Sang Ratu

86 4 2
                                    

Di dalam mobil yang kini kembali diam setelah kehebohan tadi, suasana perlahan mereda. Key masih terduduk dengan napas yang belum sepenuhnya tenang, kepalanya dipenuhi dengan berbagai pertanyaan yang berputar tanpa jawaban. Suara auman harimau yang tadi terdengar begitu nyata kini menghilang sepenuhnya, seolah hanya ilusi sesaat. Ia mengamati Andi yang tampak kelelahan, kepalanya bersandar di jendela mobil, keringat masih membasahi pelipisnya. Tapi setidaknya, Andi tampak lebih tenang sekarang.

"Lo udah mendingan, Di?" tanya Key pelan, suaranya sedikit bergetar.

Andi hanya mengangguk lemah, matanya terpejam seolah mencoba menahan kelelahan dan rasa sakit yang masih samar-samar tersisa. "Udah..." gumamnya lirih, masih terdengar sedikit gemetar.

Key memandanginya, berusaha menafsirkan apa yang baru saja terjadi. "Tadi lo denger juga, kan? Suara auman harimau itu? Gue nggak gila, kan?"

Andi membuka mata perlahan, menatap Key dengan ekspresi yang sulit diartikan. "Iya... denger. Tapi nggak tahu itu dari mana. Seperti... dekat, tapi jauh."

Kebingungan melanda Key. Ia masih merasakan firasat buruk dari suara tersebut, namun tak ada yang bisa dijelaskan dengan logis. Semuanya terasa seperti misteri yang belum siap diungkap.

Sementara itu, di ujung barat hutan yang berbatasan dengan Desa Kumayan, ada gerakan yang tak terlihat oleh mata para mahasiswa yang baru datang itu. Di balik bayang-bayang pepohonan yang menjulang tinggi, seseorang tengah mengintai mereka. Seorang sosok yang telah lama bersembunyi dalam kegelapan, menunggu waktu yang tepat untuk kembali.

Ratu Hang Ci Da, musuh lama Desa Kumayan, kini berdiri di atas sebuah batu besar, menatap dalam kegelapan dengan tatapan penuh kebencian. Angin dingin malam itu menyapu rambut hitam panjangnya yang dikepang rapi. Di sekelilingnya, pasukan barunya bergerak tanpa suara, para prajurit yang tak lagi mengenal kematian, dipersiapkan dengan kekuatan baru yang mengerikan.

Wajah Ratu Hang Ci Da menegang, matanya berkilat-kilat penuh dendam. “Mereka telah datang... para cucu dari mereka yang dulu menghancurkan kerajaanku...” bisiknya dengan suara yang begitu dingin. Tatapannya beralih ke arah mobil yang masih berhenti di kejauhan, dimana Andi, Key, dan kawan-kawan mereka berada.

Pasukan Ratu Hang Ci Da adalah makhluk-makhluk yang tidak lagi sepenuhnya manusia—mereka dihidupkan kembali oleh ajian hitam yang hanya diketahui oleh Sang Ratu. Mereka bergerak dalam bayang-bayang, menunggu titah untuk menyerang.

"Jiwa-jiwa muda itu tidak tahu apa yang mereka hadapi," kata Ratu Hang Ci Da dengan senyum tipis di bibirnya. "Dan kali ini... Kumayan akan jatuh. Tidak ada yang bisa menghentikanku sekarang."

Dengan sekali gerakan tangan, Ratu Hang Ci Da memberi sinyal kepada pasukannya untuk bersiap. Mereka tak akan menyerang sekarang—belum saatnya. Namun, kehadiran mereka sudah cukup untuk membuat Kumayan gemetar.

Malam semakin larut, dan di tengah ketenangan yang palsu itu, bahaya mulai menyebar, merambat perlahan seperti kabut tipis yang nyaris tak terlihat. Key, Andi, dan yang lainnya belum tahu apa yang menanti mereka. Tapi pertempuran lama antara kebaikan dan kejahatan akan segera terulang.

Alina yang duduk di sebelah Sakti mulai gelisah, matanya melirik Key dan Andi yang tampak kelelahan setelah kejadian tadi. Rasa penasaran mulai menguasai pikirannya. Dia menyentuh bahu Sakti dengan lembut, suaranya terdengar pelan namun penuh keingintahuan. "Sak, kok bisa sih Key sama Andi dengar hal yang sama? Mereka kan baru kenal, tapi kenapa cuma mereka berdua yang ngalamin itu?"

Sakti hanya mengangkat bahu, tampak bingung juga. "Saya enggak tahu, Lin. Ini aneh banget. Tadi saya juga tak denger apa-apa, padahal mereka berdua kayak denger suara yang sama."

Alina mendesah frustrasi. Ia memang selalu manja dan suka menggantungkan diri pada orang lain untuk mencari jawaban, tapi kali ini tak ada yang bisa memberikannya penjelasan yang pasti. Rasa ingin tahunya semakin besar, membuatnya sulit untuk tenang.

Di sisi lain, Bayu yang duduk di sebelah Risa juga tak bisa menghilangkan kekhawatirannya. Ia melihat Key yang tampak kebingungan setelah kejadian tadi, dan ada perasaan yang tak nyaman tumbuh dalam dirinya. Bayu memang diam, tapi dalam hatinya ia merasa tidak tenang. Ia selalu berusaha mendekati Key dengan cara-cara yang halus, tapi kini ia merasa ada jarak yang tak bisa dijelaskan.

Dengan ragu, Bayu akhirnya memberanikan diri bertanya. "Key, lo baik-baik aja kan? Tadi itu kelihatannya... gila banget." Suaranya terdengar khawatir, meskipun dia berusaha menyembunyikannya.

Key menoleh ke arah Bayu, lalu mengangguk pelan. "Gue nggak tahu, Yu. Serius. Gue denger suara itu jelas banget, terus tiba-tiba Andi juga ngerasain hal yang sama. Gue nggak bisa jelasin."

Bayu menelan ludah, hatinya berdebar lebih kencang. Dia benar-benar peduli pada Key, meski tak pernah terang-terangan menunjukkannya. "Yang penting lo selamat. Kita nggak tahu ini apa, tapi yang penting lo jangan terlalu stress dulu."

Key hanya tersenyum tipis, tapi matanya masih penuh kebingungan dan rasa khawatir. "Thanks, Yu. Gue cuma... nggak ngerti apa yang barusan terjadi."

Sementara itu, Alina terus memandangi Key dan Andi, rasa penasarannya belum juga hilang. Dia memeluk lengan Sakti lebih erat, mencoba mencari rasa nyaman di tengah-tengah kegelisahan yang melanda. "Sak, gue beneran penasaran. Sak coba pikir ini ada hubungannya sama tempat ini gak sih? Mana kita di tengah hutan lagi?"

Sakti menatap Alina sebentar, lalu mengangguk pelan. "Mungkin aja, Lin. Saya juga nggak tahu pasti, tapi bisa jadi ini ada hubungannya."

Semua orang kini merasa ada sesuatu yang lebih besar sedang menanti mereka di Desa Kumayan. Sesuatu yang tak bisa dijelaskan dengan mudah, namun perlahan mulai terungkap dalam tanda-tanda aneh yang mereka alami.

7 Manusia Harimau New Generation : Kembali (Fan Fiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang