gue nggak sakit hati coba? Apa karena gue ngasih nasi goreng ke kak Dafa, terus dia nggak gue kasih? Terus dia iri."

"Hm, bagus! Nasi goreng lo kasih Dafa, terus gue nggak ditawari. Perempuan nggak bener emang." Tiara berubah jadi nyolot.

"Kan tadi pas lo mandi udah gue tawari. Tiara, mau nasi goreng nggak? Lo jawab enggak. Ada saksinya kok, Irma waktu itu di dapur juga. Tanya aja kalau nggak percaya. Kok jadi gue yang salah?" Tiara balas nyolot.

"Lah, gimana. Orang mandi malah ditawari nasi goreng. Punya masalah bawa ke gue, punya nasi goreng bawa ke Dafa," sindir Tiara lagi.

"Apa, sih, Ti? Dari tadi lo marahin gue terus? Lo tim gue apa tim pak kades, sih?"

***

Di kamarnya, Fadhil merenung seorang diri. Pria itu terus memikirkan keadaan Kesya. Fadhil mesih terbayang-bayang wajah Kesya yang menangis di depannya.

Fadhil merasa sangat bersalah. Sungguh dia tidak bermaksud menyakiti Kesya. Pemilihan kata menurutnya sudah tepat. Tapi entah mengapa masih saja menyakiti Kesya.

Sebenarnya tadi ia ingin langsung menyusul Kesya ke messnya. Tapi sebagai kepala desa ia harus menjaga sikap. Tidak enak dilihat orang kalau dia nekat bertamu malam-malam ke tempat gadis-gadis.

Fadhil tidak menyangka kalau tanggapan Kesya akan seperti itu. Sebagai seorang pria yang bisa dibilang berusia matang, Fadhil merasa sangat bodoh.

Seharusnya tadi ia berterus terang kepada Kesya. Kalau sebenarnya dia cemburu. Dia tidak suka Kesya dekat-dekat dengan pemuda lain.

***

KKN (Kuliah kerja Nikah)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang