Rajo Langit, yang sudah bersiap keluar, tiba-tiba berhenti dan menoleh kembali kepada Datuk Lebai Karat dengan senyum kecil. “Eh, sebentar, Datuk. Ambo bukan inyik lagi, ingat? Kemampuan berubah jadi siluman harimau udah aku wariskan ke Sakti. Jadi, ndak bisa lagi aku laju macam angin seperti dulu,” ucapnya dengan tertawa kecil.
Dia lalu menambahkan dengan bercanda, “Kenapa ndak kau aja yang turun tangan, Datuk? Bukankah kau masih punya kemampuan inyik? Bisa laju sakilat macam aku dulu. Jadi yang paling pantas mencari mereka tu kayaknya kau.”
Datuk Lebai Karat mengangkat alis, walau wajahnya menunjukkan senyum tipis. “Heh, sudah-sudah, jangan bercanda di saat begini. Aku memang masih punya kemampuan inyik, tapi tugas kita beda, Rajo. Kau bantu kumpulkan mereka dengan cara apa pun yang kau bisa. Mau pelan atau cepat, yang penting semua orang harus ada di sini sebelum tengah malam.”
Gumara tertawa kecil mendengar interaksi mereka. Rajo Langit memang terkenal terkadang melontarkan humor di tengah situasi tegang, dan itu membuat suasana sedikit lebih ringan.
Rajo Langit mengangkat kedua tangannya dengan senyum, “Baiklah, Datuk, ambo paham. Walaupun tak bisa lagi melaju macam angin, ambo masih bisa mencari orang dengan cara biasa. Sakti mungkin lebih cepat, tapi ambo punya cara sendiri.”
“Kalau begitu, jangan lama-lama,” ujar Datuk Lebai Karat, kembali serius. “Waktu kita tak banyak. Kita tak tahu apa yang akan terjadi, tapi kita harus bersiap.”
Rajo Langit mengangguk, lalu segera pergi menjalankan tugasnya. Sementara itu, Gumara dan Datuk Lebai Karat mulai merencanakan langkah berikutnya.
Di benak Datuk Lebai Karat, suara telepatik dari Datuk Abu tetap mengganggu pikirannya, mengingatkan bahwa pertemuan para inyik nanti akan menjadi sangat penting bagi keselamatan Kumayan.
Di sebuah ruangan yang gelap, Ratu Hang Cin Da duduk di singgasananya dengan sorot mata penuh amarah. Tangannya menggenggam erat ujung kain halus yang menjuntai di sisinya, seolah menahan diri untuk tidak meledak seketika. Wajahnya menunjukkan kekesalan mendalam, terutama setelah mendengar kabar dari Ajiram.
“Kehilangan Pitaloka?!” suara Ratu menggema di ruangan itu, penuh ketidakpercayaan dan kemarahan. “Bagaimana bisa Bisma seceroboh itu? Dia adalah salah satu harapan terbesar kita, dan kini dia malah membiarkan Pitaloka hilang begitu saja!”
Ajiram berdiri tak jauh dari sana, ekspresinya tetap tenang, tapi ada ketegangan di matanya. “Ratu, aku sudah memberi tahumu bahwa keadaan di luar perkiraan. Pitaloka lebih kuat dari yang kita kira. Bisma hanya manusia, dia bisa melakukan kesalahan.”
“Manusia?” Ratu Hang Cin Da menyeringai sinis. “Dia bukan sekadar manusia, Ajiram. Dia adalah salah satu siluman terkuat yang kita miliki! Dan sekarang dia membiarkan seorang wanita lolos dari pengawasannya. Ini kebodohan yang tak bisa diterima!”
Ajiram mengepalkan tangannya, merasakan nada hinaan dalam suara Ratu Hang Cin Da. “Ratu, berhenti menghina Bisma. Dia bukan hanya sekadar bawahanmu. Dia adalah adik seperguruanku. Aku tak akan diam jika kau terus merendahkannya.”
Ratu Hang Cin Da mendekat dengan cepat, tatapannya tajam dan dingin. “Kau mungkin seorang dukun besar, Ajiram. Tapi jangan lupa, kau bekerja untukku. Kau ada di sini karena aku mengizinkanmu.”
Ajiram, yang biasanya tenang, kali ini terpancing. “Aku tidak bekerja untukmu, Ratu! Aku membantu kalian demi Bisma, adikku. Jangan berpikir kau bisa seenaknya memperlakukan kami seperti mainan!”
Ratu Hang Cin Da mencibir, “Adik seperguruan atau tidak, dia telah gagal, dan kegagalan itu harus dibayar! Aku tak peduli hubunganmu dengan Bisma, yang aku pedulikan hanyalah hasil. Jika kau tak bisa mengendalikan dia, maka aku yang akan mengakhirinya!”
Kemarahan memuncak, dan tiba-tiba Ajiram bergerak cepat. Tangannya yang penuh dengan energi hitam memancarkan aura kuat, siap melancarkan serangan. Ratu Hang Cin Da menangkis dengan cepat, dan seketika keduanya terlibat dalam perkelahian singkat. Energi hitam dan cahaya magis saling bertabrakan di udara.
“Kau berani menantangku, Ajiram?” suara Ratu Hang Cin Da penuh tantangan, wajahnya menunjukkan amarah yang membara.
“Aku tidak takut padamu, Ratu!” Ajiram melawan dengan kekuatan yang sama. Dia melompat mundur, lalu melepaskan semburan energi yang langsung ditangkis oleh Ratu Hang Cin Da dengan satu gerakan tangannya.
Perkelahian itu berlangsung beberapa saat, kilatan energi magis saling beradu di udara, sampai akhirnya keduanya berhenti dengan napas tersengal. Meskipun mereka saling memandang dengan kebencian, mereka tahu bahwa konflik ini harus dihentikan sebelum semuanya berantakan.
“Aku tak peduli seberapa kuat kau, Ajiram,” ucap Ratu Hang Cin Da dengan napas teratur, “Tapi jika Bisma gagal lagi, aku tak akan ragu untuk menghancurkannya, dan kau tak akan bisa menghentikanku.”
Ajiram menatap dingin, tapi dalam hatinya, dia tahu bahwa untuk saat ini, dia tak bisa melawan Ratu Hang Cin Da sendirian. “Aku tak akan membiarkan itu terjadi, Ratu. Aku akan memastikan Bisma menemukan Pitaloka, bagaimanapun caranya.”
Ratu Hang Cin Da tidak menanggapi lagi, hanya menatap Ajiram dengan dingin sebelum kembali ke singgasananya. Mereka mungkin telah menghentikan perkelahian, tapi ketegangan di antara mereka masih terus membara.
KAMU SEDANG MEMBACA
7 Manusia Harimau New Generation : Kembali (Fan Fiction)
Fiksi PenggemarSetelah mengalahkan Ratu Hang Ci Da dan pasukan silumannya, Key, Putra Alam, Alina, Sakti, dan Risa kembali ke Jakarta untuk melanjutkan kuliah. Memasuki semester 6, mereka memutuskan untuk menjalani KKN mandiri di Desa Kumayan, yang terkenal dengan...