Andi masih terus menggenggam telinganya erat, wajahnya kini basah oleh keringat dingin. Nafasnya tersengal-sengal seperti seseorang yang sedang kesakitan luar biasa. Tubuhnya bergetar, dan matanya tampak kosong, seperti orang yang hilang kendali atas kesadarannya.
"Alam, berhentiin mobil!" teriak Key panik, tangannya sudah mulai mencoba meraih Andi untuk menenangkan.
Tanpa berpikir panjang, Alam segera menepi dan menghentikan mobil di pinggir jalan. "Oke, oke, gue berhenti!" jawabnya sambil menarik rem tangan.
Begitu mobil berhenti, semua penumpang yang terlelap langsung terbangun dalam kebingungan. Alina menggeliat, menatap Sakti dengan mata setengah tertutup. "Kenapa mobilnya berhenti?" tanyanya, bingung.
Risa yang duduk di dekat Bayu mulai mengusap matanya dan melihat Andi yang tergeletak sambil kesakitan. "Astaga, si Andi kenapa tuh?" serunya kaget.
Sakti segera beralih ke belakang, melihat Andi yang masih menggeliat dengan telinganya tertutup, sementara Key berusaha menenangkannya. "Andi, hey, tenang. Apa yang lo rasain? Ayo, coba rileks, gue di sini," kata Key, suaranya bergetar namun tetap mencoba terdengar tegar.
Andi menggeleng-gelengkan kepalanya, seperti mencoba mengusir suara yang hanya dia yang bisa dengar. "Sakit... di telinga gue... masih ada suara auman itu..." gumam Andi di sela napas terengah-engahnya, matanya mulai tampak penuh rasa takut. "Gue nggak kuat, Key... terlalu keras..."
Melihat kondisi Andi semakin buruk, Bayu dan Sakti segera membantu menahan tubuh Andi yang terus menggeliat. "Kita harus ngelakuin sesuatu. Ini nggak bisa dibiarkan," ujar Sakti dengan cemas.
Di sisi lain, Key menggenggam tangan Andi dengan erat, mencoba mengembalikannya ke kesadaran. "Andi, lihat gue. Fokus sama gue. Tarik napas pelan-pelan. Lo nggak sendiri. Gue denger suara itu juga, tapi kita harus tenang." Namun, semakin Key mencoba menenangkan, Andi semakin terguncang.
Sementara suasana dalam mobil semakin tegang, di sisi lain di Desa Kumayan, Datuk Abu sedang duduk di teras rumahnya sambil menikmati kopi khas Bengkulu yang ia buat sendiri. Malam itu begitu tenang, seolah tidak ada yang mencurigakan. Namun, tiba-tiba saja, saat ia hendak menyesap kopinya, gelas yang ia pegang terasa aneh di tangannya. Jarinya tergelincir, dan tanpa sengaja, gelas itu jatuh ke lantai.
*Prak!*
Gelas itu pecah berkeping-keping, membuat Datuk Abu terkejut. Matanya menatap pecahan gelas di lantai dengan kening berkerut. Ada sesuatu yang ganjil, ia bisa merasakannya.
Di sisi lain teras, Rajo Langit, ayah dari Sakti, yang dikenal sebagai lelaki tegas dan penuh emosi, memandangi Datuk Abu dengan alis berkerut. Ada sesuatu yang tidak nyaman di udara malam itu. Rajo Langit adalah mantan inyik yang ditakuti oleh musuh tetapi sekarang ia lebih banyak diam. Namun, kejadian malam ini membuatnya merasa harus kembali ikut campur.
"Datuk Abu. Apo yang terjadi tadi? Kenapo gelas tu pecah mendadak?" tanyanya dengan logat khas Bengkulu yang kental.
Datuk Abu menarik napas panjang, sambil mengusap janggut putihnya. "Saya juga tak tau, Rajo. Tangan ini tiba-tiba lunglai... seraso ado angin buruk datang." Matanya menerawang jauh ke arah hutan lebat yang mengelilingi Desa Kumayan, seolah-olah ada sesuatu yang sedang mengawasi dari kejauhan.
Rajo Langit mendekat, sorot matanya tajam meneliti gerak-gerik Datuk Abu. "Apa mungkin ini berhubungan dengan KKN para inyik besok, Datuk? Kumayan ini pernah menghadapi macam-macam cobaan, apo ndak mungkin ini peringatan? Harimau Kumayan tu, ado cerita-cerita yang dak pernah padam."
Datuk Abu terdiam sejenak. "Harimau Putih Kumayan tu sudah lama tidur semenjak Pitaloka menghilang... Tapi mungkin memang benar, ado yang bangkit. Sepertinya leluhur kite mau kasih tahu sesuatu. Anak-anak kite perlu dilindungi."
Rajo Langit mengangguk perlahan, lalu dengan suara dalam dan tekad yang kuat ia berkata, "Kalau begitu, kite dak boleh lengah, Datuk. Kite harus siap. Apo pun yang terjadi, ndak boleh ada yang mengganggu para inyik Kito di Kumayan ini. Kito harus jaga mereka."
Tatapan Rajo Langit tetap terpancang ke kegelapan hutan. Hatinya gelisah, seperti ada sesuatu yang tidak beres sedang mendekat, dan dia tidak akan tinggal diam menghadapi apapun yang datang.
KAMU SEDANG MEMBACA
7 Manusia Harimau New Generation : Kembali (Fan Fiction)
FanfictionSetelah mengalahkan Ratu Hang Ci Da dan pasukan silumannya, Key, Putra Alam, Alina, Sakti, dan Risa kembali ke Jakarta untuk melanjutkan kuliah. Memasuki semester 6, mereka memutuskan untuk menjalani KKN mandiri di Desa Kumayan, yang terkenal dengan...