Sepanjang perjalanan, Key dan Andi berhenti sejenak, terengah-engah, sebelum melanjutkan langkah mereka. Di hadapan mereka, di antara semak-semak yang rimbun, berdiri sosok megah yang membuat jantung mereka berdebar kencang: harimau putih, sosok yang anggun dan berkilau di bawah sinar bulan. Meskipun harimau itu terlihat menakutkan, ada aura damai yang memancar dari kehadirannya.
“Lihat, Andi! Itu harimau putih ibu Pitaloka!” seru Key, matanya bersinar dengan semangat. Ia merasa terhubung secara misterius dengan makhluk itu, seolah-olah harimau tersebut memanggil mereka untuk mengikuti.
Andi, tanpa ragu, mulai bergerak mendekat. “Kita harus mengikutinya!” katanya penuh keyakinan.
Di belakang mereka, kebingungan merajalela di kalangan orang-orang yang tertinggal. Datuk Lebai Karat, yang merasa cemas, berusaha meredakan kekhawatiran di hatinya. “Kalian berdua, tunggu!” teriaknya, berusaha menggapai mereka, tetapi suara itu seolah tersapu oleh angin.
Limbubu dan yang lainnya, merasakan ketegangan di udara, segera mengambil keputusan. Mereka menyusul Key dan Andi, meskipun mereka tidak melihat apa pun. Rajo Langit memimpin, bersikap penuh perhatian. “Kito ndak biso membiarkan mereka pergi sendiri. Jika ini berhubungan dengan Pitaloka, kito harus mengikuti mereka.”
Namun, Datuk Lebai Karat menggelengkan kepalanya. “Tunggu! Kita harus hati-hati. Jika ada sesuatu yang tidak terlihat oleh kita, kita tidak tahu apa yang bisa terjadi.”
Key dan Andi terus berlari, mengikuti jejak harimau putih yang perlahan bergerak menjauh. Harimau itu berjalan anggun, seolah mengarahkan mereka menuju gerbang depan Kumayan. Key bisa merasakan getaran yang tidak bisa dijelaskan—perasaan bahwa ini adalah bagian dari pencariannya, bagian dari warisan yang mungkin sudah lama hilang.
Andi berlari di samping Key, berusaha menangkap nafasnya. “Key, kita harus cepat! Aku merasa harimau itu ingin menunjukkan sesuatu kepada kita.”
Ketika mereka semakin mendekat, harimau putih itu melirik mereka dengan tatapan yang tajam namun lembut, seolah menyuruh mereka untuk tidak takut. Sementara itu, Gumara dan yang lainnya akhirnya sampai di tempat mereka berhenti, meskipun mereka masih tidak dapat melihat harimau yang ada di depan Key dan Andi.
“Di mana mereka?” tanya Karina, matanya melotot ke arah tempat Key dan Andi menghilang.
“Aku tidak melihat apa pun,” jawab Gumara, kegelisahan terbayang di wajahnya. “Tapi mereka tidak boleh sendirian.”
Akhirnya, dengan kepercayaan dan keberanian yang menyatu, Gumara mengambil langkah pertama, mengikuti Key dan Andi. “Mari kita ikuti jejak mereka! Jika ini berkaitan dengan Pitaloka, kita tidak bisa mundur.”
Datuk Lebai Karat menatap ke arah hutan yang mulai gelap. “Hati-hati, kita tidak tahu apa yang menunggu di depan,” katanya, penuh peringatan, namun rasa ingin tahunya tetap menggerakkan langkahnya untuk mengikuti mereka.
Sementara itu, harimau putih terus melangkah dengan tenang, seolah mengerti betapa pentingnya misi ini. Key dan Andi mengikuti setiap langkahnya, bertekad untuk menemukan kebenaran di balik segala misteri yang telah mengelilingi mereka, tak peduli seberapa berbahayanya jalan yang mereka pilih.
Saat Key dan Andi terus mengikuti sosok harimau putih yang tampak memukau itu, semakin jauh mereka bergerak dari pagar Kumayan. Key merasakan dorongan yang semakin kuat, seolah ada sesuatu yang mengikatnya pada makhluk itu. Namun, di balik semua kegembiraannya, ada perasaan aneh yang perlahan-lahan muncul di hatinya. Harimau itu begitu nyata, begitu memikat, tetapi ada sesuatu yang tidak sepenuhnya benar.
Sementara itu, jauh di dekat gerbang Kumayan, tersembunyi di balik bayangan pepohonan, Ratu Hang Ci Da dan sekutunya mengintai dengan saksama. Mereka bersembunyi, tidak bisa masuk atau mendekati Kumayan, yang dilindungi oleh kekuatan mistis lelembut yang menjaga perbatasannya. Mata Ratu Hang Ci Da yang dingin bersinar dengan kesombongan dan tipu daya.
"Harimau putih palsu itu bekerja dengan baik," bisik Ratu Hang Ci Da dengan suara licik. "Keduanya sudah di bawah pengaruh kita."
Di sampingnya, sekutu-sekutunya—para makhluk jahat yang terikat dalam bayang-bayang dunia mistis—tertawa kecil, bangga dengan keberhasilan manipulasi mereka. Mereka tahu bahwa harimau putih itu hanyalah ilusi yang diciptakan untuk menyesatkan Key dan Andi, mengarahkan mereka menjauh dari perlindungan Kumayan.
"Namun, kita masih belum bisa menembus perlindungan Kumayan," kata salah satu sekutunya, suaranya terdengar khawatir. "Lelembut yang menjaga desa itu terlalu kuat. Kita hanya bisa mengendalikan apa yang berada di luar batas mereka."
Ratu Hang Ci Da mengerutkan kening, matanya menatap ke arah Kumayan yang masih tersembunyi oleh kabut mistis. "Itu bukan masalah. Jika kita berhasil memisahkan dua keturunan Pitaloka itu dari desa ini, mereka akan menjadi milik kita. Tanpa perlindungan lelembut, mereka tidak akan bisa melawan."
Sementara itu, Key dan Andi berhenti sejenak, berdiri di depan gerbang hutan yang tampak semakin gelap. Harimau putih itu berhenti, menatap mereka dengan tatapan yang tampak kosong, namun tetap mempesona.
"Kenapa dia berhenti?" tanya Andi dengan napas terengah. Ada ketidakpastian di matanya, dan untuk pertama kalinya sejak melihat harimau itu, dia merasakan ada sesuatu yang salah.
Key, yang masih terhanyut oleh pengaruh ilusi, berusaha meyakinkan dirinya sendiri. "Mungkin dia ingin kita menunggu... atau mungkin ada sesuatu yang harus kita lakukan."
Namun, semakin lama mereka berdiri di sana, semakin kuat perasaan janggal itu. Harimau putih itu mulai kehilangan kilauannya, auranya tidak lagi terasa damai seperti sebelumnya, dan seketika, ada bayangan gelap yang merayap di sekitar mereka.
Sementara itu, di kejauhan, Limbubu, Gumara, dan yang lainnya semakin dekat dengan tempat Key dan Andi berhenti. Meski mereka tidak bisa melihat harimau itu, mereka merasakan energi aneh yang memenuhi udara.
"Kak Gumara, apa kau merasakan itu?" tanya Karina dengan cemas, langkahnya melambat. "Ada sesuatu yang salah di sini."
Gumara mengangguk, wajahnya tegang. "Ini pasti pekerjaan mereka. Musuh yang jahat berusaha menipu kita."
Limbubu, yang berjalan di depan mereka, berhenti sejenak dan berkata dengan tegas, "Kita harus segera mendapatkan Key dan Andi kembali sebelum terlambat. Mereka berada dalam bahaya."
Key dan Andi, yang masih berada di bawah pengaruh harimau putih palsu, mulai merasakan perubahan yang semakin aneh. Suara angin bergemuruh di sekitar mereka, dan bayangan-bayangan mulai bergerak mendekat. Key, yang biasanya pemberani, merasakan ketakutan yang menjalar dalam tubuhnya.
"Andi...," Key berkata dengan suara pelan. "Aku rasa ini bukan harimau yang sebenarnya."
Mata Andi melebar, dan ia mulai tersadar dari pengaruh ilusi itu. "Kau benar, Key. Ini… ini bukan harimau yang kita lihat sebelumnya di mimpi."
Tepat saat itu, ilusi harimau putih mulai memudar, memperlihatkan sosok kabut hitam yang gelap dan menakutkan. Ratu Hang Ci Da dan sekutunya, yang masih bersembunyi, tersenyum licik melihat kebingungan Key dan Andi.
"Jangan biarkan mereka kembali!" desis Ratu Hang Ci Da. "Kita harus menangkap mereka sekarang!"
Namun, sebelum Ratu Hang Ci Da bisa melancarkan serangannya, sebuah energi kuat dan wujud harimau sumatera tiba-tiba menyapu tempat itu. Itu adalah Ki Tunggal yang berwujud harimau dari Kumayan, yang merasakan bahaya dan datang untuk melindungi Key dan Andi. Harimau Datuk Tunggal berdiri di depan kedua anak muda itu sambil berusaha memecah bayangan gelap yang mengelilingi kedua anak muda itu hingga perlahan tercerai-berai, dan kekuatan jahat Ratu Hang Ci Da mundur untuk sementara.
Di tengah kebingungan, Key dan Andi mengikuti harimau Datuk Tunggal dan berlari kembali ke arah desa, kembali ke perlindungan Kumayan yang selama ini melindungi mereka dari kekuatan gelap yang tidak bisa mereka lihat.
KAMU SEDANG MEMBACA
7 Manusia Harimau New Generation : Kembali (Fan Fiction)
FanficSetelah mengalahkan Ratu Hang Ci Da dan pasukan silumannya, Key, Putra Alam, Alina, Sakti, dan Risa kembali ke Jakarta untuk melanjutkan kuliah. Memasuki semester 6, mereka memutuskan untuk menjalani KKN mandiri di Desa Kumayan, yang terkenal dengan...