Kembali Ke Kumayan

78 2 0
                                    

Pagi itu cerah, hari yang sudah dinanti-nanti akhirnya tiba. Para mahasiswa KKN mulai berkumpul di depan kampus, bersiap untuk keberangkatan menuju Desa Lumayan. Mobil sudah siap di parkiran, dengan Alam yang dipercaya sebagai sopir untuk perjalanan ini. Mobilnya cukup besar dan luas, cukup untuk menampung Sakti, Alina, Key, Risa, Andi, dan Bayu sebagai penumpang.

Alam membuka pintu depan dan naik ke kursi pengemudi, memeriksa setir dan kaca spion dengan teliti. "Siap semua?" tanyanya, suaranya terdengar bersemangat. Dia menoleh ke belakang, memastikan semua orang sudah masuk ke mobil.

Sakti yang duduk di kursi depan sebelah Alam mengangguk. "Siap, lam. Jalan sajo," katanya sambil tersenyum, tatapannya tertuju ke belakang, di mana Alina duduk sambil merapatkan tubuhnya kepadanya. "Alina, nyaman kan duduk di situ?" Sakti bertanya lembut.

Alina yang sejak awal tampak clingy pada Sakti tersenyum dan merangkul lengan Sakti dengan manja. "Nyaman kok, asal ada kamu di sini," katanya sambil menyandarkan kepala di bahu Sakti, membuat yang lain hanya bisa tersenyum kecil melihat tingkah manja Alina.

"Astaga, kalian berdua ini kayak nggak bisa pisah sehari aja," celetuk Risa yang duduk di sebelah Alina. "Kamu nggak capek nempel terus, Lin?" lanjutnya sambil mengeluarkan sebatang cokelat dari tasnya dan mulai menggigitnya.

Alina hanya terkikik dan memeluk lengan Sakti lebih erat. "Namanya juga cinta, Ris. Bilang aja loe iri,"

Risa tertawa sambil menggelengkan kepala. "Gak deh, yang penting sekarang, aku butuh makanan dulu," katanya sambil membuka tas camilannya lagi. "Kira-kira di tengah jalan ada yang jual jajanan nggak ya?"

Di sudut belakang mobil, Key duduk dengan tatapan kosong, pikirannya melayang-layang memikirkan mimpi tentang Pitaloka yang masih terus membayangi pikirannya sejak malam itu. Kata-kata Pitaloka tentang "satu jiwa dan dua jiwa" masih berputar-putar dalam benaknya. Dia tidak bisa mengusir firasat bahwa ada sesuatu yang penting dari mimpi itu, sesuatu yang berhubungan dengan perjalanan mereka kali ini. Namun, Key tetap diam dan berusaha fokus pada percakapan di sekitar, walaupun hatinya penuh kebingungan.

Di sebelah Key, Bayu yang duduk dengan posisi rileks berusaha mencuri perhatian Key dari tadi. Ia menatap Key beberapa kali, berharap mendapatkan kesempatan untuk mengobrol dengannya. "Key, kamu nggak apa-apa? Sejak tadi diem aja," tanya Bayu akhirnya, suaranya terdengar tulus.

Key menoleh, tersenyum tipis. "Aku baik-baik aja, Bayu. Cuma lagi kepikiran sedikit soal... mimpi aja." Dia tidak ingin menjelaskan terlalu banyak, tahu bahwa mimpinya tidak akan mudah dipahami orang lain.

"Oh, yaudah. Kalau butuh cerita, kamu bisa ngobrol sama aku," ujar Bayu, mencoba bersikap ramah. Dalam hatinya, dia berharap bisa lebih dekat dengan Key selama perjalanan ini.

Di bangku paling belakang, Andi duduk menyandarkan kepalanya pada jendela, tertidur sejak awal perjalanan. Suara tawa dan obrolan teman-temannya tidak mengganggunya sedikit pun. Dia sudah terbiasa tidur di mana saja, bahkan di perjalanan jauh sekalipun.

Mobil mulai melaju meninggalkan kampus, Alam mengemudi dengan santai sambil mengikuti jalan yang akan membawa mereka ke Desa Kumayan. Jalanan masih cukup lengang, membuat suasana dalam mobil terasa damai, meskipun penuh dengan candaan ringan dan keakraban di antara mereka.

"Berapa lama lagi sampai Kumayan, Alam?" tanya Sakti, sesekali menengok ke peta di ponselnya.

"Kurang lebih tiga jam lagi, kalau nggak ada hambatan di jalan," jawab Alam tanpa melepaskan pandangan dari jalan di depannya.

"Yah, tiga jam lagi," keluh Risa sambil mengunyah cokelatnya. "Semoga ada tempat makan di tengah jalan, perut aku nggak bakal tahan sampai desa kalau nggak makan sesuatu."

Sakti hanya tertawa. "Santai aja, Ris. Nanti kalau ketemu warung kita berhenti."

Sementara itu, Key kembali terdiam, memandangi jalanan yang semakin jauh dari kota. Dalam pikirannya, dia merasa perjalanan ini tidak akan sekadar perjalanan biasa. Entah mengapa, mimpi tentang Pitaloka, harimau putih, dan desa Kumayan terasa seperti sebuah peringatan. Tapi untuk saat ini, dia memilih menyimpan kekhawatirannya sendiri, sambil terus menikmati kebersamaan dengan teman-temannya.

7 Manusia Harimau New Generation : Kembali (Fan Fiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang