Sembuh

51 5 0
                                    

Gumara dan Humbalang melangkah cepat memasuki kamar, di mana suasana mencekam menyelimuti ruangan. Di sudut, Gumara melihat Key terbaring lemah di ranjang, wajahnya pucat dan menggigil. Di sampingnya, Karina, adik Gumara, tampak gelisah, mengusap kening Key dengan lembut.

“Karina!” Gumara berseru, suaranya penuh kekhawatiran. “Apa yang terjadi pada Key?”

“Dia… dia sakit parah, Kak,” jawab Karina dengan suara bergetar. “Aku tidak tahu apa yang terjadi. Tiba-tiba dia dan Andi terbangun dalam keadaan menggigil dan tidak bisa berhenti. Mereka menderita seperti terjebak dalam mimpi buruk.”

Gumara merasakan hatinya teriris. Dia melangkah lebih dekat, memegang tangan Key yang dingin. “Key, sayang. Apa yang kau rasakan?”

Key membuka matanya sejenak, namun tidak ada kesadaran di wajahnya. Dia menggigil lebih kencang, dan tak lama kemudian, Andi yang berada di sudut lain ruangan juga mulai terlihat kesakitan. Namun, sebelum Gumara bisa bertanya lebih lanjut, suasana tiba-tiba berubah.

Secara mendadak, Key dan Andi berhenti menggigil. Seakan-akan ada kekuatan yang menyelimuti mereka, tubuh mereka menjadi tenang, dan warna merah muda kembali ke pipi mereka. Gumara dan Karina saling bertukar pandang, bingung dan heran dengan perubahan yang tiba-tiba.

“Key?” Gumara bertanya dengan nada penuh harap. “Bagaimana kau merasa sekarang?”

“Ayah!” Key melompat bangkit dan memeluk Gumara erat-erat, air mata menetes di pipinya. “Aku tidak ingat apa-apa tentang mimpi itu, tapi aku merasa baik-baik saja sekarang.”

Andi, yang juga telah sembuh, segera keluar dari ruangan menuju kamar mandi tanpa sepatah kata pun. Gumara merasa lega melihat Key kembali sehat, tetapi rasa cemas tetap menghantuinya. Apa yang sebenarnya terjadi?

“Karina, apakah kau tahu apa yang terjadi pada mereka?” Gumara bertanya sambil menatap adiknya.

“Entahlah, Kak,” jawab Karina, tertegun. “Semua ini terjadi begitu cepat. Mereka seakan terjebak dalam sesuatu yang jahat.”

Key mengusap air mata dari wajahnya dan menatap ayahnya dengan penuh keyakinan. “Tadi malam, ibu Pitaloka datang ke mimpiku lagi, ayah. Dia bilang aku harus kuat dan tidak boleh takut.”

Gumara terkejut mendengar nama itu. Pitaloka, istri pertamanya dan ibu Key, yang hilang secara misterius bertahun-tahun lalu. Jiwanya terbelah antara harapan dan kesedihan. “Key, apa kau yakin itu ibumu? Apakah dia terlihat baik-baik saja?”

Key mengangguk. “Iya, ayah. Dia tersenyum padaku. Dia bilang akan selalu melindungiku.”

Humbalang, yang mendengarkan dari sudut ruangan, mengernyit. “Pitaloka… mungkin dia tidak sepenuhnya pergi. Mungkin dia melindungi Key  dari jauh.”

Gumara merasakan dadanya sesak. Jika Pitaloka benar-benar masih hidup, ke mana dia pergi selama ini? Mengapa dia tidak pernah kembali? Semua pertanyaan itu membanjiri pikirannya, membuatnya bingung.

“Tapi bagaimana mungkin?” Gumara bertanya, suaranya bergetar. “Apakah kita bisa menemukannya? Pitaloka, jika dia benar masih hidup, kemana harus mencarinya?”

“Tidak, Ayah. Ibu bilang dia akan selalu ada bersamaku, meskipun aku tidak bisa melihatnya,” Key menjawab, mencoba menenangkan ayahnya. “Aku percaya pada ibu.”

Gumara menatap Key, rasa galau dan harapan berperang di dalam hatinya. Dia tidak tahu apa yang harus dipercayainya. Pitaloka, ibu yang hilang, seakan memberikan petunjuk namun tetap membingungkan. “Kalau begitu, kita harus melindungi kamu, tidak peduli apa yang terjadi,” gumam Gumara, bertekad untuk mencari tahu lebih banyak tentang Pitaloka dan menghadapi kegelapan yang mengintai.

Dengan penuh tekad, Gumara merangkul Key dan berjanji untuk menemukan kebenaran, sekaligus melindungi masa depan putrinya dari ancaman yang mengintai di balik kegelapan. Dia tidak akan membiarkan anaknya terjebak dalam ketakutan yang tak berujung.

Putra Alam, anak Humbalang, berdiri di sudut ruangan dengan tatapan bingung. Dia menyaksikan kehebohan yang terjadi antara Gumara, Key, dan Karina, namun pikirannya dipenuhi pertanyaan. Sambil menggelengkan kepalanya, ia berusaha mencerna semua informasi yang baru saja dia dengar.

“Jika ada hubungan dengan Inyik dan Pitaloka,” gumam Putra Alam dalam hati, “kenapa Andi juga merasakan hal yang sama seperti Key? Apakah Andi memiliki keturunan Inyik seperti kami?”

Seketika, pertanyaan itu terlintas di pikirannya, dan ia merasa perlu untuk mengungkapkan kebingungannya. “Ayah,” katanya, suaranya bergetar penuh rasa ingin tahu. “Kalau Key bisa berhubungan dengan Pitaloka dalam mimpi, bagaimana dengan Andi? Apakah dia juga punya hubungan yang sama dengan Inyik?”

Humbalang menatap Putra Alam, mengernyitkan dahi. “Kau ada di jalur pemikiran yang benar, Alam. Kita tidak bisa mengabaikan kemungkinan itu. Ada sesuatu yang lebih besar di sini.”

Di saat itu, Andi keluar dari kamar mandi, terlihat segar, namun wajahnya masih menyimpan kebingungan. Dia mendengar percakapan itu dan langsung merasakan ketegangan di antara mereka. “Apa yang kalian bicarakan?” tanyanya, matanya melirik antara Gumara dan Humbalang.

“Ini tentang hubunganmu dengan Key dan Pitaloka,” Putra Alam menjelaskan, “Kami berpikir, jika Key dapat berkomunikasi dengan ibunya, apakah mungkin kau juga memiliki ikatan yang sama dengan seseorang dari masa lalu?”

Andi terdiam sejenak, mencoba mencerna kata-kata Putra Alam. “Aku… tidak tahu. Tapi ibuku hadir di mimpiku, Dia tidak pernah bercerita banyak tentang dirinya. Tidak ada yang tahu siapa dia, bahkan ayahku.”

Humbalang terkejut mendengar nama itu. “Harum? Kenapa tidak ada yang tahu tentangnya?”

Andi menggelengkan kepala. “Aku hanya ingat sepotong gambar. Ibu selalu berbicara tentang masa lalu, tapi tidak pernah menunjukkan wajahnya. Dia selalu bilang dia dari tempat yang jauh, dan aku tidak boleh menanyakannya.”

Key yang mendengar percakapan itu, menatap Andi dengan penuh perhatian. “Mungkin, seperti ibuku, ibumu juga melindungimu dari sesuatu,” katanya, mencoba memberikan semangat. “Jika dia memang bagian dari dunia kami, mungkin dia memiliki kekuatan yang sama.”

Putra Alam mengangguk setuju. “Jika Harum adalah bagian dari sesuatu yang lebih besar, mungkin kita harus mencari tahu tentangnya. Kita tidak boleh membiarkan kekuatan gelap itu merenggut kita.”

Humbalang merasakan semangat yang membara di dalam dirinya. “Betul. Kita harus mencari tahu lebih banyak tentang Harum, dan jika perlu, kita harus menelusuri setiap petunjuk yang ada.”

Gumara yang mendengarkan semua ini merasa harapan mulai terbangun di dalam dirinya. “Jika kita bisa menemukan Harum dan memahami ikatan ini, kita mungkin bisa melindungi Key dan Andi dari ancaman yang mengintai,” katanya.

Ketegangan di ruangan itu mulai bergeser menjadi harapan. Mereka semua tahu bahwa perjalanan ini tidak akan mudah, tetapi mereka memiliki tujuan yang jelas: melindungi masa depan mereka dan mencari kebenaran yang tersembunyi di balik kekuatan gelap yang mengancam.

7 Manusia Harimau New Generation : Kembali (Fan Fiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang