Kumayan : Pulang

108 9 1
                                    

Bisma terus berjalan di antara pepohonan yang rimbun, darah dari luka-lukanya mengalir perlahan, tetapi rasa sakit itu sudah tidak ia pedulikan. Dalam pikirannya, dendam yang bersemayam lama mulai beralih. Bukan lagi sekadar menghancurkan Pitaloka-itu terlalu sederhana. Bisma tahu bahwa Pitaloka mungkin lebih kuat dari yang ia perkirakan, tetapi ada satu hal yang akan membuatnya hancur tanpa daya: kehilangan anaknya.

Key.

Key bukan hanya anak dari Pitaloka, tapi juga putri dari Gumara, pria yang telah merebut hati Pitaloka. Itu cukup untuk membuat Key menjadi target sempurna. Bisma tersenyum sinis, rencana barunya mulai terbentuk dengan jelas di pikirannya. Jika dia tidak bisa mengalahkan Pitaloka dengan kekuatan langsung, dia akan menghancurkannya secara perlahan, dengan mengambil hal yang paling berharga dalam hidupnya.

"Pitaloka... kau takkan bisa hidup tanpa putrimu," bisiknya penuh racun, kebencian mendidih dalam suaranya. "Key adalah kelemahanmu, dan aku akan memanfaatkan itu."

Bisma memutar otak dengan cepat. Dia sudah mendengar sedikit tentang Key-anak dari Pitaloka dan Gumara yang tinggal di Kumayan. Gadis itu mungkin masih terlalu muda untuk memahami pentingnya keberadaannya dalam rencana ini, tetapi itulah yang akan membuatnya lebih mudah untuk menculiknya. Tidak ada yang akan menduganya. Pitaloka dan Gumara pasti akan kehilangan fokus, dan saat itulah Bisma akan melancarkan serangannya.

"Aku akan membuatmu menderita, Pitaloka," gumamnya dengan mata penuh kebencian. "Aku akan menghancurkan hatimu dengan cara yang paling menyakitkan."

Dengan tekad baru yang tertanam dalam dirinya, Bisma mempercepat langkahnya. Dia sudah menyusun rencana bagaimana mendapatkan Key tanpa ketahuan. Dia tahu bahwa dengan ajian yang dimilikinya, dia bisa menyusup ke Kumayan tanpa terlalu banyak menciptakan kecurigaan. Pitaloka mungkin sudah kuat dan waspada, tetapi jika dia fokus mencari Key, Pitaloka akan tak berdaya.

Bisma tahu bahwa Pitaloka dan Gumara tidak akan pernah bisa hidup tenang tanpa putri mereka. Mereka akan menjadi lemah, hancur, dan itulah saat dia akan menyerang. Key adalah kunci untuk melumpuhkan mereka.

"Key," ucap Bisma penuh tekad. "Kaulah yang akan membawa kehancuran bagi ibumu."

Malam terasa dingin dan sunyi di desa Kumayan. Semua orang terlelap, termasuk Andi yang tertidur lelah setelah hari yang panjang. Namun, tiba-tiba ponselnya berdering, getarannya membuatnya terbangun. Matanya yang masih berat berusaha menyesuaikan dengan cahaya layar yang menyala. Nama ayahnya, Bisma, terpampang jelas di layar.

Andi mengerutkan kening, jarang sekali ayahnya menelepon di tengah malam. Dengan perasaan tidak enak, ia mengangkat telepon itu dan berbisik, "Halo?"

Suara berat Bisma langsung terdengar, kasar dan penuh kemarahan. "Andi, kau harus pulang sekarang."

Andi tertegun sejenak, masih berusaha mencerna ucapan ayahnya. "Tapi ayah? Aku sedang KKN, ini penting untuk nilai kuliahku."

"Aku tidak peduli dengan KKN-mu!" bentak Bisma di ujung telepon, nadanya memancarkan amarah yang tidak biasa. "Aku bilang pulang, sekarang juga!"

Andi merasa ketakutan. Ayahnya tidak pernah berbicara sekeras itu padanya kecuali ketika benar-benar marah. Meski merasa bingung dan terpojok, ia tahu bahwa membantah bukan pilihan. Di bawah tekanan suaranya yang bergetar, Andi hanya bisa menjawab dengan patuh, "Iya, Ayah. Tapi... kenapa? Ada apa?"

"Kau tidak perlu tahu alasannya!" bentak Bisma lagi. "Jangan membuang waktuku dengan pertanyaan bodoh! Aku bilang pulang, jadi pulang! Besok, pagi-pagi sekali."

Andi menarik napas dalam-dalam, berusaha mengendalikan kegelisahannya. "Baik, Ayah. Aku akan pulang."

Setelah menutup telepon, Andi duduk diam di bawah pohon kelapa yang menjulang, dikelilingi kegelapan malam. Hati nya berkecamuk dengan berbagai pertanyaan. Dia tak mengerti kenapa ayahnya bersikap sekeras itu. Bisma selalu penuh tuntutan, tapi malam ini amarahnya terasa jauh lebih gelap dan mengancam.

Dengan langkah pelan, Andi berjalan kembali ke rumah Datuk Lebai Karat. Di dalam hatinya, ia merasa seperti pengecut karena harus tunduk pada perintah ayahnya, meski tahu KKN ini sangat penting baginya. Tapi dia tidak bisa melawan. Ayahnya selalu memiliki kuasa yang begitu besar atas dirinya, dan rasa takut itu terlalu dalam.

Saat ia melangkah masuk kembali ke rumah, Andi teringat kata-kata ayahnya yang penuh kemarahan. Mengapa tiba-tiba ia harus pulang? Apa yang sedang terjadi? Tapi Andi tak berani menanyakan lebih jauh. Seperti yang selalu diajarkan ayahnya, ada hal-hal yang lebih baik dibiarkan tidak diketahui.

Malam itu, meski Andi berusaha untuk tidur lagi, pikirannya terus menerawang, penuh dengan ketakutan dan keraguan.

Bisma masih berjalan pulang, pandangannya tajam seperti seekor predator yang siap menerkam mangsanya. Senyumnya perlahan mengembang, tawa jahatnya pecah di hutan yang gelap. Ia puas setelah berhasil membuat Andi setuju untuk pulang, jauh dari segala kekacauan yang akan terjadi. Bisma menginginkan keselamatan putra satu-satunya, tapi di sisi lain, ia juga tidak mau Andi terlibat dalam dunia inyik Kumayan, dunia yang menurutnya penuh dengan kutukan.

"Ah, Pitaloka... Aku akan membuatmu merasakan penderitaan yang jauh lebih dalam," gumam Bisma sambil tertawa pelan. "Anak-anakmu akan menjadi kunci kehancuranmu. Tanpa mereka, kau tak akan punya apa-apa lagi. Aku akan menghancurkan segalanya."

Rencana jahatnya sudah terpatri dalam pikirannya. Dia akan mengambil Key, anak Pitaloka dan Gumara, menghancurkan ikatan mereka, dan memastikan Pitaloka tak akan pernah kembali sebagai sosok yang kuat. Ia tahu kelemahan Pitaloka terletak pada anak-anaknya. Dengan Key di tangannya, Pitaloka pasti akan jatuh.

Di sisi lain, di tempat yang jauh, Pitaloka akhirnya tiba di depan gerbang desa Kumayan. Harimau Putih yang membawanya melesat begitu cepat, membawa Pitaloka menyusuri hutan dan lembah yang gelap. Ketika mereka akhirnya mencapai gerbang desa, Pitaloka turun dari punggung harimau itu. Tubuhnya masih terasa lelah, tapi hatinya dipenuhi kerinduan dan emosi yang meluap.

Sosok Harimau Putih berdiri tegak di depannya, matanya bersinar tajam sebelum perlahan-lahan menghilang ditelan cahaya. Pitaloka menghela napas panjang, merasakan ketenangan sesaat setelah perjalanan panjang yang melelahkan. Hatinya bergemuruh dengan kenangan tentang desa ini, tentang masa lalu yang perlahan kembali mengisi ingatannya.

Dia berdiri diam, menatap gerbang Kumayan yang sudah lama tidak dilihatnya. Setiap sudutnya terasa begitu familiar, membawa kembali rasa nostalgia dan sekaligus rasa duka. "Akhirnya... aku kembali," gumamnya lirih.

Kerinduan mendalam menyelimutinya. Desa Kumayan adalah tempat di mana segala sesuatunya bermula, dan kini, ia kembali untuk menyelesaikan apa yang pernah dimulai. Tapi ia tahu, perjuangan yang menantinya tak akan mudah.

7 Manusia Harimau New Generation : Kembali (Fan Fiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang